LLANO ESTACADO Dr. Karl May JILID III Bagaimana Old Shatterhand dan Winnetou dapat mematahkan siasat serangan orang-orang Comanche dengan menundukkan satu demi satu pasukan- pasukan Schiba Bigk, Nale Masiuv dan Vupa Umugi. Bagaimana mereka menyelamatkan pasukan kavaleri dan bagaimana Old Shatterhand dan Winnetou mendapat musuh baru, yakni Old Wabble dan si Jenderal. Penerbit: PRADNYA PARAMITA Cetakan ke - 3 KATA PENGANTAR Nama Dr. Karl May sebagai pengarang buku-buku lektur sangat populer pada pembaca tua dan muda di Eropa Barat pada zaman sebelum perang dunia kedua. Ceritera-ceriteranya bukanlah rentetan peristiwa yang seram di mana darah mengalir dan kekejaman ditulis secara realistis, akan tetapi mengandung romantik yang sehat, tindakan yang jantan dan secara kesatria, diseling dengan humor dan gambaran cinta kepada alam terbuka. Sangatlah dipuji caranya melukiskan tokoh-tokoh beserta wataknya dan unsur-unsur pendidikan bagi pembaca-pembacanya. Oleh sebab itu tidak mengherankan, bahwa semua hasil karyanya tetap mengasyikkan yang membacanya. B anyak pembaca bertanya-tanya, adakah penulis ulung itu pernah mengunjungi negeri-negeri yang diceriterakannya dan adakah petualangannya itu sungguh-sungguh dialaminya? Dr. Karl May meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 1912. Dari surat-menyuratnya, catatan-catatannya dan surat-surat jalannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa ia telah menjelajah seluruh Eropa dan bahwa ia telah dua kali bepergian ke Amerika yakni dalam tahun 1863 dan 1869. Selanjutnya ia mengadakan perjalanan ke Aljazair, Tunisia dan jazirah Arab. Pada tahun 1899 ia mengunjungi Mesir, Syria dan Palestina sampai di gurun-gurun. Pada tahun 1908 ia pergi lagi ke Amerika dan Canada dan hidup selama beberapa waktu bersama-sama orang-orang Indian. Menurut temannya, seorang ahli bahasa, Dr. Karl May memang mengenal beberapa bahasa asing dan bahasa suku, di antaranya: bahasa Turki, Persia, Arab, Indian, Inggris, Portugis, Spanyol dan Latin. Banyak tanda mata dan kenang-kenangan disimpan di rumahnya di Radebeul dekat Dresden (Jerman) di antaranya bedil-peraknya dan bedil-pembunuh- beruangnya. Ia telah pergi, tetapi karyanya tetap hidup. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net ORANG TUA YANG TIDAK MENGENAL TUHAN Demikianlah kami bertiga, Old Surehand, Old Wabble dan saya, dibantu oleh enam puluh orang prajurit Apache, meninggalkan tempat tinggal Bloody Fox di dalam waha yang terpencil dan tersembunyi di tengah-tengah padang pasir Llano Estacado. Saya telah menyusul sahabat saya Winnetou ke rumah teman saya Bloody Fox, karena saya mendapat berita dari Winnetou, bahwa ia sudah berjalan lebih dahulu untuk memberitahu Fox, bahwa ia akan diserang oleh suku Comanche. Dalam perjalanan saya ke padang pasir itu saya bertemu dengan Old Wabble, seorang bekas raja cowboy yang melarikan diri dari kepungan orang Comanche. Old Wabble memberitahukan, bahwa seorang pemburu prairi kulit putih yang bernama Old Surehand telah tertangkap oleh sepasukan orang Comanche yang dipimpin oleh Vupa Umugi, ketua suku orang kulit merah itu. Old Surehand dapat saya bebaskan dan bersama-sama kami pergi ke Llano Estacado. Berkat penyelidikan kami bersama, dapatlah kami mengetahui rencana orang-orang Comanche itu. Seorang ketua suku muda, Schiba Bigk namanya, telah berjalan lebih dahulu untuk menyerang Bloody Fox. Di tengah-tengah padang pasir, pasukan itu telah dapat kami kepung dan kami tawan tanpa menumpahkan darah. Tawanan itu kami tinggalkan di dekat hutan kaktus yang mengelilingi rumah Bloody Fox, di bawah penjagaan prajurit-prajurit Apache yang kami tinggalkan di sana di bawah pimpinan Entschar Ko, wakil pemimpin suku Apache. Kemudian akan menyusul pasukan Vupa Umugi yang bermaksud memikat sepasukan kavaleri orang kulit putih agar mereka itu akan sesat di padang pasir dan apabila mereka sudah kehabisan air minum, akan dengan mudah menjadi mangsa Vupa Umugi. Dalam pada itu, pasukan Comanche yang ketiga akan mengikuti tentara kavaleri itu dari belakang supaya serdadu-serdadu kulit putih itu tidak akan mendapat kesempatan untuk balik ke pangkalannya kembali. Siasat orang-orang Comanche itu harus kami gagalkan. Karena itulah, maka kami bertiga bersama-sama dengan enam puluh orang prajurit Apache kini berjalan ke sebuah hutan kecil di pinggir padang pasir Llano Estacado, yang terkenal sebagai Pohon Seratus. Di sana pasukan Vupa Umugi akan berhenti dan di sana pula tentara kavaleri dan kemudian pasukan Nale Masiuv akan berturut-turut berhenti pula. Rencana tadi ialah akan membiarkan pasukan Vupa Umugi meninggalkan Pohon Seratus, masuk ke padang pasir dengan mempergunakan tonggak-tonggak yang sudah dipancangkan ke tanah pasir oleh Schiba B igk, akan tetapi kemudian diubah tempat dan arahnya oleh Winnetou agar Vupa Umugi dengan pasukannya akan sampai ke sebuah hutan kaktus di mana mereka nanti dapat kami kepung. Kemudian, apabila tentara kavaleri datang, mereka akan kami beritahu tentang maksud orang-orang Comanche dan akan kami ajak menantikan kedatangan pasukan Nale Masiuv untuk menangkap mereka. Demikianlah kami berjalan pada malam hari di bawah sinar bulan yang baru saja terbit, melalui padang pasir Llano Estacado. Perjalanan melalui padang pasir di bawah sinar bulan selalu membuai saya melamun. Pikiran dan perasaan saya melayang ke dunia mimpi. Rasanya badan saya kehilangan berat; seakan-akan saya tidak lagi menunggangi kuda, melainkan melayang dan terbang di udara. Padang pasir yang tampak tidak terhingga itu memenuhi hati saya dengan rasa bahagia yang hampir sempurna. Dalam pada itu saya memejamkan mata. Tidak terasa lagi gerak kuda saya; yang terkenang oleh saya ialah kebesaran alam, keluasan cakrawala saja dan makin dalamlah kepercayaan dan keinsafan saya akan kekuasaan Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Maka lebih mendalamlah rasa kasih sayang saya kepada pujaan saya terhadap Pencipta Semesta Alam ini. Maka terasalah oleh saya betapa celaka orang yang sudah kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan. Sambil saya termenung, tiadalah saya insafi bahwa kuda saya berjalan dengan kencang sekali, jauh mendahului teman-teman saya. Sekonyong-konyong renungan saya terganggu; saya mendengar suara di sebelah saya, yaitu suara Old Wabble yang berkata: "Sir, mengapa Anda? Saya kira Anda sedang berdoa, padahal kuda Anda berlari kencang sekali." Kata-kata itu diucapkan dengan agak mengejek. Saya tidak menjawab. "Sir, peganglah tali kekang Anda!" demikianlah Old Wabble melanjutkan perkataannya. "Kalau kuda Anda tersandung kakinya, mungkin tulang tengkuk Anda patah!" "Peduli apa Anda kalau tulang itu patah," jawab saya dengan singkat. "Sesungguhnya tidak peduli apa-apa, Mr. Shatterhand, akan tetapi oleh karena kita berjalan bersama, maka saya tidak dapat membiarkan tulang Anda patah." "Jangan Anda khawatir; tulang itu tidak akan patah!" "Jangan Anda seyakin itu. Barangsiapa berjalan secepat itu, tidak boleh meletakkan tali kekang pada tengkuk kudanya." "Anda hendak memberi saya pelajaran bagaimana saya harus menunggang kuda?" "Itu bukan maksud saya. Saya telah mengetahui bahwa Anda tidak memerlukan guru. Akan tetapi saya belum pernah melihat seorang penunggang kuda yang melipatkan tangannya serta duduk di atas pelana seakan-akan ia berdoa. Baru sekali ini saya melihat seorang berbuat begitu, Mr. Shatterhand." "Seakan-akan berdoa? Adakah Anda menaruh keberatan sekiranya saya benar-benar berdoa?" "Tentu saja, Sir!" "Itu sikap yang bodoh sekali. Manusia yang berakal sehati tidak akan mengecam orang yang berdoa." "Tentu saja, apabila itu dilakukannya sedang ia menunggang kuda." Kini saya segera berpaling kepadanya serta bertanya: "Anda tentu saja sudah sering berdoa bukan?" "Tidak." "Tetapi ada juga sekali-kali?" "Tidak juga!" "Tidak pernah Anda berdoa?" "Tidak, tidak pernah." katanya dengan suara yang menyatakan kebanggaan. "Saya tidak percaya." "Percaya atau tidak percaya, itu bagi saya sama saja. Sungguhpun begitu betul saya belum pernah berdoa." "Tetapi semasa muda Anda. sebagai kanak-kanak?" "Tidak juga." "Anda tidak mempunyai ayah yang memberi Anda pelajaran tentang Tuhan?" "Tidak." "Tidak mempunyai ibu yang mengajar Anda berdoa?" "Tidak." "Tidak ada juga kakak perempuan yang mengajak Anda berdoa ketika Anda masih kecil sekali?" "Tidak juga." "O, celaka, celaka! Bagaimanakah mungkin seorang yang usianya sudah lebih daripada sembilan puluh tahun, tetapi dalam jangka waktu yang sepanjang itu belum pernah sekali juga memuja Tuhan! Jikalau Anda tidak mengatakannya sendiri kepada saya, maka saya tidak akan percaya." "Jangan khawatir, Anda boleh percaya." "Jangan khawatir? Bagaimana saya tidak akan khawatir?" "Tidak ada alasan sama sekali bagi Anda untuk merasa khawatir." "Betul-betulkah Anda bersikap acuh tak acuh tentang Tuhan? Betulkah begitu, Mr. Cutter?" "Betul! Saya tidak mengira bahwa Anda dapat pura-pura berbuat sebagai orang yang saleh!" "Pura-pura sebagai orang yang saleh? Saya tidak berbuat begitu, saya bukan orang yang tak tahu akan Tuhannya." "Jikalau Anda bermaksud hendak mengatakan bahwa saya tidak mengenal Tuhan, maka itu betul. Saya tidak percaya akan Tuhan. Saya selalu berbuat apa yang menurut pendapat saya sendiri baik." "Kalau begitu, Anda selalu mengikuti undang-undang Anda sendiri. Tidakkah undang-undang yang lebih tinggi daripada Anda sendiri?" "Hm! Tentu saja; undang-undang Amerika Serikat; undang-undang itu harus saya patuhi." "Selanjutnya? Tidak adakah undang-undang kesusilaan? Undang-undang keagamaan? Undang-undang ketuhanan?" "Bagi saya tidak ada. Saya pernah dilahirkan; itu suatu fakta. Saya dilahirkan dengan sifat-sifat yang saya miliki sekarang ini; itu pun fakta juga. Saya tak dapat menjadi orang lain daripada saya sendiri; itu fakta yang ketiga. Jadi saya tidak bersalah tentang apa yang terjadi dengan saya dan apa yang saya perbuat; itu fakta yang paling utama. Yang lain-lain adalah omong kosong." "Ai, ai, Mr. Cutter! Pikiran Anda itu tidak logis, pikiran Anda itu pincang!" "Biarkanlah pincang, Sir! Dengan pincang saya masuk ke dunia ini tanpa minta ijin kepada siapa pun, dan saya boleh diambil oleh syaitan, sekiranya saya minta ijin kepada siapa juga apabila saya akan keluar dari dunia ini dengan pincang! Untuk itu saya tidak memerlukan agama atau Tuhan." Terlalu, terlalu! Mendengar kata-kata itu bulu tengkuk saya tegak. Saya merasa seakan-akan punggung saya digosok-gosok orang dengan sebongkah es. Orang tua bangka ini, yang tidak memikirkan betapa dekat ia pada kuburnya, telah mengutuk Tuhan dengan cara yang mengerikan hati saya. "Jadi Anda benar-benar tidak percaya akan Tuhan?" tanya saya dengan suara yang gemetar. "Tidak." "Kepada Kristus?" "Tidak." "Kepada dunia akhirat?" "Tidak." "Kepada Surga dan Neraka yang abadi?" "Sama sekali tidak. Apa gunanya kepercayaan bagi saya!" Mendengar kata-kata itu tidak tahulah saya akan bersedih hati atau akan marah. Akan tetapi dengan tidak saya sadari, sudah saya letakkan tangan di atas bahunya seraya berkata: "Dengarkanlah, Mr. Cutter. Saya menaruh simpati terhadap Anda seperti jarang sekali saya menaruh simpati kepada orang. Akan tetapi kini saya ngeri melihat Anda. Sungguhpun begitu saya tak hendak melepaskan Anda. Saya masih akan mencoba membuktikan bahwa Anda sedang sesat." "Apakah arti semua itu? Anda hendak mengajar saya tentang apa yang Anda sebut agama?" "Ya." "Terimakasih! Anda menghina saya. Janganlah Anda coba. Tadi Anda sudah mendengar bagaimana pendirian saya dan bagaimana maka saya menjadi seperti sekarang ini. Jangan hendaknya orang datang kepada saya dengan kata-kata dan ajaran. Usia saya sudah terlalu lanjut dan akal saya sudah sangat lanjut pula berkembang! Saya tidak menyukai kata-kata yang indah dan enak bunyinya. Bagi saya hanya fakta saja yang berlaku sebagai bukti, lain tidak." "Anda sudah pernah mendapat pelajaran-pelajaran agama?" "Tidak." "Bagaimana Anda dapat mengeluarkan pendapat?" "Diamlah, atau sebutkanlah fakta!" demikian ia menyela saya. "Dengarkanlah saya beberapa menit saja Mr. Cutter! Saya yakin bahwa kata-kata saya... " "Bukan kata-kata! Saya menghendaki fakta!" demikian ia menyela lagi. "Saya tidak akan berpanjang-panjang, saya hanya hendak mengucapkan satu pertanyaan lagi, yang.... " "Omong kosong! Pertanyaan bukanlah fakta." Kini saya benar-benar menjadi marah. Saya hentikan kuda saya lalu saya pegang tali kekang Old Wabble supaya ia pun berhenti juga. Dengan suara marah yang tak dapat saya tahan, saya pun berkata: "Fakta, fakta, selalu fakta saja. Anda sudah beberapa kali mengemukakan fakta. Rupa-rupanya Anda merasa bangga terhadap logika Anda yang pada hemat saya adalah logika yang palsu. Anda mengatakan bahwa Anda tidak memerlukan Tuhan dan tidak memerlukan agama. Saya minta Anda perhatikan kata-kata saya: Saya yakin bahwa Anda akan dihadapkan dengan suatu fakta yang akan menghempaskan Anda seperti perahu dihempaskan pada tanah batu. Dalam keadaan yang demikian hanya doa saja yang akan dapat menyelamatkan jiwa Anda. Saya berharap mudah-mudahan justru Tuhan, yang Anda tidak percaya dan yang tak pernah Anda puja, akan menunjukkan rahmat dan rahimnya kepada Anda!" Saya terkejut mendengar suara saya sendiri bergema dalam padang pasir yang luas ini. Saya tahu bahwa padang pasir tak mungkin menimbulkan gema itu. Adakah itu akibat keadaan batin saya? Old Wabble tertawa dengan singkat serta menjawab: "Sir, saya tidak mengira bahwa Anda mempunyai bakat untuk menjadi gembala biri-biri, akan tetapi saya mohon dengan sangat jangan hendaknya saya Anda pandang sebagai biri-biri Anda! Old Wabble tidak akan pernah menjadi orang yang saleh, it's clear." Kebiasaannya mengakhiri kata-katanya dengan "it's clear" itu sampai kini saya pandang sebagai kebiasaan yang lucu. Akan tetapi pada saat ini mual hati saya mendengar perkataan itu. Bahkan saya merasa bahwa rasa simpati saya terhadap dia kini sudah jauh berkurang. Saya menjawab: "Biri-biri atau bukan biri-biri, mudah-mudahan tidak akan tiba saatnya Anda merasa kena bencana tanpa dapat diselamatkan lagi, sehingga Anda akan minta kepada saya agar saya menjadi gembala Anda." "Kalau sampai begitu, Anda akan mendengarkan doa saya dan akan membawa saya ke padang rumput yang hijau, Sir?" "Ya, tentu, biarpun saya akan membawa jiwa saya dalam bahaya yang besar. Tetapi sudahlah. Jangan kita mempercakapkan soal ini lagi." Old Surehand dan orang-orang Apache sudah berhenti, karena mereka melihat bahwa Old Wabble dan saya berhenti. Karena itu saya memberi tanda supaya berjalan terus. Old Wabble berjalan di belakang saya; Old Surehand sekarang menggantikan tempatnya. Akan tetapi untuk sementara ia tidak membuka mulutnya. Saya merasa sedih sekali. Belum pernah saya merasa seperti itu. Saya menaruh belas kasihan yang besar sekali terhadap tua bangka yang sudah sesat itu. Ia pernah disebut orang, raja Cowboy! Itukah barangkali yang membuat dia bersikap congkak! Peringatan saya tadi saya ucapkan tanpa sengaja sama sekali. Mengapa saya berkata begitu, tiadalah saya ketahui. Rupa-rupanya itu adalah kehendak yang lebih tinggi daripada kehendak saya. Demi kemudian ternyata bahwa ramalan saya itu benar-benar terjadi, maka terasalah oleh saya seakan saya yang menyebabkan kematian orang tua ini dengan sangat mengerikan. Lama sesudah itu pikiran itu masih menggoda saya. Old Surehand berjalan di sisi saya dengan berdiam diri. Ia mendengarkan percakapan saya dengan Old Wabble; rupa-rupanya semua itu direnungkannya. Akhirnya ia bertanya: "Bolehkah saya mengganggu Anda, Sir? Saya melihat bahwa Anda sedang termenung." "Silakan. Saya merasa senang Anda bebaskan dari renungan saya." "Anda tahu bahwa saya sudah banyak sekali mendengar orang bercakap-cakap tentang Anda. Dan saya seringkali pula mendengar bahwa Anda adalah orang yang saleh." "Adakah sifat saya itu menjadi tertawaan orang?" "Tidak, tidak pernah. Biasanya Anda membuktikan kepercayaan Anda itu dengan perbuatan, tidak dengan kata-kata. Itulah yang sangat mengesan. Itu pula yang sudah saya saksikan. Akan tetapi belum pernah saya mendengar Anda berbicara dengan saya tentang agama." "Barangkali perlu juga." "Karena itu tidak perlu." "Bagaimana?" "Karena... hm! Sir, adakah hidup Anda ini jalannya selalu tenang saja? Sebagai anak, Anda pernah mendengar tentang adanya Tuhan Yang Esa dan Anda percaya. Anda belum pernah merasa bimbang; kepercayaan yang Anda peroleh sebagai kanak-kanak itu masih hidup terus dalam hati Anda! Saya rasa bahwa dugaan saya ini tidak salah." "Anda salah. Tidak ada ketenangan yang tidak didahului oleh perjuangan. Kehidupan batin saya tidak kurang menggelora daripada kehidupan jasmaniah saya. Arus jiwa tidak selalu memercik dengan tenang pada tepi, melainkan seringkali menempuh riak, menempuh batu-batuan, melalui tanah dangkal dan menjadi banjir." "Kalau begitu Anda pernah juga berjuang di dalam batin?" "Ya, bahkan berjuang dengan segala tenaga saya. Akan tetapi perjuangan itu selalu saya lakukan dengan sungguh-sungguh. Ada berkian-kian manusia yang hidup tanpa kesadaran. Mereka tidak memperdulikan ada tidaknya Tuhan. Itu sangat menyedihkan. Bagi saya tujuan tertinggi daripada hidup ini ialah memperoleh pengertian dan kesadaran itu. Saya merasa berbahagia sekali mempunyai orang tua yang dikaruniai kepercayaan terhadap Tuhan. Saya adalah kesayangan nenek saya yang mencapai umur sembilan puluh enam tahun. Nenek itu percaya kepada Tuhan. Saya dipimpinnya ke hadirat Tuhan serta diinsafkannya akan kebesarannya. Kepercayaan mendalam masa kanak-kanak itu adalah suatu karunia yang mengagumkan; kepercayaan akan cinta semesta! Sebagai anak kecil tiap-tiap malam saya memanjatkan permohonan yang kecil-kecil. Masih teringat oleh saya bahwa pada suatu hari adik saya menderita sakit gigi. Tidak ada obat yang dapat meredakan sakitnya. Maka adik saya itu saya bujuk-bujuk: 'Pauline, adikku, saya akan pergi tidur dan akan saya katakan kepada Tuhan betapa adik menderita sakit. Perhatikanlah, nanti sakit Anda akan hilang! Barangkali Anda akan menertawakan saya. Sir, apabila saya katakan bahwa sakit gigi adik saya itu betul-betul hilang.'" "Sama sekali tidak terpikir oleh saya untuk menertawakan Anda!" "Masih banyak lagi yang dapat saya ceriterakan kepada Anda tentang permohonan-permohonan saya yang ajaib-ajaib. Seringkali saya merasa seakan- akan setiap permohonan saya didengarkannya; walaupun banyak sekali yang tidak terkabul, akan tetapi saya selalu merasa lega, seakan-akan hati saya merasa damai. Kemudian saya bersekolah. Ada beberapa di antara guru-guru saya yang dengan ajarannya menggoncangkan kepercayaan saya. Saya mempelajari bahasa Hibrani, bahasa Arab, bahasa Yunani dan sebagainya untuk dapat membaca kitab-kitab suci dalam tulisan yang asli. Kepercayaan masa kanak-kanak itu menjadi hilang; saya menjadi sangsi oleh uraian dengan kata-kata yang bersifat ilmiah itu. Dari hari ke hari makin tipis kepercayaan saya. Akan tetapi Tuhan bersifat rahim; saya dipimpinnya ke arah pengakuan kembali bahwa kepercayaan masa kanak-kanak itu adalah yang sebaik- baiknya. Kemudian saya membuat perjalanan-perjalanan yang jauh dan saya bertemu dengan pengikut agama-agama lain. Saya bukanlah orang Kristen yang menyangka bahwa agamanya melebihi segala agama yang lain, melainkan saya mempelajari Qur'an, Veda, ajaran Zarathustra dan buku-buku suci yang lain. Membaca buku-buku tersebut tidak menggoncangkan kepercayaan saya, bahkan sebaliknya, persamaan-persamaan yang saya jumpai antara agama Kristen dan agama-agama besar yang lain membuat saya menjadi orang Kristen yang lebih baik. Demikianlah kepercayaan masa kanak-kanak itu mendapat pelbagai percobaan, akan tetapi akhirnya tetap utuh, sehingga kini memenuhi isi hati saya." "Anda percaya bahwa kepercayaan itu akan tetap utuh selama-lamanya?" "Selama-lamanya!" Jawab saya itu saya berikan dengan sungguh-sungguh. Saya mulai menduga bahwa sahabat saya pemburu prairi mengalami perjuangan batin, sedang mencari kembali kebenaran yang dahulu barangkali dimilikinya, akan tetapi kemudian menjadi hilang. Ia mengulurkan tangannya serta berkata: "Sir, maukah Anda berjanji demi. kenang-kenangan Anda akan nenek Anda yang Anda sayangi itu, bahwa Anda bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya menurut keyakinan Anda yang sebenarnya?" "Inilah tangan saya; saya berjanji. Apa yang hendak Anda tanyakan?" "Betulkah... Tuhan... itu... ada?" Kata-kata itu diucapkannya terpisah-pisah dan tiap-tiap kata ditekannya. Old Surehand bersungguh-sungguh. Nyatalah bahwa ia sedang berjuang, berjuang dengan segala usaha, akan tetapi tidak memperoleh kemenangan. "Ya," jawab saya dengan singkat akan tetapi dengan tekanan. "Anda percaya bahwa Anda akan melihat kembali nenek Anda, bahwa sesudah hidup ini akan ada hidup sesudah kita mati?" "Ya!" "Buktikanlah!" "Ya, saya dapat membuktikannya, sebab saya ada mempunyai dua saksi yang kejujurannya tak usah Anda sangsikan." "Siapakah dua orang itu?" "Yang satu mahatinggi kedudukannya yang satu biasa saja. Mereka itu Tuhan sendiri dan saya." Ia menundukkan kepala, lalu berdiam diri beberapa lamanya. "Adakah Anda merasa tersinggung bahwa saya sekaligus menyebutkan nama yang mahatinggi dan nama seorang manusia belaka yang berjalan di sebelah Anda?" tanya saya, oleh karena ia tetap berdiam diri. "Tidak, tetapi saya tidak mengerti apa yang Anda maksud." "Tuhan berkata dengan kata-kata dan karya. Barangsiapa memasang kedua telinga dan matanya, niscaya akan mengakui kebenaran yang sudah saya ucapkan itu." "Dan Anda?" "Itu suara hati saya." "Itu Anda katakan dengan tenang dan sederhana, akan tetapi walaupun begitu isi kata-kata Anda itu sangat dalam. Ah, sekiranya Tuhan memperkenankan hati saya berbicara seperti hati Anda!" "Mohonlah kepada Tuhan; maka suara Tuhan akan kedengaran oleh Anda." "Dahulu itu mungkin; sekarang sudah tidak mungkin lagi." Kalimat itu diucapkannya dengan suara yang mengandung keinginan besar. "Dahulu Anda percaya, Mr. Surehand, tetapi kemudian kepercayaan itu hilang?" "Ya, hilang sama sekali. Siapakah yang akan mengembalikan kepercayaan itu?" "Tidak lain daripada Dia yang mengemudikan perasaan hati dan yang mengatakan: Saya adalah jalan kebenaran, keselamatan dan kehidupan! Anda menghendaki kebenaran, Sir! Itu tidak akan Anda peroleh dengan berpikir atau dengan belajar; tetapi jangan Anda putus asa, pada suatu ketika kepercayaan itu akan datang kembali dengan tiba-tiba. Saya yakin!" Ia menjabat tangan saya lagi lalu berkata: "Tolonglah saya, Mr. Shatterhand!" "Untuk itu saya terlalu lemah. Pertolongan yang sebenarnya hanya terletak di tangan Tuhan. Saya tidak tahu apa yang sudah Anda alami, yang membuat Anda kehilangan kepercayaan itu. Akan tetapi katakanlah kepada saya Mr. Surehand, adakah Anda menyangka bahwa Anda adalah Tuhan?" "Tidak." "Tetapi tampaknya begitu, sebab Anda sudah berani berbantah dengan Tuhan. Itu hanya dapat dijalankan oleh dua pihak yang sama tinggi kedudukannya. B arangkali Anda banyak sekali menderita. Tetapi ingatlah: bolehkah seorang anak yang dipukul oleh ayahnya mengatakan kepada ayah itu: hai, kemarilah dan katakanlah kepada saya dengan hak apa Anda memukul saya. Berilah saya tanggungjawab!" "Saya... tidak selayaknya... mendapat... pukulan itu," jawabnya dengan ragu-ragu. "Tidak selayaknya? Adakah Anda mempunyai hak untuk mempertimbangkannya. Adakah Anda mengira bahwa Anda satu-satunya manusia yang diperlakukan dengan tidak adil oleh nasib? Bukankah ada beribu-ribu orang lagi yang lebih menderita daripada Anda? Adakah Anda mengira bahwa saya tidak pernah menderita? Saya dilahirkan sebagai seorang anak yang lemah dan sakit-sakitan. Umur lima tahun saya baru pandai merangkak, belum dapat bangkit, jangan lagi berjalan. Adakah itu nasib yang selayaknya bagi saya? Tetapi lihatlah sekarang Old Shatterhand! Adakah Anda mengira bahwa inilah anak yang lemah dan sakit-sakitan itu? Adakah itu nasib yang buta, tiga kali mata saya dibedah dokter Adakah itu nasib yang selayaknya bagi saya? Saya tidak menggerutu sebagai Anda, melainkan menyerah kepada Tuhan, karena saya insaf bahwa hanya Tuhan yang dapat menolong saya, memimpin saya ke jalan yang benar. Ketika saya bersekolah, berpekan-pekan lamanya saya hanya makan roti kering belaka, oleh karena orang tua saya bukan orang yang berada dan tidak ada orang lain yang dapat atau mau menolong saya. Tetapi harga diri saya melarang saya pergi minta-minta. Dengan jalan bekerja mempergunakan tangan saya dan memberi pelajaran privat, saya dapat memperoleh nafkah saya, sedangkan teman-teman saya yang lain mengobral- obralkan uang orang tuanya. Malam hari kadang-kadang saya belajar di bawah lampu di pinggir jalan, oleh karena saya tidak mampu membayar uang listrik. Adakah itu nasib yang selayaknya bagi saya? Saya tidak pernah berutang. Hanya kepada dua pihak saya merasa berutang, yaitu kepada Tuhan dan kepada diri saya sendiri. Tuhan mengaruniai saya dengan bakat yang baik dan saya telah menuntut dari diri saya penderitaan yang besar, agar saya dapat menunaikan kewajiban saya. Kemudian, ketika saya membuat perjalanan-perjalanan yang jauh, acapkali saya bertanya pada diri saya sendiri adakah nasib yang saya alami pada saat itu nasib yang selayaknya bagi saya? Akan tetapi semua itu berakhir dengan baik dan saya mengucap syukur." Saya berhenti berbicara. Old Surehand memandang ke depan tanpa berkata apa-apa. Karena itu saya melanjutkan perkataan saya: "Barangkali Anda merasa heran mengapa saya berbicara sepanjang itu, akan tetapi apabila saya mendengar orang menggerutu karena tidak merasa puas akan nasibnya, maka saya merasa terpaksa mengatakan apa yang sudah saya katakan tadi. Terhadap Tuhan saya tidak mempunyai hak, tidak dapat merasa berjasa, melainkan hanya mempunyai kewajiban. Setiap hari saya harus mengucapkan syukur bahwa ia telah menciptakan saya untuk mempersiapkan saya dalam dunia ini untuk kehidupan yang lebih tinggi kelak." "Ah, alangkah saya akan merasa berbahagia sekiranya dapat berbuat begitu juga!" demikian kata Old Surehand dengan mengeluh. "Anda sudah berjuang dan jiwa Anda merasa puas. Akan tetapi saya diombang-ambingkan oleh nasib dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dengan demikian saya sudah kehilangan sauh yang mengikat saya pada tanah tumpah darah saya." "Anda akan menemukan apa yang Anda cari, asalkan Anda mau tetap mencari dengan kesungguhan dan kejujuran. Semuanya itu akan Anda temukan di dalam kepercayaan kepada Tuhan. Tadi Old Wabble sudah berani mengatakan bahwa ia tidak akan memerlukan Tuhan. Saya berharap moga-moga Anda tidak akan mengambil teladan kepada cowboy tua itu." "Jangan khawatir, Mr. Shatterhand! Saya bukan orang yang mengingkari Tuhan, saya hanya kehilangan kepercayaan kepada-Nya, tetapi saya berusaha untuk mendapatkan kembali." "Tuhan akan menyongsong Anda. Tuhan akan memberi Anda kesempatan menjumpainya." "Itulah harapan saya yang sebesar-besarnya. Tetapi marilah pokok pembicaraan ini kita tinggalkan. Hati saya sudah merasa lega, pengharapan saya sudah hidup kembali sejak saya berjabatan tangan dengan Anda tadi. Anda telah menyalakan pelita yang dapat saya pergunakan untuk menempuh jalan yang benar dalam usaha saya mencari kepercayaan itu." Kata-kata itu sangat menyenangkan hati saya. Mungkinkah saya kelak menyaksikan bahwa dengan bantuan saya Old Surehand akan mendapatkan apa yang dicarinya? Saya yakin bahwa ia telah mengalami percobaan dan penderitaan yang besar sekali, sehingga ia kehilangan kepercayaan. Soal itu selalu dirahasiakannya. Ah, sekiranya ia mau mengatakan! Tanpa saya ketahui sendiri saya telah mendapat dugaan bahwa saya telah mendapatkan jejak yang dapat menunjukkan jalan kepada apa yang dicarinya. DI POHON SERATUS Perjalanan kami berlangsung tanpa gangguan. Menjelang pagi kami berhenti untuk memberi kuda kami kesempatan melepaskan lelah. Setelah hari menjadi terang maka di sebelah kiri kami melihat tonggak-tonggak yang pertama dan kami menjumpai jejak Winnetou dan prajurit-prajuritnya. Kini mereka niscaya telah bertemu dengan Bloody Fox. Satu kilometer jauhnya dari tempat ini kami melihat tonggak yang kedua. Apabila kami mengikuti tonggak- tonggak ini maka segera kami akan sampai ke tujuan kami. Tempat tujuan kami itu oleh orang Apache disebut Gutes Nonti Khai, oleh orang Comanche, Suksma Lestavi, kedua-duanya berarti Pohon Seratus. Hutan belukar itu letaknya di pinggir padang pasir. Batas antara Llano dan padang rumput di sebelah baiat tidaklah merupakan suatu garis lurus. Di sana sini batas itu berkeluk dan pada keluk serupa itulah terletak hutan belukar yang disebut Pohon Seratus. Tempat itu mempunyai bentuk ladam kuda yang dindingnya agak tinggi. Di bagian belakangnya ada sebuah batang air yang memuntahkan airnya ke dalam suatu kolam yang garis tengahnya kira-kira tujuh meter panjangnya. Dari kolam itu air mengalir terus ke arah padang pasir dan di sanalah air itu menghilang di bawah pasir Karena ada air itu maka tempat itu di sana sini ditumbuhi rumput, sehingga kuda kami mendapat kesempatan untuk makan. Dinding yang menanjak ke belakang itu ditumbuhi semak-semak belukar dan di sana-sini ada pula pohon- pohonan. Pohon-pohon itulah yang memberi bahan kepada Schiba Bigk untuk membuat tonggak yang dipergunakannya untuk menunjukkan jalan ke waha kepada orang-orang Comanche yang akan datang di belakangnya. Di sana kami melihat sisa ranting dan batang yang telah ditebangnya. Sampai ke kolam kami turun untuk minum dan kemudian baru kuda kami beri kesempatan pula untuk minum. Kemudian kuda itu kami lepaskan supaya dapat makan rumput. Untuk menjaga keamanan maka saya suruh beberapa orang Apache memanjat lereng untuk menjenguk ke arah barat, kalau-kalau Vupa Umugi datang dengan pasukannya. Kami bermaksud hendak berhenti di sini hanya beberapa jam saja; kami tidak boleh tinggal lebih lama lagi. Setelah waktu itu lewat, maka kuda kami suruh minum lagi, lalu kami naik kembali. Kami harus segera pergi ke tempat di mana kami akan bermalam. Tempat itu letaknya kira-kira dua mil Inggris di sebelah Utara Pohon Seratus dan merupakan sebuah lembah kecil yang agak menyerupai lembab tanah pasir di mana kami menangkap Schiba Bigk dengan pasukannya. Tempat itu tidak ditumbuhi rumput, melainkan gundul sama sekali. Karena itu maka orang-orang Comanche niscaya tidak akan memilih tempat itu sebagai tempat bermalam. Lain daripada itu di sana kami boleh merasa aman, sebab dari luar lembah kami tidak dapat dilihat orang. Setiba di tempat itu kami tambatkan kuda kami, lalu kami berbaring di atas pasir. Tentu saja kami memasang penjagaan yang harus berbaring di pinggir lembah untuk menjenguk kedatangan Vupa Umugi dan pasukannya. Menurut keterangan Schiba Bigk orang-orang Comanche itu dapat diharapkan datang malam itu juga. Saya berharap dengan sangat mudah-mudahan mereka jangan terlambat datang, sebab tempat kami bermalam itu jauh daripada menyenangkan. Pengharapan saya itu segera terkabul. Matahari belum lagi terbenam maka seorang penjaga kami berseru: "Uf! Naiini an khuan peniyil! Orang-orang Comanche datang!" Saya mengambil teropong saya dan bersama-sama dengan Surehand mendaki lereng lembah. Ya, mereka datang. Nyata sekali bahwa mereka merasa aman. Mereka tidak berjalan secara Indian, yaitu berjalan berurutan, melainkan berkelompok-kelompok. Mereka berjalan ke arah Timur; akhirnya tidak kelihatan lagi. Kami perlu mengetahui adakah mereka menjumpai jejak kami. Itu sangat boleh jadi, akan tetapi barangkali mereka tidak akan memperhatikannya. Jejak itu akan disangkanya jejak pasukan Schiba Bigk, sebab kami semuanya memakai mocasin. Sekiranya mereka menaruh curiga, maka mereka pasti akan pergi ke tempat kami. Sejam lamanya kami menunggu akan tetapi tidak seorang pun tampak. Setelah matahari terbenam sama sekali, kami tidak usah merasa khawatir lagi. Karena itu kami kembali ke tempat teman-teman kami. Pada hemat saya orang-orang Comanche itu akan berangkat pagi-pagi benar Dengan demikian dapatlah kami harapkan bahwa mereka akan lekas pergi tidur. Sejam sesudah matahari terbenam pergilah saya dengan Old Surehand untuk menyelidik. Kami mengikuti jejak kami sendiri, lalu menyelidiki seluruh daerah Pohon Seratus untuk mengetahui adakah orang-orang Comanche itu memasang penjagaan. Kami tidak menjumpai orang Comanche, jadi Vupa Umugi merasa aman sekali. Di bawah, kami melihat beberapa api kecil. Rupa-rupanya ketua suku itu sedang duduk berunding. Prajurit-prajuritnya duduk sebelah-menyebelah kolam air. Kami tidak melihat kuda, barangkali oleh karena hari sudah gelap sekali. Adakah mereka memasang penjagaan di sebelah Llano, itu tidak dapat kami lihat juga, akan tetapi itu tidak perlu kami hiraukan sebab kami tak usah pergi ke sana. Tugas kami sekarang ialah merangkak sedekat-dekatnya pada tempat duduk ketua suku, agar apabila mungkin dapat mendengarkan percakapan mereka. Kami menyuruk-nyuruk dan merangkak-rangkak melalui semak-semak; dalam pada itu menjaga agar kami jangan membuat bunyi. Kami maju dengan perlahan-lahan sekali. Baru sesudah satu jam sampailah kami di belakang semak-semak yang lebat, yang letaknya sedemikian dekat pada kolam sehingga kami dapat mendengarkan percakapan orang-orang Comanche sekiranya mereka bercakap-cakap. Akan tetapi mereka tidak berbuat begitu. Mereka duduk berdiam diri dengan tidak bergerak-gerak. Kami mencium bau daging yang dibakar, jadi mereka sedang menyiapkan makanan malam. Kami menunggu seperempat jam lagi. Sekeliling kami sunyi senyap; hanya sekali-kali ada orang Indian menggerakkan tangannya untuk melemparkan kayu ke atas api. Old Surehand sudah menyentuh tangan saya untuk bertanya tiadakah lebih baik kami pulang saja, akan tetapi pada saat itu kami mendengar orang Comanche berteriak di luar tempat perhentian mereka. Kemudian teriak itu disambut dari beberapa pihak. Rupa-rupanya mereka melihat sesuatu yang menimbulkan curiga. Sebentar kemudian seluruh perkemahan itu menjadi gempar. Vupa Umugi melompat bangkit; orang-orang yang menemani dia duduk di situ berbuat begitu juga. Makin lama makin ramai suara orang berteriak-teriak. Menilik kegaduhan itu agaknya mereka sedang mengejar orang. Saya merasa cemas. "Apakah itu?" tanya Old Surehand dengan berbisik-bisik. "Saya kira mereka sedang mengejar orang," jawab saya dengan berbisik juga. "Ya, tidak salah lagi. Siapakah yang dikejar itu? Jangan-jangan.... " Ia tidak menyelesaikan kalimatnya. "Apa yang hendak Anda katakan?" tanya saya. "Tidak apa-apa, Sir. Itu tidak masuk akal!" "Apa yang tidak masuk akal?" "Bahwa... akan tetapi tidak, itu mustahil!" "Itu mungkin juga. Saya tahu apa yang Anda maksud. Old Wabble!" "Astaga! Pendapat Anda begitu juga." "Hanya dia seorang yang dapat berbuat sebodoh itu." "Ya, ia gemar sekali pergi menyelidik. Dengarkanlah!" Dari sebelah kiri kami ada orang berseru: "Sim tavo... orang!" Kemudian kami mendengar beberapa orang berseru dari sebelah kanan: "Sim polih — kuda!" Kemudian menjadi sunyi kembali. Kami mendengar sesuatu bergerak ke arah kami. Ada orang atau barang dibawa ke tempat ketua suku. Apakah itu? Agar dapat mengetahuinya, kami tidak usah menunggu lama. Apa yang kami khawatirkan tadi kini ternyata benar. Beberapa orang Comanche membawa... Old Wabble. Ia sudah dilucuti senjatanya dan sudah terikat. Sebentar kemudian datang pula orang membawa kudanya. Old Wabble telah mengikuti kami, akan tetapi... dengan berkuda. Gilakah ia? Bahwa ia dapat bertindak melawan disiplin, itu sudah dapat saya duga, sebab sudah beberapa kali saya alami. Akan tetapi bahwa ia pergi menyelidik dengan menunggangi kuda, itu adalah suatu kebodohan yang tidak saya sangka-sangka. D engan perbuatan yang bodoh itu bukan saja ia membahayakan dirinya sendiri, melainkan membahayakan kami semua. Orang-orang Comanche tentu akan mengira bahwa ia tidak seorang diri di sini, melainkan berteman. Untuk menjaga keamanan kami maka sesungguhnya kami harus segera pergi, akan tetapi baikkah itu? Bukankah kami justru harus tinggal di situ untuk mengetahui apa yang sudah terjadi? Cowboy tua itu betul selalu tidak hati-hati, akan tetapi ia orang cerdik. Barangkali ia dapat menipu, orang-orang Comanche. "Uf, Old Wabble!" seru Vupa Umugi, ketika ia melihat bekas cowboy itu. "Di mana orang itu Anda tangkap?" Orang kulit merah yang ditanyai itu menjawab: "Ia berbaring di rumput dan merangkak sebagai coyote yang sedang memburu mangsanya. Kuda kita menjadi gelisah, karena mencium bau kuda yang ditambatkannya di luar tempat penjagaan kita." "Adakah ia memberi perlawanan?" "Pshaw! Ia hendak lari, tetapi kami giring kian-kemari sebagai anjing. Ketika kami tangkap ia tidak berani memberi perlawanan." "Adakah Anda melihat orang kulit putih yang lain?" "Tidak." "Pergilah segera mencari jejak mereka. Orang kulit putih ini mustahil berkeliaran seorang diri di pinggir Llano Estacado." Prajurit Comanche itu pergi memenuhi perintah ketua sukunya. Vupa Umugi duduk kembali dengan tenang, seakan-akan tidak ada sesuatu yang terjadi. Ia memandang Old Wabble yang diikat den dua orang kulit merah. Ketua suku itu mencabut pisaunya serta mencocokkannya ke dalam tanah. Kemudian ia berkata: "Saya mencocokkan pisau saya. Pisau itu dapat membunuh Anda, akan tetapi dapat pula memberi Anda ampun. Itu tergantung kepada sikap Anda. Sekiranya Anda mau berkata benar, maka Anda akan diampuninya." Raja cowboy itu melayangkan pandangan ke sekelilingnya, mengetahui bahwa kami ada di dekat mereka. Ia mencari kami. Untung dengan segera ia menarik kembali pandangannya. Sekiranya ia bersikap kurang hati-hati, maka dengan demikian ia dapat membuat orang-orang Comanche itu mengetahui bahwa kami ada di dekat mereka. "Di mana teman-teman Anda?" tanya ketua suku itu. "Saya tidak berteman," jawab orang tua itu. "Bohong! Mereka akan kami cari." "Anda tidak akan menemukan apa-apa." "Sekiranya nanti terbukti bahwa Anda berbohong, maka Anda akan mati dengan penderitaan yang hebat," "Silakan mencari; saya tidak menaruh keberatan apa-apa!" "Apa kerja Anda di pinggir Llano Estacado ini. Barangkali Anda akan mengatakan juga bahwa Anda datang ke mari untuk berburu?" "Tidak, Old Wabble tidak sebodoh itu. Akan tetapi sesungguhnya memang begitu." "Hendak berburu apa Anda di sini? Di sini tidak ada binatang perburuan." "Ada, bahkan banyak; binatang berkulit merah, yakni Indian. Saya datang ke mari untuk memburu Anda." Luarbiasa keberanian Old Wabble. Barangkali ia mengandalkan kami. Rupanya ia yakin bahwa kami ada di dekatnya dan mendengar apa yang dikatakannya. Barangkali juga ia yakin bahwa kami tidak akan membiarkan dia dalam keadaan yang sekarang ini. Akan tetapi apabila ia menggunakan akal sehat, ia harus tahu bahwa dugaan itu salah. Apabila ia sebagai anak kecil telah masuk ke dalam pelukan orang Comanche, maka ia harus mengetahui sendiri bagaimana ia dapat keluar. Terutama sekali kami harus menjaga keamanan kami sendiri, Bahkan kami harus waspada, jangan hendaknya kami sendiri tertangkap. Untuk membebaskan Old Wabble tidak boleh kami dengan sembrono sekali membahayakan rencana kami. Ketua suku Comanche itu rupanya tidak menduga sama sekali bahwa cowboy tua itu akan memberi jawab seberani itu. Ia mengerutkan dahi lalu bertanya dengan curiga: "Mengapa Anda memakai mocasin?" "Mocasin ini saya rampas dari seorang prajurit Nale Masiuv dan saya pergunakan agar jangan saya meninggalkan jejak yang mencurigakan, apabila saya menjalankan tugas saya sebagai mata-mata." Kini Vupa Umugi mulai mengancam: "Old Wabble jangan hendaknya membuat saya marah!" "Mengapa Anda mengancam? Anda menghendaki agar saya berkata benar!" "Ya, akan tetapi Anda tidak berbuat begitu. Kata Anda, Anda datang kemari untuk memburu kami. Dapatkah satu orang saja memburu sepuluh kali lima belas orang kulit merah?" "Tidak. Akan tetapi saya datang kemari hanya sebagai mata-mata saja. Teman-teman saya akan menyusul. Dan baiklah saya memberi Anda peringatan! Sekiranya Anda berani menyentuh rambut saya, maka teman-teman saya itu akan membalas secara bengis." "Pshaw! Siapakah teman-teman Anda itu, maka Anda berani mengancam?" "Sesungguhnya tidak boleh saya katakan, sebab Anda tentu tidak menyangka bahwa mereka itu sedang mengejar Anda. Akan tetapi saya merasa bergirang hati dapat membuka mata Anda. Itu bukan kesalahan, oleh karena Anda tiada mungkin akan dapat mengelakkannya." Dengan air muka yang menunjukkan kemenangan ia berkata lagi: "Kenalkah Anda ketua suku yang bernama Nale Masiuv? Ia berani menyerang serdadu-serdadu kulit putih, maka kini ia sudah dikalahkan." "Uf!" jawab Vupa Umugi. "Kemudian ia sudah bertindak tidak hati-hati sekali dengan mengirimkan utusan kepada Anda. Tentara orang kulit putih itu sudah mendapatkan jejak Anda dan Anda telah diikutinya." "Uf!" "Serdadu-serdadu itu mengikuti jejak orang Comanche sampai ke Air Biru di mana Anda berkemah. Anda sudah meninggalkan tempat itu. Kini mereka sedang mengejar Anda dan saya disuruhnya berjalan lebih dahulu untuk mengetahui di mana Anda malam ini berhenti. Betul Anda telah menangkap saya, akan tetapi Anda harus membebaskan saya lagi. Kalau tidak, Anda akan dibinasakannya sampai prajurit yang terakhir." "Alhamdulillah!" demikian kata saya kepada diri saya sendiri. Itulah satu-satunya dalih yang dapat dipergunakannya. Hanya secara itu belaka ia dapat mengelakkan curiga mereka. Dengan demikian mereka barangkali akan mengira bahwa Old Wabble betul-betul hanya mengembara seorang diri. Ya, cowboy tua itu betul-betul orang yang cerdik. Namun begitu belum lagi hilang rasa jengkel saya. Vupa Umugi membuat gerak dengan tangannya secara mengejek, lalu berkata: "Old Wabble jangan hendaknya terlalu sombong dan mengira bahwa ia sudah menang. Ia terkenal sebagai pembunuh orang Indian dan kami semua tahu bahwa ia belum pernah memberi ampun kepada prajurit kulit merah. Kami bergirang hati bahwa ia sekarang sudah jatuh ke tangan kami dan kami akan berusaha sekeras-kerasnya jangan hendaknya dia dapat meloloskan diri. Ia akan mati pada tiang siksaan dan ia akan menderita sakit yang sehebat-hebatnya sebagai pembalasan terhadap sekian banyak pembunuhan yang telah dilakukannya." "Ya, kini Anda dapat berkata begitu; akan tetapi sebentar lagi keadaan akan berubah sama sekali," jawab Cutter dengan congkak. "Anjing, kurang ajar!" seru ketua suku itu. "Barangkali Anda mengira bahwa kami belum mengetahui apa yang Anda ceriterakan itu. Serdadu-serdadu itu sampai kini adalah pihak yang menang, akan tetapi tidak lama, sebab Nale Masiuv telah mendapat tambahan prajurit seratus orang lagi." "Ah!" seru Old Wabble, seolah-olah ia kecewa. "Ya," demikian ketua suku itu menyambung. "Dan kami sudah mengetahui juga bahwa anjing-anjing kulit putih itu mengejar kami. Itu kehendak kami sendiri, sebab mereka dapat kami binasakan. Percayalah bahwa kami sudah menyediakan perangkap bagi mereka sehingga mereka tak akan dapat lolos." "Ya, sekiranya kami bodoh dan tidak mengetahui maksud Anda." "Anda telah masuk ke dalam perangkap kami!" "Karena itu maka serdadu-serdadu itu akan lebih bersikap hati-hati lagi." "Mereka pun akan masuk perangkap; mereka tak akan dapat berbuat lain. Kami meninggalkan Air Biru justru dengan maksud agar serdadu-serdadu itu mengikuti kami. Kami akan segera berangkat untuk memikat mereka kepada pasir di mana mereka akan binasa." "Binasa? Mereka akan melawan dan mereka akan menang!" "Mereka tidak akan mendapat kesempatan untuk berperang. Serdadu-serdadu itu akan kami pikat masuk sejauh-jauhnya ke dalam padang pasir di mana tidak ada air. Di sana mereka akan mati kehausan sehingga perlawanan tidak ada gunanya lagi. Besok pagi mereka akan datang ke mari, akan tetapi kami sudah tidak ada di sini lagi dan mereka akan mengikuti jejak kami. Di belakang mereka akan menyusul pasukan orang Comanche yang dipimpin oleh Nale Masiuv. Dengan demikian, maka serdadu-serdadu kulit putih itu akan terjepit antara dua pasukan Comanche, atau lebih tegas lagi antara lapar, haus dan bedil-bedil kami dan mereka akan tumpas sebagai coyote." "Thunderstorm!" seru Old Wabble sambil berbuat pura-pura takut sekali. "Ya, Anda terkejut dan takut!" kata ketua suku itu sambil tertawa. "Kini Anda mengetahui bahwa Anda tidak berdaya lagi. Akan tetapi ada satu hal lagi yang masih hendak kami rundingkan dengan Anda. Di manakah teman-teman Anda orang kulit putih yang bersama-sama dengan Anda datang ke Air Biru?" "Orang-orang kulit putih? Siapa yang Anda maksud?" "Old Shatterhand, selanjutnya Old Surehand yang Anda rampas dari tangan kami dan orang-orang kulit putih yang lain." "Bagaimana saya tahu? Kami sudah berpisah." "Bohong, Anda tidak mau mengatakan bahwa mereka sudah menggabungkan diri dengan tentara kulit putih!" "Menggabungkan diri dengan tentara? Masakan mereka mau. Old Shatterhand bukanlah orang yang mau menggabungkan diri dengan serdadu dan dengan demikian akan kehilangan kebebasannya. Adakah Anda barangkali mengira bahwa Old Shatterhand mau merendahkan diri menjadi mata-mata mereka?" "Ya, Old Shatterhand terlalu congkak untuk berbuat begitu," kata Vupa Umugi. "Bukan itu saja. Ia adalah sahabat orang kulit putih dan orang kulit merah. Bagaimana ia akan mau mencampuri peperangan antara orang kulit putih dan orang kulit merah!" "Uf! Itu benar juga." "Bukankah ia sudah mengikat tali perdamaian dengan Anda di Air Biru?" "Itu benar juga. Akan tetapi di mana ia sekarang?" "Ia pergi ke Rio Pecos hendak menemui Winnetou di perkampungan orang Apache Mescalero." "Ia berjalan seorang diri saja?" "Tidak, orang-orang yang lain ikut." "Mengapa Anda tidak ikut?" "Oleh karena saya harus kembali ke tentara orang kulit putih, oleh karena saya penyelidik mereka." "Betul-betulkah Anda berjalan seorang diri saja? Saya tidak percaya. Kata-kata Anda yang terakhir menimbulkan curiga saya. Old Shatterhand bersama- sama dengan Anda." "Saya selalu mengira bahwa Vupa Umugi mempunyai akal sehat. Tidakkah ia mengetahui bahwa dengan kecurigaan itu ia telah membuka rahasianya sendiri? Bukankah Old Shatterhand lebih berharga daripada seratus orang prajurit? Bukankah Old Surehand begitu juga? Apabila orang-orang semasyhur mereka ada pada kami, tidakkah akan saya katakan itu kepada Anda supaya Anda menjadi takut, dan agar Anda tidak akan menyiksa saya?" "Uf!" kata ketua suku itu sambil menganggukkan kepala. "Sekiranya saya dapat mengancam Anda dengan dua orang kulit putih itu, maka itu merupakan keuntungan besar bagi saya. Bahwa itu tidak saya kerjakan, hendaknya menjadi bukti bagi Anda bahwa mereka benar-benar tidak ada pada kami." "Uf!" "Jadi sekiranya saya hendak berbohong, maka lebih baik saya mengatakan, bahwa kedua orang kulit putih itu akan menolong saya daripada mengingkarinya. Jikalau Vupa Umugi tidak dapat memahaminya maka otaknya sudah tidak sehat lagi." "Anjing! Otak saya bukan urusanmu. Prajurit-prajurit saya akan menyelidiki seluruh daerah ini untuk mencari jejak. Ada atau tidak jejak itu, tidak akan dapat mengubah nasib Anda. Anda akan saya bawa, sebab seluruh rakyat Comanche harus menyaksikan bagaimana Anda menderita sakit dan menemui ajal Anda di tiang siksaan. Ha, itu dia sudah datang. Adakah Anda menemukan jejak?" Pertanyaan itu ditujukannya kepada seorang prajurit kulit merah yang baru saja datang. Prajurit itu menjawab: "Seluruh daerah ini telah kami selidiki, akan tetapi kami tidak menemukan jejak. Orang kulit putih ini tidak berteman." "Kalau begitu perbuatan itu harus ditebus dengan nyawanya. Ikatlah kakinya juga. Tariklah erat-erat, jangan sampai ia dapat bergerak! Ia harus dijaga oleh lima orang prajurit yang harus bertanggung jawab dengan nyawanya sendiri. Daerah di belakang kita ini hendaknya dijaga juga; jangan hendaknya kita bersikap kurang hati-hati." Kini kami harus lekas-lekas mengundurkan diri, supaya tidak terjebak oleh penjaga. Dengan cepat akan tetapi perlahan-lahan, kami mendaki lereng. Setelah tidak dapat dilihat lagi, maka kami berlari cepat-cepat. Kemudian kami dapat berjalan lebih lambat lagi. "Sir, apa pendapat Anda?" tanya Old Surehand. "Tolol benar si tua itu." "Sayang! Sesungguhnya Old Wabble ialah orang yang cakap dan sekiranya ia tidak selalu berbuat lancang maka ia berguna sekali bagi kita. Akan tetapi kini kita harus bersikap lebih hati-hati terhadap dia daripada terhadap seorang plonco. Orang itu tidak boleh kita bawa dalam suatu kelompok, sebab selalu ia membahayakan teman-temannya. Jikalau ia nanti sudah bebas kembali, biarlah ia meninggalkan kita. Sudah lama saya ingin berkenalan dengan dia, akan tetapi pengalaman membuktikan bahwa ia selalu mengecewakan. Kesenangan hati saya bertemu dan bergaul dengan dia kini sudah hilang sama sekali. Lebih senang saya ditemani oleh seorang plonco yang belum mempunyai pengalaman sama sekali. Seorang greenhorn selalu menurut perintah karena ia insaf akan kekurangannya. Tetapi bekas raja Cowboy ini merasa dirinya lebih unggul daripada orang lain dan karena itu hanya mau menuruti kehendaknya sendiri saja. Seorang Cowboy yang cakap boleh jadi pandai menunggang kuda dan pandai menembak, akan tetapi untuk dapat disebut penjelajah hutan orang memerlukan sifat-sifat dan kecakapan-kecakapan yang lain lagi!" Hati saya sudah jengkel sekali. Sekiranya pada saat itu kami belum tiba di tempat perhentian kami maka belum selesai saya menggerutu. Demi orang-orang Apache itu mendengar, bahwa Old Wabble telah tertangkap oleh orang-orang Comanche, maka orang yang tertua di antara mereka berkata: "Orang tua itu pergi tanpa izin kami. Dapatkah kami menghalang-halanginya?" "Tidak," jawab saya. "Ia tidak akan mau mendengarkan teguran Anda. Mengapa ia tidak berjalan kaki, mengapa ia menunggang kuda, tahukah Anda?" "Ya, kami tahu. Justru itulah satu-satunya yang dikatakan kepada kami. Ia hendak mendahului Anda." "Supaya nanti dapat membual dan berlagak. Nah, sekarang ia memperoleh alasan untuk melagakkan perbuatannya. Jagalah agar penjaga-penjaga kita sangat waspada. Kini kami hendak pergi tidur, sebab sebelum matahari terbit, kita sudah bangun." Lama sekali tak dapat saya memejamkan mata saya, sebab kejengkelan saya tak kunjung reda. Ketika pagi-pagi saya dibangunkan orang, belum hilang sama sekali kantuk saya. Kini kami harus mengintai gerak-gerik orang Comanche. Kami dapat melihat Pohon Seratus sebagai bayangan hitam, akan tetapi tidak dapat melihat orang Comanche. Karena itu maka saya mengambil teropong saya, lalu mengajak Old Surehand menemani saya mengintai orang-orang Comanche dari jarak yang lebih dekat. Separoh perjalanan kami berhenti. Di sana kami menunggu. Tidak berapa lama kemudian kami melihat orang-orang Comanche keluar dari semak belukar. Mereka berjalan berkelompok-kelompok lagi, tidak secara orang Indian berurutan yang satu di belakang yang lain. Nyatalah bahwa mereka bermaksud membuat jejak sejelas-jelasnya, agar tentara kavaleri nanti dapat mengikuti mereka dengan mudah. Dalam pada itu mereka menempuh jalan yang ditunjukkan oleh tonggak-tonggak yang dipancangkan oleh Winnetou. Justru itulah yang kami inginkan. Mereka menyangka bahwa tonggak-tonggak itu dipancangkan di sana oleh Schiba Bigk. Sedikit pun mereka tidak menaruh syak bahwa tempat tonggak-tonggak itu telah berubah. Setelah mereka menghilang di sebelah tenggara kami, maka lebih dari sejam kami menunggu dengan hati berdebar-debar. Maka kami melihat di sebelah barat sosok tubuh enam orang berkuda yang menuju ke Pohon Seratus. "Itulah serdadu kavaleri," kata Old Surehand. "Akan kita songsongkah mereka?" "Jangan. Sekali ini saya ingin berolok-olok. Komandan pasukan itu telah memperlakukan saya sebagai seorang plonco." "Tolol benar!" "Hm! Sebenarnya salah saya sendiri, oleh karena saya mengaku seorang pencari kuburan. Kini saya ingin mengetahui bagaimana sikap komandan nanti, apabila ia dengan tiba-tiba bersua dengan saya di Llano Estacado ini." "Jadi Anda akan seorang diri saja mendapatkan mereka?" "Orang-orang Apache akan saya tinggalkan, akan tetapi Anda boleh ikut." "Bagus! Saya ingin pula mengetahui apa yang akan dikatakannya demi ia mengetahui bahwa yang disangkanya pencari kuburan itu tiada lain daripada Old Shatterhand." Kami mengikuti gerak-gerik enam orang penunggang kuda itu dengan teropong. Mereka niscaya disuruh berjalan lebih dahulu untuk menyelidiki daerah Pohon Seratus. Setelah mereka mendekati tujuan mereka, maka mereka memencar. Mereka masuk ke dalam semak belukar. Kira-kira sepuluh menit kemudian kami melihat seorang dari mereka berjalan kembali dengan cepat sekali, rupa-rupanya akan melaporkan kepada komandannya, bahwa daerah Pohon Seratus itu telah ditinggalkan oleh musuh. Kira-kira setengah jam kemudian datanglah tentara kavaleri itu. Kami balik kembali ke tempat perhentian untuk mengambil kuda. Orang-orang Apache kami beri perintah agar mereka menyusul kami sejam kemudian. Kami berjalan cepat-cepat, akan tetapi demi kami dapat dilihat dari Pohon Seratus, maka kami berjalan lambat-lambat seperti orang yang tidak mempunyai maksud tertentu. Kira-kira seribu langkah jauhnya dari hutan belukar itu, maka kami melihat beberapa orang penjaga. Serdadu-serdadu yang lain belum dapat kami lihat, oleh karena mereka berkemah di belakang semak belukar. Penjaga-penjaga itu melihat kami. Seorang dari mereka masuk ke dalam semak-semak belukar, rupa-rupanya dengan maksud untuk memberitahukan kedatangan kami. Sebentar kemudian kami melihat banyak serdadu keluar dari semak-semak. Oleh karena kami hanya berdua saya dan kami bukan orang Indian, maka mereka menunggu, kedatangan kami dengan tenang. "Berhenti!" demikian penjaga yang paling depan berseru kepada kami. "Apa maksud Anda datang ke mari?" "Hendak beristirahat." "Siapakah Anda?" "Itu bukan urusan Anda; hanya opsir saja boleh menanyai kami!" "Oho! Saya berhak menanyai Anda dan Anda wajib menjawab pertanyaan saya. Kalau tidak mau maka Anda akan saya tembak!" "Cobalah! Sebelum Anda mengangkat bedil Anda, Anda sudah menjadi mayat!" Sementara itu bedil saya sudah saya bidikkan kepadanya. Saya berkata lagi: "Kita sama-sama mempunyai hak untuk datang ke mari. Kami boleh juga bertanya kepada Anda: Siapakah Anda? Untuk apa Anda datang ke mari? Lebih baik segera Anda katakan kepada kami siapa komandan Anda. Jangan kami Anda ganggu! Kami hendak pergi ke kolam air." Kami mengelilingi semak-semak untuk pergi ke kolam di mana sudah didirikan kemah komandan mereka. Penjaga itu tidak mengganggu kami lagi, akan tetapi serdadu-serdadu yang mendengar jawab kami sudah berlari-lari mendahului kami untuk memberitahukan kepada komandan mereka betapa kurang ajarnya sikap kami. Komandan itu berdiri di muka kemah dan mendengarkan laporan serdadu-serdadunya. Ia menyambut kami dengan dahi berkerut. Demi kami sudah dekat, maka segera ia mengenali saya, lalu berseru: "Hai, bukankah itu pencari kuburan kita! Kini saya mengerti mengapa ia bersikap sebodoh itu. Tahu apa ia tentang keadaan kita dan kewajiban seorang pengawal." Kami turun dari atas kuda kami. "Good morning, Sir," demikian saya memberi salam. "Perkenankanlah kami duduk di sini. Kami memerlukan air untuk kami sendiri dari kuda kami." Ia tertawa gelak-gelak lalu berpaling, kepada opsir-opsirnya yang semuanya tertawa juga. "Tuan-tuan, lihatlah orang itu baik-baik! Masih Anda kenalkah dia? Orang ini pikirannya tidak waras seratus persen. Tentu saja ia tidak tahu bahwa pengawal-pengawal kita sesungguhnya harus menembak mereka. Ia sudah memperoleh teman yang tak boleh tidak tentu cocok sekali bagi dia. Orang- orang seperti mereka itu boleh kami izinkan datang ke mari, karena mereka tidak akan merugikan kami." Ia berpaling lagi kepada kami seraya berkata: "Ya, Anda boleh tinggal di sini dan boleh minum sepuas-puasnya. Anda sudah mendapatkan kuburan, Sir?" "Tidak sebuah pun," jawab saya. "Patut! Barangsiapa hendak mencari kuburan Indian jangan pergi ke Llano Estacado!" "Llano Estacado?" jawab saya pura-pura tercengang. "Ya." "Di mana letak tempat itu?" "Tidak tahukah Anda?" "Saya hanya mengetahui bahwa itu bukanlah tempat yang subur." "Astaga! Ke mana Anda pergi setelah Anda meninggalkan perkemahan kami?" "Ke arah Timur terus-menerus." "Kemudian?" "Kemudian ke sebuah danau yang oleh orang Indian disebut Air Biru." "Ke Air Biru!" katanya dengan heran, ya, hampir-hampir dengan terkejut. "Di sana pasukan Comanche berkemah!" "Betulkah?" tanya saya pura-pura tidak tahu-menahu. "Tiadakah mereka melihat Anda dan tidakkah Anda ditangkapnya?" "Melihat, boleh jadi! Akan tetapi tertangkap, tidak. Bahkan kami sudah berenang di dalam danau itu." "Dan Anda tidak kedapatan oleh mereka?" "Tidak. Sekiranya kami didapati oleh mereka, maka kami niscaya tidak akan ada di sini." Mendengar jawab saya itu ia tertawa gelak-gelak, lalu berseru: "Itu benar! Anda tentu tidak akan ada di sini, melainkan sudah terbunuh dan sudah diambil scalp Anda!" "Sir, itu tidak gampang. Kami akan memberi perlawanan." Kata-kata itu saya ucapkan dengan sungguh-sungguh, sehingga komandan itu tertawa lagi terkekeh-kekeh. Old Surehand berusaha sekuat-kuatnya untuk tidak ikut tertawa Sungguhpun begitu saya mengetahui bahwa di dalam hati ia sangat bergembira. Setelah selesai tertawa maka komandan itu menyambung: "Aneh bin ajaib! Berapa lama Anda ada di Air Biru?" "Sehari penuh!" "Kemudian ke mana Anda pergi?" "Selalu ke arah Timur." "Itu suatu keajaiban yang besar! Saya tidak mengerti mengapa Anda datang ke mari dengan sehat wal'afiat!" "Mengapa Anda merasa heran?" "Anda ini luar biasa! Orang-orang Comanche itu berjalan ke mari juga dari Air Biru. Dan mereka tidak melihat Anda?" "Itu saya tidak tahu. itu urusan mereka." "Ya, itu urusan mereka," katanya sambil tertawa, "Ya, mereka tidak melihat Anda, sebab Anda belum mati. Kalau saya tidak melihat sendiri, maka saya tidak akan mau percaya. Orang-orang ini selalu berjalan ke arah tempat orang Comanche. Mereka selalu menyilang jalan mereka, akan tetapi tidak pernah tertangkap. Seorang pemburu prairi atau seorang serdadu tidak akan semujur mereka. Anda ini rupa-rupanya selalu dilindungi Tuhan! Dan Anda tidak menyadari bahwa Anda selalu berhadapan dengan bahaya besar. Kini sudah terbukti kebenaran pepatah lama: Orang yang bodoh selalu beruntung." "Sir, jangan kami Anda sebut orang bodoh! Di tanah air saya ada pepatah yang lebih luas lagi isinya. Pepatah itu begini bunyinya: Petani yang paling bodoh akan memungut kentang yang paling besar." Karena kata-kata itu saya ucapkan dengan tenang dan sambil tertawa, maka mulai tertarik perhatiannya. Ia menatap saya dengan pandang yang bersungguh-sungguh, lalu berkata: "Hai, jangan Anda berbuat seakan-akan Anda sudah dewasa. Jangan Anda berlagak lebih tahu daripada kami!" "Jangan khawatir, Sir! Kami sama sekali tidak bermaksud hendak membuat perbandingan antara kami dengan Anda. Itu tidak masuk akal." "Ya, itu benar!" jawabnya dengan mengangguk-anggukkan kepala tanpa memahami maksud perkataan saya. "Saya tak usah berterang-terang dengan Anda. Karena Anda masih bodoh, akan saya katakan juga kepada Anda bagaimana keadaan tempat ini sekarang. Kami sudah menyerang orang Comanche dan mereka telah kami kalahkan. Mereka lari ke arah Air Biru, lalu kami kejar. Dari sana mereka lari ke sini. Mereka kami giring ke Llano Estacado di mana mereka akan mati kehausan atau akan binasa oleh peluru kami apabila mereka tidak menyerah. Itu saya beritahukan kepada Anda agar Anda tahu." "Betul-betulkah Anda mengira bahwa itu tidak kami ketahui?" tanya saya, sekarang dengan lagu yang lain. "Anda tahu apa?" jawabnya dengan mengejek. "Pertama: kami tahu bahwa apabila Anda melaksanakan rencana Anda, orang-orang Comanche itu tidak akan jatuh ke tangan Anda." "Betulkah?" tanyanya dengan menyindir. "Ya! Bahkan saya tahu, bahwa bukan mereka melainkan Anda yang akan mati kehausan di padang Llano." "Ah! Sekarang timbul akal sehat Anda! Katakanlah apa sebabnya maka kami akan mati kehausan?" "Adakah Llano itu mengandung air?" "Tidak!" "Adakah Anda membawa kantong air untuk bersedia-sedia apabila Anda nanti haus?" "Keparat, tidak! Akan tetapi jangan Anda mengucapkan pertanyaan sebodoh itu." "Pertanyaan saya sama sekali bukan pertanyaan yang bodoh! Di padang pasir orang selalu memerlukan air. Tahukah Anda berapa jauh Anda harus masuk ke dalam padang pasir agar dapat menyusul orang-orang Comanche itu? Tahukah Anda berapa lama kuda Anda dapat bertahan tanpa mendapat air di padang pasir yang sangat panas dan kering itu?" "Kami tahu bahwa kami tak usah pergi jauh-jauh, sebab orang-orang kulit merah itu tidak membawa air juga." "Sekarang saya harus menaruh belas kasihan kepada Anda, seperti Anda sendiri tadi menaruh kasihan kepada saya. Orang-orang Comanche itu mengetahui suatu tempat di Llano Estacado di mana mereka dapat mengambil air." "Adakah tempat serupa itu? Mustahil!" "Mengapa mustahil! Tiada pernahkah Anda mendengar bahwa di gurun pasir selalu ada waha?" "Ya, tetapi tidak di Llano Estacado!" "Justru di sana ada kolam yang mengandung air, yang tidak dapat dihabiskan oleh seribu ekor kuda!" "Omong kosong! Tahu apa Anda tentang tempat air itu?" "Kalau saya tidak tahu, tentu saya tidak akan membuka mulut saya. Kami yakin, teman saya dan saya ini, keduanya tahu dengan pasti bahwa di sana ada waha." "He! Dua orang pencari kuburan! Tahu apakah Anda?" "Saya tahu bahwa Anda bersikap sembrono sekali, bahwa Anda semua ini akan binasa sekiranya tidak ada dua orang yang hendak menolong Anda." "Binasa? Terlalu. Siapakah dua orang itu, Sir!" "Sebenarnya ada tiga orang, yaitu Winnetou, Old Surehand dan Old Shatterhand." Komandan itu mengerutkan dahinya lalu berkata: "Mereka hendak mencampuri urusan kami?" "Itu tidak dapat dielakkannya, apabila mereka tidak hendak membiarkan Anda masuk ke dalam perangkap yang sudah disediakan oleh orang-orang Comanche." "Saya kira Anda sedang bermimpi." "Kalau ada orang yang bermimpi, maka orang itu bukanlah saya, melainkan Anda. Tahukah Anda nama pemimpin orang-orang Comanche dengan siapa Anda berperang?" "Namanya tidak saya ketahui. Kami tidak mempunyai penyelidik yang dapat menyelidikinya." "Ketua suku itu namanya Nale Masiuv, artinya Jari Empat. Dan siapakah nama ketua suku Comanche yang berkemah di Air Biru itu?" "Kalau nama Nale Masiuv itu benar, maka itulah nama ketua suku yang berkemah di Air Biru itu." "Salah! Nama ketua suku Comanche itu ialah Vupa Umugi, artinya Guntur Besar." "Omong kosong! Itu bukan orang lain, sebab Nale Masiuv telah kami giring sampai ke Air Biru." "Aha! Tadi Anda sudah baik hati menerangkan kepada kami kedudukan Anda di tempat ini, sungguhpun Anda tidak wajib memberi keberangan itu. Karena itu saya bersedia pula menerangkan kepada Anda bagaimana sesungguhnya letak perkara itu, walaupun kami tidak wajib pula memberikannya. Nale Masiuv sudah berserikat dengan Vupa Umugi dan sudah bersepakat untuk membinasakan Anda. Ketika ia Anda kalahkan, ia telah menyuruh orang pergi ke kampungnya untuk mengambil bala bantuan sebanyak seratus orang prajurit. Dari Air Biru ia kembali dengan mengambil jalan keliling untuk menggabungkan diri dengan bala bantuannya. Tetapi Anda tetap menyangka bahwa Anda mengejar dia. Sebenarnya Anda dikejar oleh Nale Masiuv. Anda dipikat ke Air Biru di mana Vupa Umugi menunggu-nunggu kedatangan Anda. Ketika Anda datang, ia mengundurkan diri, pura-pura lari ke tempat ini, yang oleh orang Comanche disebut Suksma Lestavi, artinya Pohon Seratus. Ia pergi ke padang pasir untuk memikat Anda mengikuti dia. Anda mengira mengejar mereka untuk membinasakan orang-orang Indian itu, akan tetapi sebenarnya Anda dipikatnya masuk ke dalam perangkap. Ia berjalan mendahului Anda dengan prajurit-prajuritnya. Di belakang Anda akan menyusul Nale Masiuv dengan pasukan yang jumlahnya jauh lebih besar daripada 100 orang prajurit. Dengan demikian maka akan terjepit oleh dua pasukan musuh. Begitulah letak perkaranya, Sir, tidak lain." Opsir-opsirnya berganti-ganti memandang saya dan memandang komandannya. Komandan itu memandang saya dengan tercengang-cengang, lalu bertanya: "Sir, obrolan apa itu?" "Ini bukan obrolan, saya hanya berkata tentang apa-apa yang saya ketahui dengan pasti sebagai kebenaran." "Anda mengetahui nama-nama itu semuanya, bagaimana Anda dapat mengetahuinya?" "Saya mengerti bahasa Comanche." "Anda? Seorang pencari kuburan?" "Pshaw! Masih belum sadar jugakah Anda, bahwa Anda salah sangka terhadap diri saya?" "Salah sangka? Bukankah Anda orang yang selalu saya sebut-sebut tadi, Sir?" "Bukan. Adakah Anda benar-benar percaya bahwa seorang sarjana, jadi orang yang terpelajar, akan berkeliaran di daerah Wild West ini sebagai orang tolol? Hanya dengan tujuan hendak mencari kuburan? Percayakah Anda bahwa seorang yang tolol dapat menjelajah daerah yang penuh dengan orang Indian tanpa dapat dilihat oleh mereka?" "Ya, memang saya merasa heran, Sir!" "Janganlah saya yang mengherankan Anda, melainkan diri Anda sendiri! Tadi telah saya sebutkan nama tiga orang pemburu prairi yang namanya tentu sudah pernah Anda dengar. Tahukah Anda kuda apa yang ditunggangi oleh Winnetou?" "Kuda hitam yang diberi nama Angin." "Ya, Angin. Dalam bahasa Apache disebut Iitschi. Adakah Anda pernah juga mendengar nama kuda Old Shatterhand!" "Ya, kuda hitam yang disebut Kilat." "Tepat! Dalam bahasa Apache: Hatatitla! Lihatlah kuda saya!" Tunggangan saya itu sedang makan rumput di tempat yang kira-kira tujuh puluh langkah jauhnya dari saya. Saya berpaling kepadanya seraya berseru: "Hatatitla". Kuda itu segera berlari-lari ke arah saya, lalu menggosok-gosokkan kepalanya kepada bahu saya. "Astaga!" seru komandan itu. "Adakah...?" "Ya, adakah...," jawab saya dengan tertawa. "Anda seorang opsir kavaleri dan Anda telah sering melihat kuda ini. Anda sangka kuda ini kuda penarik kereta. Perhatikanlah kuda itu lebih saksama. Sudah pernahkah Anda melihat kuda seindah ini? Mungkinkah seorang pencari kuburan memiliki kuda sebagus ini?" Ia hendak menjawab, akan tetapi tidak ada suara keluar dari mulutnya, karena ia merasa sangat malu. Akhirnya ia berseru: "Butakah saya selama ini!" "Ya, Anda buta dengan mata terbuka. Tahukah Anda senjata apa yang selalu dibawa oleh Winnetou?" "Bedil perak yang sudah terkenal di mana-mana." "Dan Old Shatterhand?" "Bedil pembunuh-beruang dan bedil Henry." "Tidakkah Anda pada pertemuan kita tempo hari melihat bahwa saya membawa dua buah bedil?" "Ya, akan tetapi sebuah tersimpan dalam selubung." "Akan tetapi sekarang tidak. Ini, lihatlah!" Bedil-bedil saya itu saya perlihatkan kepadanya. Opsir-opsir yang lain mengarahkan pandangannya kepada bedil saya. "Astaga! Bedil yang berat inikah yang disebut orang pembunuh-beruang?" "Betul." "Dan bedil yang ajaib ini?" "Bedil Henry!" "Kalau begitu maka Anda... Anda.... " "Old Shatterhand!" demikian saya menyelesaikan kalimatnya. "Dan teman Anda ini?" "Namanya Old Surehand." Saya melihat opsir-opsir itu berbisik-bisik. Komandan pasukan itu memandang kami dengan tercengang-cengang, lalu bertanya: "Old Shatterhand dan Old Surehand! Betulkah itu?" Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, sebab pada saat itu kami mendengar para pengawal berseru: "Orang Indian, orang Indian!" "Di mana?" tanya komandan itu dengan suara yang keras. "Itu. Di sebelah Utara," jawab mereka sambil menunjuk ke arah Utara. Komandan itu sudah hendak memberi perintah kepada pasukannya untuk bersiap-siap, akan tetapi saya halang-halangi. "Sabar, Sir! Anda tidak usah khawatir. Kalau Anda masih belum percaya bahwa kami adalah Old Surehand dan Old Shatterhand, maka kini datang saksi- saksi yang akan mau menguatkan kebenaran perkataan saya." "Orang-orang kulit merah itu? Tetapi itu musuh. Saya harus segera...." "Anda tidak harus apa-apa. Mereka itu sahabat kita. Bahkan mereka itu datang menolong Anda. Orang-orang kulit merah itu ialah orang Apache yang saya bawa ke mari untuk membantu Anda melawan orang-orang Comanche." "Orang-orang Apache? Anda menempatkan saya dalam kedudukan yang sukar, Sir! Orang kulit merah tetap orang kulit merah. Mereka tidak dapat dipercaya dan saya masih belum tahu dengan pasti bahwa Anda benar-benar Old Shatterhand." "Kalau begitu, Anda boleh mengambil tindakan yang Anda pandang perlu. Akan tetapi jangan Anda mulai menembak. Anda tidak percaya?" tanya saya. "Nanti semuanya akan saya terangkan, akan tetapi orang-orang Apache itu akan saya beri isyarat lebih dahulu supaya mereka jangan mendekati perkemahan ini sebelum Anda dapat mempercayai mereka." "Biarlah saya saja yang menyampaikan pesan Anda," demikian Old Surehand menawarkan jasanya. "Ya, silakan, Sir. Katakan juga bahwa seorang dari mereka harus menunggu di semak belukar di atas itu." "Di atas? Mengapa begitu?" tanya komandan yang masih menaruh curiga itu. "Mengapa Anda menyuruh orang memasang penjagaan di belakang kami?" "Untuk meninjau kedatangan Nale Masiuv. Bukankah tadi telah saya katakan bahwa Nale Masiuv akan menyusul Anda dari belakang. Setiap saat ia mungkin datang." "Bukankah saya sendiri dapat memasang penjagaan saya!" "Orang-orang Apache matanya lebih tajam." "Tetapi sekiranya Anda... sekiranya Anda...!" "Ya, ya, Sir! Anda hendak mengatakan sekiranya Anda musuh dan penipu?" "Ya," demikian ia mengaku dengan terus terang. "Saya belum dapat memastikan adakah orang-orang kulit merah itu betul-betul orang Apache." "Jadi Anda tidak dapat membedakan orang Apache daripada orang Comanche? Dan Anda hendak berperang dengan orang Indian? Kalau begitu Anda mudah sekali dapat berbuat kesalahan yang sebesar-besarnya! Lihatlah itu mereka datang! Jumlahnya lima puluh orang. Menurut taksiran saya Anda membawa seratus orang tentara kavaleri yang terlatih baik. Masakan Anda takut akan seratus orang kulit merah?" "Tidak. Saya mau mempercayai Anda, Sir! Hanya orang-orang Indian itu jangan mendekati perkemahan ini sebelum mereka saya beri izin. Itu kewajiban s aya." "Saya mengerti. Anda tak usah khawatir. Lihatlah Mr. Surehand telah sampai kepada mereka. Mereka berhenti serta turun. Hanya tiga orang saja yang berjalan terus. Itulah penjaga yang akan memelihara keamanan kita." "Baik, Sir! Akan tetapi saya pun tidak boleh meninggalkan apa yang sudah menjadi kewajiban saya untuk memelihara keamanan kita." Kemudian ia memberi perintah dan pasukannya mengatur kedudukannya sedemikian sehingga mereka apabila perlu dapat menyambut serangan orang Apache. "Saya berharap jangan hendaknya Anda berkecil hati oleh karena saya sudah mengambil tindakan," katanya. "Saya tahu bahwa itu tak lain daripada kewajiban Anda," jawab saya. "Itu Mr. Surehand sudah kembali. Marilah kita duduk lagi. Saya akan berceritera terus dan dengan demikian membuktikan bahwa saya berkata benar dan bahwa tanpa pertolongan kami Anda akan binasa." Kami duduk kembali di dekat kolam dan saya ceriterakan kepadanya semua yang patut diketahuinya. Apa-apa yang tidak penting baginya saya tinggalkan. Semua mendengarkan keterangan saya dengan minat yang sangat besar Komandan itu tidak sekali juga menyela perkataan saya. Opsir- opsirnya pun kini yakin bahwa tanpa campur tangan kami mereka akan menghadapi bahaya yang besar. Akhirnya komandan itu memandang saya seraya berkata: "Perkenankan saya memajukan suatu pertanyaan, Mr. Shatterhand. Maukah Anda memaafkan bahwa saya sudah... memperlakukan Anda tidak dengan sepertinya?" "Dengan segala senang hati. Percayalah Anda sekarang bahwa saya Old Shatterhand?" "Ya. Saya masih tercengang-cengang bahwa seorang penjelajah hutan seperti Anda dapat melebihi opsir yang paling cakap! Memang saya mengakui bahwa kami memerlukan seorang penunjuk jalan, seorang penyelidik, seorang penasihat, yang tidak saja mengenal daerah ini baik-baik, melainkan mengenal adat-istiadat orang kulit merah serta mengerti bahasa mereka. Anda telah mendengarkan percakapan orang-orang Comanche dan dengan demikian dapat mengetahui rencana mereka. Mungkinkah kami mengerjakannya? Kami tidak menyadari bahwa kami telah memasuki sarang musuh. Anjing-anjing Comanche itu akan merasakan pembalasan kami. Bedil-bedil kami tidak akan henti-hentinya memuntahkan peluru." "Jangan, Sir! Itu adalah soal yang harus kita rundingkan lebih dahulu sebelum kami bersedia memberi Anda bantuan. Saya bukan seorang pembunuh!" "Saya bukan juga. Saya dikirim ke mari untuk menghukum orang-orang Indian ini. Saya harus memerangi mereka sampai mereka kami kalahkan atau sampai mereka menyerah." "Bagaimana kalau mereka itu menyerah tanpa memberi perlawanan?" "Dalam hal yang demikian pun mereka harus mendapat hukuman. Setiap orang Indian yang kesepuluh atau keduapuluh harus saya tembak mati." "Kalau begitu tak usah Anda mengharapkan bantuan kami." "Omongan apakah itu? Anda tahu bahwa bantuan Anda sangat saya perlukan!" "Itu saya yakin juga; karena itu maka saya katakan bahwa nasib orang-orang kulit merah itu ada di tangan kami." "Tidak di tangan Anda saja, Mr. Shatterhand saya mau mengakui segala jasa Anda, akan tetapi saya menghendaki juga bahwa Anda akan menghormati hak-hak saya." "Apakah yang Anda maksud dengan hak-hak Anda?" "Apabila Anda dan saya bersekutu melawan orang-orang Comanche, maka apabila kita menang maka kita berdua mempunyai hak yang sama dalam hal menentukan apa yang akan kita perbuat dengan orang-orang kulit merah itu. Anda harus mengakui bahwa mereka itu wajib mendapat hukuman." "Tidak, saya tidak mengakuinya." "Kalau begitu maka kita berselisih pendapat, akan tetapi saya berharap mudah-mudahan kita akan memperoleh kata sepakat. Marilah kita mencari jalan tengah." "Dalam hal ini bagi saya tidak ada jalan tengah. Jikalau orang-orang Comanche itu melawan, maka sudah barang tentu kita akan mempergunakan senjata kita. Akan tetapi apabila mereka menyerah, maka tak perlu mereka menderita. Itu adalah pendirian saya yang tidak dapat saya lepaskan." "Akan tetapi, Sir, mereka harus dihukum, oleh karena mereka sudah berani memberontak!" "Apa yang Anda sebut memberontak? Apabila orang mempertahankan haknya, apabila orang Indian tidak dengan sukarela mau diusir dari tempat tinggalnya, adakah mereka itu Anda sebut pemberontak?" "Hm! Kini saya mengerti mengapa orang selalu mengatakan bahwa Mr. Shatterhand memihak orang kulit merah." "Saya selalu memihak mereka yang ada pada pihak yang benar." "Pshaw! Janganlah kita bertengkar Anda adalah seorang Yankee, lagi pula seorang opsir Saya tidak dapat mendesak Anda agar Anda sependapat dengan saya. Itu pun sama sekali tidak perlu. Saya membawa beberapa orang pemburu kulit putih yang dapat melawan sepasukan orang Comanche. Lagi pula kami membawa juga tiga ratus orang prajurit Apache yang jauh lebih baik terlatih dan bersenjata daripada orang-orang Comanche. Lain daripada itu kami masih mempunyai keuntungan-keuntungan yang lain. Percayakah Anda bahwa kami dapat mengalahkan orang-orang Comanche?" "Ya." "Tanpa pertolongan Anda juga?" "Hmm.... Hm!" Ia menggelengkan kepalanya. "Sesungguhnya kami tidak memerlukan Anda. Percayalah, bahwa tidak seorang Comanche pun akan dapat meloloskan diri apabila mereka kami kepung, biarpun tidak dengan bantuan Anda. Karena itulah maka saya berpendapat, bahwa nasib orang Comanche itu sama sekali bergantung kepada kehendak kami, bukan tergantung kepada kehendak Anda." "Thunderstorm! Anda gegabah sekali. Sir! Jadi Anda hendak memisahkan diri dari kami?" "Tidak. Betul saya mengatakan, bahwa kami tidak memerlukan bantuan Anda, akan tetapi saya mengakui bahwa pelaksanaan rencana itu akan menjadi lebih mudah sekiranya kami memperoleh bantuan Anda." "Baik. Akan tetapi barang siapa membantu, memperoleh hak juga untuk mengeluarkan suaranya." "Kalau begitu kami akan mogok. Kalau Anda bersedia membantu kami, maka itu hendaknya Anda pandang sebagai terimakasih terhadap pertolongan kami, akan tetapi tidak dengan maksud untuk mengadakan pertumpahan darah. Tetapi kita tidak sempat lagi mengadakan perundingan yang tidak berkesudahan. Orang-orang Comanche setiap saat dapat datang kemari. Putuskanlah sekarang! Ya atau tidak!" "Hm! Berilah saya waktu lima menit untuk berunding dengan opsir-opsir saya." "Baiklah, akan tetapi jangan lebih lama dari lima menit itu. Keragu-raguan Anda dapat membahayakan keamanan kita." Saya bangkit lalu mengundurkan diri untuk lima menit. Ketika saya kembali maka saya diberi jawab: "Kehendak Anda akan kami turuti, Sir! Setelah kami Anda tolong, maka tidak patutlah apabila kami pergi begitu saja tanpa membantu Anda. Jadi kami akan tinggal dan akan menolong Anda." "Nasib orang-orang Comanche itu Anda serahkan kepada saya?" "Ya." "Saya sangat bergirang hati mempunyai sekutu yang gagah berani lagi berperikemanusiaan." "Nah, katakanlah apa yang akan kami perbuat." "Suruhlah kuda Anda minum dan bongkarlah kemah Anda. Anda meninggalkan tempat ini, mengikuti Vupa Umugi. Tonggak-tonggak itu akan menjadi penunjuk jalan bagi Anda." "Anda tinggal di sini?" "Berapa jauh kami harus berjalan?" "Ya, sampai kami melihat pasukan Nale Masiuv datang." "Apabila Anda tidak dapat melihat hutan belukar ini lagi, maka Anda berhenti. Kami akan segera menyusul Anda." "Apa sebabnya maka Anda tidak bersama-sama dengan kami?" "Oleh karena saya hendak mengintai Nale Masiuv dan oleh karena orang-orang Apache itu harus datang ke mari untuk mengambil air sebelum kuda mereka masuk ke padang pasir." "Baiklah!" Ia segera memberi perintah secukupnya dan setengah jam kemudian sudah berangkat dengan pasukannya. Kini orang-orang Apache datang untuk memberi kuda mereka minum serta untuk mengisi kantong air mereka. Dalam pada itu saya naik ke atas bukit untuk mengintai kedatangan musuh dengan teropong saya. Karena mereka mengikuti jejak tentara Kavaleri, maka saya tahu dengan tepat dari mana mereka dapat saya harapkan datang. Saya yakin pula bahwa saya tak usah menunggu terlalu lama, oleh karena mereka niscaya menduga bahwa tentara itu hanya sebentar saja singgah di Pohon Seratus. Dugaan saya itu ternyata benar. Belum lama Old Surehand dan saya menunggu di tempat penjagaan kami, maka di kaki langit sebelah Barat saya melihat sebuah titik hitam yang perlahan-lahan maju ke arah kami. "Itu mereka datang," kata saya kepada Old Surehand. "Cepat benar. Berikanlah teropong Anda kepada saya sebentar." Setelah ia melihat, maka ia bertanya: "Yang Anda maksud titik hitam di sebelah Barat kita itu? Ha, kini mereka memencar. Ada enam buah titik, bukan, delapan buah titik, yang membentuk setengah lingkaran." "Kalau begitu mereka ialah penyelidiknya." "Mereka tak hendak langsung pergi ke mari agar jangan dilihat oleh tentara Kavaleri, sekiranya mereka masih ada di sini. Bukan begitu?" "Ya. Mereka hendak mendekati Pohon Seratus dari dua pihak. Itulah cara yang paling aman bagi mereka untuk mengetahui adakah tentara itu masih di sini. Berikanlah teropong itu kembali." D engan teropong itu saya melihat dua kelompok penyelidik. Mereka masih sedemikian jauhnya sehingga hanya dapat dilihat dengan teropong saja. Kami tidak boleh menunggu sampai kami dapat melihat mereka tanpa teropong, sebab mereka akan dapat melihat kami juga. Cepat-cepat kami turun, lalu memberi perintah kepada orang-orang Apache agar segera meninggalkan kolam. Semenit kemudian kami sudah berangkat, mengikuti jejak yang paling lebar yang menuju ke arah Tenggara. Kami melalui beberapa buah tonggak berturut-turut. Kira-kira sepuluh menit kemudian kami bertemu dengan tentara kavaleri yang menunggu kami. Dari tempat itu kami tidak dapat melihat Pohon Seratus dengan mata biasa akan tetapi dengan teropong dapat. Tidak lama kemudian saya melihat penyelidik-penyelidik Comanche itu dengan perlahan-lahan dan hati-hati mendekati kolam air dari dua pihak. Demi mereka mengetahui bahwa tempat itu kosong, maka mereka mempercepat jalannya. Hutan belukar itu diselidikinya dengan saksama. Mereka turun, sedang seorang di antara mereka berbalik. Ia harus melaporkan kepada Nale Masiuv bahwa tempat itu sudah aman. Baru kira-kira sejam kemudian saya melihat bahwa tempat di dekat kolam itu kini sudah ramai lagi. Orang-orang Comanche sudah datang. Ketika Old Surehand saya beritahu maka ia berkata: "Saya kira tidak lama lagi kita dapat bertindak. Bukankah begitu?" "Ya. Mereka tinggal di sana hanya untuk minum dan memberi kudanya minum saja. Jadi marilah kita naik!" "Semua serentak?" " Tidak. Mereka harus kita kepung; kita mulai dari jauh sehingga mereka tak dapat melihat kita. Kemudian lingkaran kita akan kita perkecil. Mereka yang harus berkuda paling jauh harus berangkat lebih dahulu, yaitu Anda dengan orang-orang Apache yang saya serahkan kepada pimpinan Anda, Mr. Surehand." "Senang hati saya. Terimakasih, Sir!" "Anda mengelilingi Pohon Seratus, tetapi tidak boleh dilihat oleh orang Comanche. Kemudian Anda menduduki tempat-tempat yang tinggi sekeliling pinggir hutan belukar itu, sehingga Anda membuat setengah lingkaran dengan kelima puluh orang Apache. Anda sekalian berbaring di antara semak-semak sehingga dengan demikian Anda dapat menguasai seluruh tempat itu dengan bedil Anda." "Kami harus menembak?" "Hanya kalau orang-orang Comanche itu memberi perlawanan atau hendak menerobos barisan Anda. Berapa lama Anda perlukan untuk sampai ke tempat itu?" "Saya kira setengah jam. Ada pesan lagi, Mr. Shatterhand?" "Hanya ini: Kita hanya akan mempergunakan senjata kita apabila itu tidak dapat kita elakkan. Tentara kavaleri ini akan saya bawa dalam bentuk setengah lingkaran ke arah Pohon Seratus, sedemikian sehingga ujung dan pangkal setengah lingkaran itu akan bertemu dengan ujung dan pangkal setengah lingkaran Anda. Dengan demikian orang-orang Comanche itu akan terkepung. Mula-mula sekali mereka akan melihat kami, lalu akan lari ke belakang ke arah Anda. Agar mereka tahu bahwa mereka sudah terkepung, maka hendaknya orang-orang Apache meneriakkan pekik peperangan mereka segera setelah orang-orang Comanche itu dekat." "Mengerti. Saya akan berangkat." Ia pergi mendapatkan orang-orang Apache untuk memberi beberapa petunjuk, kemudian berangkat dengan mereka. Saya berpaling kepada komandan: "Siapa yang akan memimpin pasukan Anda, Sir? Kita akan mulai." "Tentu saja saya!" "Baik, tetapi segalanya harus kita jalankan dengan saksama." "Saya tahu apa yang harus saya kerjakan." "Nah, kita akan berjalan cepat-cepat ke arah Pohon Seratus dan dalam pada itu kita mulai dari sini akan membentuk setengah lingkaran yang ujung- ujungnya akan bertemu dengan, hutan belukar sebelah dalam." "Saya mengerti. Di belakang hutan belukar itu orang-orang Apache kita menunggu." "Ya. Orang-orang Anda harus menyelesaikan lingkaran itu." "Dan apabila sudah selesai, bagaimana?" " Tujuan kita yang paling pertama ialah mengepung orang-orang Comanche. Apa yang akan terjadi kemudian, tergantung kepada sikap mereka. Apabila mereka menembak, maka kita akan menembak kembali. Jika mereka menunggu maka kita tidak akan mengangkat senjata kita. Dalam hal yang demikian saya akan berunding dengan ketua suku mereka. Dari hasil perundingan itulah akan tergantung apa yang akan terjadi selanjutnya." "Saya akan hadir dalam perundingan itu?" "Tidak. Itu tidak perlu." "Pada hemat saya perlu juga. Sebagai komandan pasukan kavaleri ini saya adalah orang yang akan diperhatikan benar oleh Nale Masiuv." "Ia tidak akan memperhatikan Anda." "Siapakah yang akan diperhatikannya?" "Saya." "Hm! Saya tahu bahwa Anda orang yang cakap, Mr. Shatterhand, tapi saya kira Anda salah sangka. Dalam perundingan serupa itu perlu kita mempergunakan kewibawaan. Anda adalah hanya seorang pencari jejak belaka, sebaliknya saya adalah komandan kavaleri, Mr. Shatterhand." "Ah!" Demikian saya menjawab dengan tertawa. "Betul. Hanya pakaian seragam saja akan memberi kewibawaan." "Apa lagi?" "Lagak saya berbicara." "Anda hendak berbicara dengan Nale Masiuv? Mengertikah Anda bahasa Comanche?" "Tidak." "Bagaimana Anda akan berunding?" "Anda akan menjadi jurubahasa saya." "O, begitu! Jadi Anda ialah komandan yang memutuskan segala-galanya dan saya hanyalah alat belaka, jurubahasa Anda? Sadarlah, Tuanku. Sebab Anda rupa-rupanya belum mengenai Old Shatterhand. Saya harus berbicara dengan Nale Masiuv sebagai jurubahasa; kalau begitu untuk apa saya memerlukan Anda? Apa gunanya lagak Anda jikalau saya harus menterjemahkan perkataan Anda? Dan pakaian seragam Anda? Percayalah bahwa Nale Masiuv lebih takut akan baju perburuan saya dan lebih takut kepada bedil saya daripada kepada pakaian seragam dan pedang Anda. Tetapi apa gunanya kita bertengkar perkara perbedaan pangkat! Saya yang akan mengatakan apa yang akan kita kerjakan dan Anda menyampaikan perintah itu kepada anak buah Anda. Saya bukan bawahan Anda. Lagi pula, adakah Anda memikirkan bahaya yang mengancam Anda apabila Anda berunding dengan orang-orang Comanche?" "Bahaya? Ada bahaya apa? Seorang perantara untuk berunding ialah tidak boleh diganggu gugat!" "Tidak bagi Indian ini. Ia orang yang curang. Ia berhadapan dengan Anda. Kedua-duanya tidak bersenjata. Anda mulai berunding. Tetapi tiba-tiba orang Comanche itu mencabut pisau yang disembunyikannya lalu menikam Anda." "Itu tidak boleh." "Ia tidak akan bertanya bolehkah itu atau tidak! Ia hendak menikam pemimpin musuhnya dan dengan demikian akan menggemparkan lawan-lawannya." "Hm! Terimakasih!" "Anda masih hendak berbicara dengan Nale Masiuv, Sir?" "Saya mau juga, akan tetapi saya tidak mau menanggung perasaan Anda. Lagipula oleh karena saya tidak mengerti bahasa mereka. maka sukar sekali saya akan memperoleh persetujuan dengan dia. Jadi saya rasa lebih baik Anda saja yang berunding." "Baik. Marilah kita berangkat." "Sebentar, saya harus memberitahu opsir-opsir saya." Komandan ini benar-benar menyangka bahwa pakaian seragamnya akan menakutkan orang-orang Comanche. Tambahan lagi lagak suaranya! Padahal ia tidak tahu sama sekali dengan lagak apa orang harus berbicara dengan orang Indian yang menjadi musuh. Barangsiapa dalam perundingan yang sepenting itu akan menggertak ketua suku seperti Nale Masiuv sebagai seorang plonco, maka binasalah ia. Untung saja ia memperhatikan peringatan saya terhadap kecurangan orang kulit merah. Kini kami tidak boleh membuang-buang waktu lagi. Segeralah kami berangkat, sebab Old Surehand dan teman- temannya orang Apache sudah tidak dapat kami lihat lagi. Serdadu-serdadu itu membentuk sebuah baris melengkung yang merupakan setengah lingkaran. Saya berjalan di depan. Kami pacu kuda kami dan dengan cepat sekali kami menuju ke Pohon Seratus. Orang-orang kulit merah itu tidak boleh kami beri kesempatan untuk berpikir atau berunding. Sebagai halilintar kami bergerak menjelajah pada pasir; dalam pada itu kami tidak membuat bunyi yang tidak perlu, hanya depak kuda kami saja yang kedengaran. Kini orang-orang Comanche itu melihat kami, akan tetapi mula-mula tidak mengetahui siapa kami. Demi mereka melihat bahwa yang datang itu ialah orang-orang kulit putih, maka mereka memekik- mekik, memungut senjata lalu berlari-lari ke kudanya. Akan tetapi semua sudah terlambat, sebab lingkaran kami telah bersambung. Maka mereka hendak mengundurkan diri, akan tetapi pada saat itu kedengaran dari belakang pekik orang-orang Apache itu maka lekas-lekas mereka mengundurkan diri ke belakang semak-semak. Mereka mengerti bahwa mereka telah terkepung. Kami berhenti sejauh jarak tembak. Orang-orang kulit merah itu menjadi gempar; mereka berlari-larian kian-kemari sambil meraung-raung. Demi mereka melihat bahwa kami berhenti, maka mereka menjadi tenang dan tinggal di dekat kolam. Maka saya turun dari atas kuda saya, lalu berjalan perlahan-lahan ke arah perkemahan mereka. Kira-kira sampai jarak dua ratus langkah dari mereka, saya berseru: "Prajurit-prajurit orang Comanche boleh mendengarkan saya! Ini Old Shatterhand, pemburu kulit putih yang hendak berbicara dengan Nale Masiuv. Jikalau ketua suku orang Comanche itu mempunyai keberanian, maka ia boleh menampakkan diri." Kini mereka menjadi gempar lagi dan saya mendengar orang berseru ketakutan. Sebentar kemudian tampillah seorang dari mereka. Orang itu memakai bulu burung rajawali di rambutnya. Ia melambai-lambaikan tomahawknya seraya berseru: "Ini Nale Masiuv, ketua suku Comanche. Jikalau Old Shatterhand hendak menyerahkan scalp-nya, maka ia boleh datang ke mari. Saya bersedia mengambil scalp itu." "Adakah itu kata-kata seorang ketua suku yang gagah berani?" jawab saya. "Adakah Nale Masiuv sudah menjadi pengecut sehingga ia menghendaki agar scalp yang hendak diambilnya itu harus dibawa kepadanya? Barangsiapa berani harus mengambilnya sendiri!" "Kalau begitu Old Shatterhand boleh datang ke mari untuk mencoba dapatkah ia mengambil scalp saya!" "Old Shatterhand tidak menghendaki scalp. Ia sahabat orang-orang kulit merah dan ia ingin menyelamatkan orang-orang kulit merah dari bencana besar. Prajurit Comanche telah terkepung dari segala pihak. Jiwa mereka sudah seakan-akan terletak di atas mata tomahawk, akan tetapi Old Shatterhand mau menyelamatkan mereka. Nale Masiuv boleh datang kepada saya untuk berunding." "Nale Masiuv tidak mau menyia-nyiakan waktunya!" "Kalau ia tidak sempat mengadakan perundingan maka ia akan sempat menemui ajalnya! Ia saya beri waktu untuk menghitung lima kali seratus. Apabila sesudah itu ia belum memberi jawab, maka kita akan berbicara dengan bedil kita." Kemudian ketua suku itu kembali ke tempat prajurit-prajuritnya, lalu mulai berunding. Demi waktu yang saya sebut tadi lewat, maka saya berseru: "Waktu itu sudah lewat, apa keputusan Nale Masiuv?" Ia maju beberapa langkah lalu bertanya: "Adakah Old Shatterhand bermaksud hendak mengadakan perundingan secara jujur? Di mana kita berunding?" "Tepat di tengah-tengah antara Anda dengan kami." "Siapa yang akan mengikuti perundingan itu?" "Hanya Anda dan saya." "Sesudah itu masing-masing bebas pulang ke tempatnya kembali? Pasukan Anda tidak akan menembak sampai kita masing-masing kembali ke tempatnya?" "Jangan khawatir, saya berjanji." "Bolehkah kita membawa senjata?" "Tidak." "Old Shatterhand hendaknya menanggalkan senjata serta mulai berjalan ke tempat yang sudah kita janjikan; saya akan datang dengan segera." Kemudian insaflah saya, bahwa orang Indian itu tidak mengatakan bahwa dia pun akan menanggalkan segala senjatanya. Walaupun begitu saya akan waspada. Demi senjata saya tinggalkan pada kuda saya dan saya berpaling, maka saya melihat bahwa Nale Masiuv sudah berjalan ke arah tempat yang kami janjikan. Ia berjalan cepat-cepat, tidak perlahan-lahan seperti biasa dilakukan oleh seorang ketua suku. Rupa-rupanya ia hendak mendahului saya di tempat pertemuan kami. Mengapa ia berbuat begitu? Saya pergi dengan tenang, akan tetapi mata saya memperhatikan setiap geraknya dengan waspada. Nale Masiuv duduk serta menyembunyikan sebuah tangannya di belakang punggungnya lebih lama daripada untuk membetulkan letak ikat pinggang. Mengapa ia berbuat begitu? Saya yakin bahwa ia menyembunyikan senjata. Dengan perlahan-lahan saya menghampirinya sampai kira-kira tiga langkah dari dia. Kini saya pun pergi duduk dengan perlahan-lahan. Nale Masiuv bukanlah anak muda, usianya kira-kira lima puluh tahun, akan tetapi badannya yang langsing itu menunjukkan urat daging yang kuat. Ia mengamat-amati saya dari kepala sampai ke kaki, lalu membuka ikat pinggangnya seraya berkata: "Old Shatterhand boleh melihat bahwa saya tidak membawa senjata." Kini saya yakin benar bahwa ia sudah meletakkan pisau di belakangnya atau menusukkannya di tanah di belakang punggungnya. Maka saya berkata: "Apa sebab Nale Masiuv mengucapkan kata-kata itu? Itu tidak perlu. Nale Masiuv ialah ketua suku dan Old Shatterhand bukan saja pemburu kulit putih melainkan ia ketua suku juga dari orang-orang Apache Mescalero. Kata-kata ketua suku boleh dipandang sebagai sumpah. Saya sudah berjanji tidak akan membawa senjata saya. Saya perlu menunjukkannya atau membuktikannya." Sedang saya berkata saya lipatkan kaki kanan saya ke dalam dan saya letakkan kaki itu di bawah kaki kiri saya, agar apabila perlu dengan lekas saya dapat bangkit. Ia tidak mengindahkan gerak saya. Rupa-rupanya ia merasa tersinggung oleh kata-kata saya tadi, sebab ia menjawab: "Old Shatterhand gegabah sekali. Nanti akan tiba saatnya ia akan berbicara dengan rendah hati sekali." "Apabila saat itu akan tiba?" "Apabila ia sudah kami tangkap." "Kalau begitu Nale Masiuv boleh menunggu sampai ia sudah mati. Andalah yang akan menjadi tawanan saya, bukan sebaliknya." "Uf! Bagaimana Anda akan dapat menangkap Nale Masiuv?" "Ia sudah menjadi tawanan saya. Silakan Anda melihat sekeliling." "Pshaw! Saya melihat orang-orang kulit putih." "Orang-orang kulit putih ini ialah serdadu-serdadu yang terlatih, terhadap siapa prajurit-prajurit Anda tidak akan dapat memberi perlawanan." "Mereka ialah anjing yang akan kami ambil scalpnya. Orang-orang kulit putih itu tidak akan dapat menandingi prajurit kulit merah!" "Katakanlah, adakah orang-orang Apache prajurit kulit merah juga!" "Ya." "Kalau begitu boleh Anda mengetahui bahwa di belakang Anda itu ada pasukan orang Apache." "Bohong!" "Anda tahu bahwa saya tidak pernah berbohong. Tiadakah Anda mendengar sorak peperangan orang-orang Apache tadi? Adakah Anda tuli?" "Berapa besar jumlah mereka?" Tentu saja saya tidak bersedia memberitahukan bahwa jumlah mereka itu hanya lima puluh orang saja. Karena itu saya menjawab: "Sedemikian besar jumlahnya sehingga mereka saja sudah dapat membinasakan sekalian prajurit Comanche yang ada di sini." "Dari marga mana mereka?" "Dari marga Mescalero yang diketuai oleh Winnetou dan saya." "Di mana Winnetou." "Di Llano Estacado. Dengan lima puluh orang Apache ia berjalan mendahului Vupa Umugi untuk memindahkan tempat tonggak-tonggak, sehingga menuju ke arah tempat di mana pasukan Vupa Umugi akan dibinasakannya." "Uf, Uf!" serunya. "Dalam mengerjakan tugas itu ia menggantikan Schiba Bigk yang tidak dapat melakukannya oleh karena ia sudah kami lawan. Kini Winnetou memindahkan tonggak-tonggak itu agar orang-orang Comanche sesat, tepat seperti yang dimaksud oleh Vupa Umugi terhadap serdadu-serdadu kulit putih ini." "Saya tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Old Shatterhand. Hendaknya ia berbicara lebih jelas." "Anda tahu dengan tepat apa yang saya maksud. Rencana itu Anda yang membuatnya." "Rencana mana?" "Untuk menyesatkan serdadu-serdadu kulit putih dengan mengubah tempat tonggak-tonggak itu." "Rupa-rupanya Old Shatterhand sedang bermimpi!" "Anda sudah pernah dikalahkan oleh pasukan kulit putih itu dan Anda telah menyuruh orang pergi ke kampung Anda untuk mengambil bala bantuan sebanyak seratus orang. Lain daripada itu Anda telah menyuruh dua orang utusan pergi ke Air B iru untuk menyampaikan rencana-rencana Anda kepada Vupa Umugi. Saya telah mendengarkan percakapan mereka sebelum mereka menyeberangi Rio Pecos." "Uf! Mereka itu akan saya pecat sebagai prajurit!" "Itu baik! Orang-orang yang tidak bersikap hati-hati dan suka sekali mengobrol tidak layak menyebut dirinya prajurit. Vupa Umugi sendiri pun telah saya dengarkan percakapannya dan saya sudah mengetahui segala-gala tanpa diduganya." Ia berdiam diri saja, akan tetapi memandang saya dengan pandangan yang mengandung ancaman. Saya berkata lagi: "Lain daripada itu saya sudah mendengarkan juga percakapan keenam utusan Vupa Umugi yang dikirimkannya ke Timur. Mereka semua tewas di Altschese Tschi!" "Uf! Sekarang mengerti saya mengapa mereka tidak balik kembali dan tidak ada kami jumpai di sini!" "Masih banyak lagi hal-hal yang akan Anda fahami. Winnetou sudah pergi ke Llano Estacado untuk memberitahu Bloody Fox. Ia sudah mengumpulkan dan menyiapkan berkian-kian orang Apache untuk menggagalkan rencana Anda. Dengan orang-orang Apache itu saya sudah dapat menawan pasukan Schiba Bigk, ketika mereka sedang memancangkan tonggak yang harus menjadi penunjuk jalan bagi Vupa Umugi." "Anda tidak berbohong?" katanya dengan marah. "Perlukah pertanyaan itu saya jawab? Belum kenalkah Anda akan saya? Boleh Anda mendengar terus: tonggak-tonggak itu sudah kami pindahkan tempatnya. Itu dikerjakan oleh Winnetou dengan lima puluh orang Apache. Jejak mereka niscaya akan disangka jejak orang-orang Comanche oleh Vupa Umugi. Kini Vupa Umugi mengikuti jejak orang-orang Apache. tetapi menyangka bahwa ia mengikuti pasukan Schiba Bigk. Ia akan sampai ke hutan kaktus yang kering dan di sana ia akan kami kepung. Sungguhpun begitu saya bersedia menjadi perantara agar Anda berdamai dengan musuh-musuh Anda." "Kami tidak mau berdamai!" "Kalau begitu Anda akan menumpahkan darah Anda sendiri dan darah prajurit-prajurit Anda." "Kami akan memberi perlawanan!" "Cobalah! Anda berhadapan dengan seratus pucuk bedil orang kulit putih yang Anda lihat itu; lain daripada itu Anda masih menghadapi juga bedil wasiat saya dan bedil Old Surehand yang selalu mengenai sasarannya." "Uf! Old Surehand ada di sini juga? Di mana?" "Ia memimpin pasukan Apache di belakang Anda. Peluru pasukan itu akan mengenai Anda juga. Mustahil Anda akan dapat meloloskan diri." "Anda hendak menipu saya, agar saya menyerah. Schiba Bigk tidak tertawan." "Salah! Ia sudah tertawan dengan tiga puluh orang prajurit Naiini dan dua puluh orang prajurit Comanche dari marganya sendiri." "Akan tetapi Vupa Umugi sangsikan. Bahkan saya mau juga mengatakan bahwa ketika ia masih berkemah di Air Biru, saya sudah pergi ke Kaam Kulano di mana seluruh sukunya berkemah. Di sana saya sudah mengambil jimatnya yang diikatkannya pada dua buah tombak yang terpancang di muka kemahnya." "Kalau begitu ia akan binasa!" Kini Nale Masiuv menundukkan kepalanya serta berdiam diri. Saya menyambung: "Nah, kini Anda tahu, bahwa Anda tidak usah mengandalkan Schiba Bigk atau Vupa Umugi. Tidak ada jalan lain lagi bagi Anda daripada menyerah." Lama sekali ia berdiam diri. Apakah yang direnungkannya? Ia saya amat-amati dengan waspada. Akhirnya ia mengangkat kepalanya serta bertanya: "Akan diapakan Schiba Bigk dan prajurit-prajuritnya?" "Mereka akan kami bebaskan, sebab pertemuan kami dengan dia tidak mengakibatkan pertumpahan darah." "Apa yang hendak Anda perbuat dengan Vupa Umugi?" "Apabila ia mau menyerah, maka ia dan prajurit-prajuritnya akan kami bebaskan juga." "Dan apa yang hendak Anda perbuat dengan prajurit-prajurit saya sekiranya kami menyerah?" "Kami bebaskan juga." "Dan milik kami?" "Kami orang kulit putih tidak menghendaki jarahan, akan tetapi orang-orang Apache tentu akan merampas kuda Anda." "Tetapi kuda itu kami perlukan sendiri." "Untuk pergi merampok? Jikalau Anda semuanya tidak mempunyai kuda, maka Anda tidak akan dapat membuat kejahatan." "Tetapi senjata-senjata kami tidak akan Anda rampas?" tanyanya lagi. "Itu tidak saya ketahui." "Anda harus mengetahuinya." Sambil mengucapkan kata-kata itu tangannya digerakkan ke arah belakang. Saya mengerti bahwa ia segera hendak menyerang, akan tetapi saya menjawab dengan tenang: "Saya tidak dapat mengatakannya, sebab itu masih harus saya rundingkan dengan Winnetou dan Old Surehand." "Maukah Anda mengusulkan agar senjata-senjata itu tidak akan dirampas?" "Panah, pisau dan tomahawk tidak akan kami rampas. Itu Anda perlukan untuk berburu. Akan tetapi bedil Anda barangkali akan kami rampas juga. Jikalau Anda tidak mempunyai bedil, maka Anda tidak akan dapat berperang." Barangkali saya dapat memberi jawab lain, artinya dapat memberi janji yang akan memuaskan dia, akan tetapi pada saat ini saya tidak bersedia untuk memberi janji barang sedikit pun. Lagi pula saya percaya bahwa jawab saya itu akan menyebabkan ia menyerang saya. Bagi saya lebih menguntungkan apabila serangan itu dilakukan pada saat ini, sebab saya sudah siap-siap dan waspada. "Kami tidak mau berdamai, kami menghendaki perang. Inilah permulaannya!" Kata-kata yang terakhir itu diucapkannya sangat keras dan sementara itu dengan tiba-tiba ia membungkukkan badannya ke arah saya. Gerak itu sudah saya harap-harapkan. Saya pegang pergelangan tangan kanannya yang memegang pisau, lalu tangan itu saya putar sehingga ia terpaksa menjatuhkan pisaunya. Dengan tangan saya yang lain saya pukul pelipisnya sehingga ia rebah. Kini saya bangkit, lalu berseru kepada orang-orang Comanche: "Ketua suku Anda sudah berkhianat! Nale Masiuv hendak membunuh saya. Inilah pisaunya." Pisau itu saya lemparkan ke arah orang-orang Comanche, lalu Nale Masiuv yang sudah pingsan itu saya pegang ikat pinggangnya, lalu saya dukung ke arah teman-teman saya orang kulit putih. Prajurit-prajurit Comanche itu segera meraung-raung. Mereka berlari-lari untuk mengejar saya, akan tetapi mereka disambut dengan tembakan dari teman-teman saya sehingga lekas-lekas mereka mengundurkan diri. Ketua suku itu kami ikat. Kemudian saya memungut bedil saya, lalu berjalan ke arah kolam. Serta saya sudah dekat sampai mereka dapat mendengarkan suara saya, maka saya memberi isyarat agar mereka diam. Mereka mematuhi perintah saya; lalu saya berseru: "Prajurit-prajurit Comanche boleh mendengarkan apa yang akan saya katakan. Mereka tahu bahwa ketua sukunya telah membawa pisau, akan tetapi tinju saya lebih kuat daripada pisaunya. Nale Masiuv belum mati. Demi ia sadar kembali, saya akan berunding lagi dengan dia. Jikalau sementara itu Anda akan mencoba melarikan diri atau apabila Anda melepaskan tembakan, maka beratus-ratus pucuk bedil akan berbicara. Howgh!" Ancaman saya itu menimbulkan akibat yang saya kehendaki. Orang-orang Comanche itu tinggal tenang. Ketika saya kembali dan memeriksa badan Nale Masiuv, maka komandan itu berkata kepada saya: "Akan kita apakan pengkhianat ini? Saya usulkan agar ia digantung saja pada pohon. Itu hukuman yang selayaknya bagi orang yang tidak dapat dipercayai." "Saya hendak menunggu sampai ia siuman kembali." "Sementara itu perkenankanlah saya mengajukan suatu pertanyaan. Percayakah Anda bahwa Anda seorang diri saja dapat menyelesaikan perkara dengan orang-orang Comanche ini?" "Ya." "Kalau begitu tidak ada gunanya kami ikut ke Llano Estacado. Bekal kami tidak cukup. Kami lebih suka kembali saja." Usul itu sama sekali tidak saya sayangkan. Mereka tidak usah mengetahui letak waha Bloody Fox. Karena itu saya menjawab dengan segala senang hati: "Saya tidak menaruh keberatan sama sekali." "Baik. Sebenarnya tidak selayaknya kami ada di sini; daerah operasi kami ialah di balik Mistake Canyon. Nale Masiuv itu saya perangi oleh karena ia terbentur pada kami. Demi Anda telah selesai dengan orang-orang Comanche ini, maka kami akan balik ke pangkalan kami." "Dalam hal yang demikian Anda dapat membantu kami. Orang-orang kulit merah itu akan kami serahkan kepada Anda setelah senjatanya kami lucuti. Hanya saya minta agar Anda mau berjanji tidak akan membunuh mereka." "Ya, saya berjanji." "Nah, kalau begitu orang-orang ini boleh Anda bawa-serta sampai di seberang Rio Pecos. Mereka tidak akan balik ke mari. Di sana kuda dan senjata mereka hendaknya Anda rampas dan mereka Anda bebaskan." Nale Masiuv siuman kembali. Mula-mula ia tidak tahu apa yang sudah terjadi, akan tetapi sebentar kemudian insaflah ia akan nasibnya. "Kini Anda tawanan saya" kata saya. "Jimat Anda akan saya rampas dan saya bakar." Jimat itu saya cabul dan saya mengambil korek api. Dengan ketakutan ketua suku itu berseru: "Uf! Uf! Anda hendak membinasakan jiwa saya?" "Ya, itu hukuman yang pantas bagi Anda. Anda telah mengkhianati saya dan hendak membunuh saya. Hukuman Anda akan berlipat tiga. Anda akan digantung, jadi tidak akan kami siksa. Selanjutnya jimat Anda sudah saya ambil sehingga Anda tidak akan dapat masuk ke padang perburuan abadi. Ketiga: jimat Anda akan saya bakar agar jiwa Anda binasa untuk selama-lamanya." Saya goreskan korek api saya. lalu api itu saya dekatkan kepada bungkusan jimatnya. "Jangan bunuh saya, akan tetapi selamatkanlah jiwa saya. Katakanlah apa yang harus saya perbuat untuk menyelamatkan jiwa saya." "Hanya ada satu hal yang dapat Anda kerjakan. Perintahkanlah kepada anak buah Anda, agar mereka menyerah dan menyerahkan pula senjatanya." "Saya tidak dapat berbuat begitu!" "Kalau begitu jiwa Anda akan saya binasakan." Api itu saya dekatkan lagi pada jimatnya. Kini ia berteriak-teriak. "Jangan, jangan! Saya akan menuruti kehendak Anda!" "Baiklah, tetapi jangan Anda mencoba mengulur waktu untuk menipu saya." "Sananda Khasi, ketua muda suku kami harus datang ke mari. Ia akan saya beri perintah melaksanakan kehendak Anda." Sekali lagi saya mendekati tempat orang-orang Comanche, lalu berseru: "Nale Masiuv menghendaki agar Sananda Khasi tanpa ragu-ragu datang ke mari." Saya balik kembali ke tempat saya. Ketua muda suku Comanche itu datang. Tanpa menoleh kepada kami ia langsung menuju ke Nale Masiuv lalu duduk di sebelahnya. Mereka bercakap-cakap perlahan-lahan, akan tetapi tampak dengan nyata, bahwa mereka gugup. Akhirnya ketua muda itu berpaling kepada saya, lalu berkata: "Old Shatterhand sudah dapat mengalahkan kami dengan sekali tinju saja, akan tetapi akan datang saatnya Manitou kami akan membantu kami. Kami bersedia menyerah dan menyerahkan senjata-senjata kami. Di manakah senjata-senjata itu akan kami serahkan?" "Setiap kali hendaknya datang ke mari sepuluh orang meletakkan senjata dan mesiu mereka di samping ketua suku ini. Akan tetapi perhatikanlah: Barangsiapa menyembunyikan senjata akan kami tembak mati!" Setelah mereka semua menyerahkan senjata dan mesiunya, maka mereka dibawa pergi oleh komandan pasukan kavaleri. Saya berseru ke arah Old Surehand: "Saudara-saudara saya orang Apache boleh datang ke mari." B eberapa menit kemudian orang-orang Indian itu datang. Saya terangkan kepada mereka dengan cara bagaimana saya telah berhasil melawan semua orang Comanche. Kemudian kami minta diri kepada komandan pasukan kavaleri yang segera berangkat dengan membawa tawanan-tawanan itu beserta senjata mereka. Kami berjalan di muka pasukan Apache menyusul Vupa Umugi. Beberapa menit kemudian kami sudah tidak dapat melihat Pohon Seratus lagi. PERANGKAP KAMI MENGENA Bagi kami tidaklah sukar untuk menghitung berapa jauh pasukan Vupa Umugi ada di depan kami. Kuda orang-orang Comanche itu niscaya sudah lelah. Tetapi kuda kami masih segar, sehingga kami dapat berjalan cepat-cepat. Pada dugaan saya, pukul tiga sore kami sudah akan dapat melihat mereka. Tetapi dugaan saya itu ternyata meleset. Hari sudah lewat pukul empat, akan tetapi kami belum dapat melihat orang-orang kulit merah itu, walaupun jejak mereka masih segar benar sehingga mereka tidak ada tiga mil Inggris jauhnya di muka kami. Maka kami pacu kuda kami dan sebentar kemudian dengan teropong saya melihat di kaki langit sebelah Tenggara sepasukan kecil orang berkuda. "Orang Naiinikah itu?" tanya Old Surehand dengan ragu-ragu. "Saya masih ragu-ragu." "Mengapa? Mereka pasti orang Comanche." "Akan tetapi jumlah mereka seratus lima puluh orang!" "Ini hanya sebagian saja yang harus mengintai kedatangan kami serta memberitahukannya kepada Vupa Umugi. Yang saya maksud dengan kami itu tentu saja serdadu-serdadu kavaleri yang disangkanya menyusul mereka dari belakang, sebab mereka tidak mengetahui bahwa kami dengan orang-orang Apache yang mengejar mereka." "Ya, itu mungkin sekali." "Bukan kemungkinan saja, melainkan kepastian. Itu akan Anda saksikan sendiri apabila kami sudah dapat melihat mereka dengan mata biasa." "Marilah kita coba." Kini kami berjalan lebih cepat lagi dan sebentar kemudian ternyatalah bahwa dugaan saya benar Dengan mata biasa saja kami dapat melihat bahwa mereka berhenti. Mereka telah melihat kami, lalu memacu kudanya supaya dengan cepat menghilang dari pandangan kami. Rupa-rupanya mereka hendak memberitahukan kepada Vupa Umugi bahwa serdadu-serdadu kulit putih telah datang. Kalau mereka berjalan secepat itu, maka pada saat matahari terbenam mereka akan sampai ke dekat waha. Kini kami tidak boleh berjalan terus, sebab orang-orang Comanche itu niscaya akan memasang kemahnya. Tidak boleh kami terlalu cepat bersua dengan mereka. Dari tempat itu sampai ke hutan kaktus yang akan kami jadikan perangkap itu jauhnya masih sehari perjalanan. Saya meninggalkan lima orang Apache untuk menjaga tempat itu, lalu yang lain-lain saya ajak mengikuti saya ke waha Bloody Fox. Sejam kemudian sampailah kami ke sana. Winnetou dengan orang-orang Apachenya tiada mungkin sudah kembali ke rumah Bloody Fox; demikian juga Fox sendiri yang menjadi penunjuk jalan mereka. Parker dan H awley menggerutu oleh karena mereka selama itu harus menunggu dengan menganggur, akan tetapi segera mereka saya beritahu, bahwa keesokan harinya mereka boleh menyertai kami. Demi mereka melihat bahwa Old Wabble tidak ada di tengah-tengah kami, maka Parker bertanya: "He, di mana si Cowboy tua, Sir? Saya tidak melihat dia?" "Ia tidak ada pada kami," jawab saya. "Ia menyertai Vupa Umugi dan bertugas sebagai tawanan." "Tawanan? Astaga! Ia sudah bertindak lancang lagi?" "Ya, bukan lancang saja, melainkan ia sudah membahayakan keselamatan kami semua. H ampir-hampir saja ia menggagalkan rencana kita. Bahwa kita telah dapat melaksanakan rencana itu sekali-kali bukanlah jasanya." "Biarlah. Itulah upahnya, Mr. Shatterhand, Mengapa ia selalu Anda bawa serta? Saya merasa heran, mengapa Anda selalu melindungi orang tua yang bersikap tidak hati-hati itu. Kebodohannya sudah bertimbun-timbun, akan tetapi Anda tidak berani mengusir dia. Jos Hawley dan saya selalu Anda belakangkan dan kami harus duduk di sini menangkap lalat dan nyamuk saja, padahal Old Wabble Anda izinkan mengikuti petualangan Anda yang sangat menarik itu. Hendaknya Anda mengerti bahwa itu sangat menjengkelkan hati kami. Kami lebih dapat Anda andalkan daripada Old Wabble! Barangkali pengalaman kami kurang banyak, akan tetapi kami tidak pernah berbuat lancang!" Sekiranya tidak segera Bob datang berlari-lari, niscaya ia akan terus-menerus menggerutu. Dari jauh Bob berseru-seru: "Oh, Ah! Massa Shatterhand dan Massa Surehand telah balik kembali. Masser Bob tahu apa yang harus dikerjakannya. Ia harus segera mengambil sepatu lars!" "Ya, silakan. Mocasin ini hendaknya selekas-lekasnya kami tukarkan dengan sepatu kami." Setelah kami mengenakan sepatu kami lagi, maka saya bertanya: "Bagaimana halnya dengan Schiba Bigk? Ia masih ada?" Ia mengerutkan dahi, lalu menjawab: "Tidak ada lagi!" "Apa? Tidak ada?" "Tidak. Schiba Bigk sudah hilang." Kini dia tertawa lebar-lebar. Rupa-rupanya ia hendak memperolok-olokkan saya. Saya berbuat pura-pura terkejut sekali, lalu bertanya: "Hilang? Ia sudah lari?" "Ya. Sudah lari!" "Dengarkanlah, Bob! Itu harus Anda tebus dengan nyawa Anda. Kalau ia benar-benar sudah hilang, maka Anda akan saya tembak mati. Anda bertanggung jawab dengan nyawa Anda!" "Kalau begitu Massa Shatterhand boleh menembak Masser Bob. Schiba Bigk sudah hilang sama sekali. Massa Shatterhand boleh menyaksikannya sendiri." "Ya, saya akan pergi melihat. Inilah peluru yang akan saya sediakan bagimu sekiranya ia sudah tidak ada di kamar lagi." Saya cabut pistol saya lalu saya bidikkan ke arahnya. Kini ia membuka pintu kamar seraya berkata: "Anda boleh menengok. Kamar ini kosong." Apa yang saya lihat! di kamar itu membuat saya tertawa. Ketua suku Comanche itu bersandar pada dinding sambil memandang kami dengan mata yang berkilat-kilat kemarahan. Sesungguhnya tidak dapat saya katakan ia bersandar pada dinding, sebab antara badannya dengan dinding masih ada benda lain, yaitu delapan buah tongkat panjang yang oleh Bob diikatkan pada punggung Indian itu dengan bentuk bintang. Ya, dengan tongkat-tongkat sepanjang itu tentu saja Schiba Bigk tidak dapat melarikan diri. Dan tongkat-tongkat itu sangat mengganggu kebebasannya bergerak. Itulah sebabnya maka ia memandang kami dengan marah sekali. "Ia masih ada di sini," kata saya. "Akan tetapi apa yang Anda ikatkan pada punggungnya?" "Massa Shatterhand boleh melihatnya sendiri. Saya tidak boleh memukul dan tidak boleh menembak orang Indian ini, dan Masser Bob tidak boleh membiarkan dia lari. Jadi Masser Bob harus mempergunakan akalnya, lalu saya ikatkan delapan tongkat itu pada punggungnya." "Dan ia menyerah saja Anda perlakukan begitu?" "Ia tidak mau, akan tetapi Masser Bob berkata bahwa ia akan saya pukuli jikalau ia menolak. Tidak cerdikkah Masser Bob?" Saya tidak dapat menjawab pertanyaan itu, sebab Schiba Bigk sudah berseru: "Uf! Saudara saya orang kulit putih hendaknya segera membebaskan saya. Seorang ketua suku tidak selayaknya disiksa seperti ini!" "Anda bukan ketua suku lagi, melainkan tawanan." "Saya tidak dapat duduk atau berbaring. Terlalu!" "Saya kira Anda tidak menghiraukan sakit." "Pshaw! Bukan sakit yang saya derita. Mengapa Anda memberi perintah orang Negro itu untuk memperlakukan saya seperti ini?" "Saya tidak ada memberi perintah." "Jadi itu akalnya sendiri? Ia akan saya bunuh, demi saya sudah bebas!" "Kalau begitu Anda tidak akan bebas. Ia saya beri perintah membuka ikatan Anda dan memperlakukan Anda baik-baik. Semua yang Anda perlukan sudah saya berikan. Mengapa Anda masih mengeluh, bahwa tongkat-tongkat itu diikatkan pada punggung Anda, itu adalah salah Anda. Bukankah Anda telah mengatakan bahwa Anda akan melarikan diri demi Anda memperoleh kesempatan. Orang Negro ini harus menjaga Anda dan dengan tongkat-tongkat itu ia tidak memberi kesempatan pada Anda untuk lari. Anda harus mengerti, bahwa ia hanya menjalankan kewajiban belaka. Sekiranya Anda mau berjanji tidak akan lari, maka Anda dapat duduk di luar dan dapat menikmati kehormatan yang sudah selayaknya saya berikan kepada seorang ketua suku." "Saya tidak boleh berjanji." "Boleh. Sebab sekiranya Anda dapat meloloskan diri juga maka Anda tidak akan dapat berbuat apa-apa. Anda belum tahu apa yang terjadi hari ini." "Bolehkah saya mengetahuinya?" "Sebenarnya tidak, akan tetapi mau juga saya mengatakannya. Saya hendak berterus-terang saja, sebab saya sudah yakin benar bahwa sekiranya Anda dapat lari Anda tidak akan dapat merugikan kami juga." Kini saya katakan bahwa kami sedang bersiap-siap untuk menggiring Vupa Umugi masuk ke dalam perangkap dan menahan dia di sana. Tentang nasib Nale Masiuv saya tidak mengatakan apa-apa. Schiba Bigk seakan-akan terpesona. Ia tidak dapat berbuat lain daripada berseru: "Uf!" "Katakanlah kepada saya apa yang akan diperbuat oleh prajurit-prajurit Anda." "Mereka akan memberi perlawanan. Mereka adalah prajurit-prajurit yang gagah berani, sehingga mereka tidak akan mau menyerah tanpa memberi perlawanan." "Ya, itu Anda katakan oleh karena Anda ada di rumah ini, tidak di dalam perangkap. Mereka tidak akan dapat memberi perlawanan. Kami tunggu sampai mereka menyerah. Kami membawa air, mereka tidak." "Dan apabila mereka tidak akan menyerah." "Mereka akan mati kehausan." Kemudian ia tersenyum lalu berkata: "Old Shatterhand cerdik sekali, tetapi masih melupakan satu hal." "Tahukah Anda akal bagi orang Comanche untuk meloloskan diri?" "Ya. Jikalau Anda mengetahuinya, niscaya Anda tidak akan berbicara secara ini. Howgh!" "Anda mengira bahwa Old Shatterhand tidak memikirkan segala kemungkinan? Anda salah. Mereka tidak hanya kami kurung dari sebelah depan, melainkan kami kurung juga dari sebelah belakang." "Uf!" "Saya tahu juga bahwa Anda masih menyangka bahwa teman-teman Anda orang Comanche masih mempunyai kemungkinan untuk mengamankan diri. Mereka membawa pisau, jadi dapat membuka jalan untuk melarikan diri. Bukankah begitu?" "Uf! Uf!" jawabnya dengan putus asa. "Ya, Anda mengira bahwa Anda sangat cerdik. Tetapi pikirkanlah berapa lama waktu yang diperlukannya untuk menebang pohon kaktus itu. Jalan itu hanya sempit, jadi hanya beberapa orang saja yang dapat bekerja. Pekerjaan itu memerlukan waktu berhari-hari. Dan adakah Anda menyangka bahwa itu akan kami biarkan saja?" Ia berdiam diri. "Pasukan kami, kami bagi-bagi. Yang seperdua kami pasang di sebelah belakang dan yang seperdua lagi di sebelah depan. Lagipula saya mempunyai cara yang lebih singkat untuk mengalahkan mereka tanpa melepaskan tembakan satu pun. Pohon kaktus itu dapat kami bakar." "Uf! Kalau begitu prajurit-prajurit kami akan mati hangus. Old Shatterhand tidak akan berbuat begitu." "Jangan Anda mengandalkan kebaikan hati saya. Saya hanya hendak mengatakan bahwa tidak ada kemungkinan lagi bagi prajurit-prajurit Anda untuk menyelamatkan diri." "Akan tetapi Anda terpaksa meninggalkan hutan kaktus itu." "Sebab apa?" "Sebab Nale Masiuv akan datang. Anda lupakankah itu?" Kini saya ceriterakan kepadanya bagaimana kami telah menangkap Nale Masiuv di Pohon Seratus. Setelah ia mendengar semuanya, maka dengan suara yang sedih ia berkata: "Kalau begitu segala harapan saya sudah hilang. Biarpun saya dapat melarikan diri hari ini juga, saya tidak akan dapat menyelamatkan Vupa Umugi dan prajurit-prajuritnya. Anda hendak membebaskan dia lagi, akan tetapi akan merampas kuda dan senjatanya. B agaimana kami prajurit kulit merah dapat hidup tanpa kuda dan senjata?" "Mereka harus mengetahuinya sendiri. Anda sudah menggali kapak peperangan. Itu tidak akan dapat terjadi sekiranya Anda tidak mempunyai kuda dan senjata. Apabila kuda dan senjata itu kami rampas, maka kami tidak mencuri atau merampok, melainkan kami mempergunakan hak kami. Dalam pada itu kami dapat menjaganya agar Anda tidak akan lekas-lekas dapat merusak perdamaian lagi." "Uf! Itu hukuman yang terlalu berat." "Tetapi hukuman yang adil. Pikirkanlah! Anda sudah mengisap calumet persahabatan dan perdamaian dengan saya dan Anda telah berjanji tidak akan membuka rahasia waha ini, namun begitu, Anda datang ke mari dengan pasukan yang besar jumlahnya. Anda sudah selayaknya mendapat hukuman yang lebih berat daripada kehilangan kuda dan bedil belaka. Itu. harus Anda fahami benar-benar." Ia mengeluh: "Jadi kuda dan bedil saya juga!" "Tidak. Anda masih saya pandang sahabat saya. Kuda dan bedil Anda tidak akan saya rampas. Dan terhadap Vupa Umugi dan prajurit-prajurit saya akan mencoba, dapatkah saya bermurah hati. Itu tergantung kepada sikapnya sendiri. Mudah-mudahan saya akan berhasil meyakinkan ketua suku itu bahwa ia bersikap bodoh sekali apabila ia hendak memberi perlawanan. Saya kira ia lebih bijaksana daripada Anda." "Daripada saya?" "Ya. Anda hendak saya hukum seringan-ringannya, akan tetapi Anda tidak mau berjanji bahwa Anda tidak akan berusaha melarikan diri. Karena itu maka saya terpaksa bersikap keras." "Saya tidak mau berjanji oleh karena saya belum tahu apa yang kini sudah saya ketahui." "Anda mengerti bahwa Anda tidak akan dapat menolong prajurit-prajurit Anda?" "Kalau begitu Anda masih sempat memberikan janji Anda." "Ya, saya berjanji." "Baiklah. Tetapi jangan hendaknya Anda lupakan bahwa tingkah laku Anda tidak hanya mempunyai akibat terhadap diri Anda sendiri, melainkan terhadap prajurit-prajurit Anda juga. Jikalau Anda mengingkari janji Anda, maka bukan Anda saja yang akan saya hukum, melainkan anak buah Anda juga." "Saya tidak akan mengingkari janji saya." "Jaminan apakah yang akan Anda berikan kepada saya?" Ia memandang saya dengan pandangan yang mengandung pertanyaan. Maka saya memberi keterangan lebih lanjut: "Janji seorang sahabat dapat saya percayai, akan tetapi janji seorang musuh tidak dapat saya percayai." "Maukah Anda mempercayai janji Winnetou?" "Ya, itu suatu pengecualian yang besar. Di dalam hatinya ia seorang saleh." "Jikalau seorang prajurit kulit merah dirampas jimatnya, maka ia pasti akan menepati janji." "Ya, akan tetapi itu tidak berlaku bagi Anda, sebab Anda sudah tidak percaya kepada kesaktian jimat." "Kalau begitu saya akan mengisap calumet dengan Anda." "Itupun belum merupakan jaminan yang cukup juga. Anda sudah mengisap calumet dengan Bloody Fox dan saya, akan tetapi Anda sudah mengingkari janji Anda." Kini ia menundukkan kepala lalu berkata dengan sedih. "Hukuman yang saya terima dari Old Shatterhand berat sekali. Hukuman itu tidak ditujukannya kepada badan saya, melainkan kepada jiwa saya." Saya melihat bahwa kesedihan hatinya ia tidak dibuat-buat. Karena itu saya menjawab: "Anda sudah mendengar bahwa Anda masih saya anggap sahabat saya. Karena itu sekali ini saya tidak akan bersikap terlalu hati-hati terhadap Anda. Anda akan saya percayai. Akan tetapi hati saya akan merasa sedih sekali sekiranya Anda mengecewakan saya lagi. Anda akan mencoba melarikan diri apabila Anda saya bebaskan?" "Tidak." "Tidak." "Anda tidak akan meninggalkan waha ini tanpa izin saya?" "Saya tidak mau juga bahwa Anda akan mencoba pergi ke anak buah Anda dan bercakap-cakap dengan mereka." "Saya tidak akan berbuat begitu. Bahkan sekiranya mereka datang ke mari, saya akan tetap berdiam diri sampai saya mendapat izin dari Anda untuk berbicara." "Kalau begitu ulurkanlah tangan Anda supaya kita dapat berjabat tangan sebagai prajurit yang tidak mau mengejar keuntungan yang hanya dapat diperoleh dengan kebohongan." Maka diulurkannyalah tangannya dan dalam pada itu ia memandang saya dengan pandang yang mengandung kejujuran, sehingga saya yakin seyakin- yakinnya bahwa ia tidak akan menipu saya. Demi keamanan Bob saya bertanya: "Tadi Anda marah pada Bob. Masihkah Anda hendak membalas?" "Tidak. Seorang prajurit kulit merah merasa terlalu tinggi derajatnya untuk menuntut pembalasan pada seorang kulit hitam. Orang negro itu tidak tahu apa yang diperbuatnya. Ia tidak sadar bahwa ia sudah menyalahi adat-istiadat orang Indian dengan memperlakukan seorang ketua suku sedemikian." "Kemarilah supaya tongkat-tongkat itu dapat saya lepaskan." Demi ia sudah bebas sama sekali maka ia menggeliatkan badannya lalu mengikuti saya keluar kamar, Setelah kami selesai makan, maka kami pergi tidur. Schiba Bigk berbaring antara Old Surehand dan saya, padahal tidak kami beri perintah untuk berbuat begitu. Maksudnya ialah hendak menunjukkan bahwa ia dengan sukarela telah menyerahkan dirinya di bawah penjagaan kami serta hendak membuktikan bahwa ia benar-benar hendak memegang janjinya. Keesokan harinya pagi-pagi benar kami sudah bangun. Kami mengisi sekalian kantong air yang ada, mengambil persediaan makan yang cukup, lalu berangkat, setelah saya minta diri kepada Schiba Bigk. Sebelum kami bertolak Bob bertanya: "Massa Shatterhand menghendaki bahwa Bob akan menjaga lagi ketua suku ini?" "Tidak, kini sudah tidak perlu lagi. Ia sudah berjanji tidak akan melarikan diri dan ia akan memegang janji." Walaupun saya sudah yakin benar, namun tiada saya tinggalkan membuat persiapan seperlunya. Sejumlah prajurit Apache saya suruh menjaga kelima puluh tawanan kami dan saya menunjuk seorang Apache sebagai pemimpin yang saya serahi juga tugas mengamat-amati Schiba Bigk supaya ia tidak meninggalkan pekarangan Bloody Fox. Kemudian pergilah kami dengan dua ratus orang prajurit Apache. Jumlah itu lebih daripada cukup untuk menangkap pasukan Vupa Umugi. Parker dan Hawley saya bawa serta. Mula-mula kami menjemput kelima orang prajurit Apache yang kami tinggalkan untuk menjaga dan mengintai pasukan Vupa Umugi. Orang-orang Naiini ternyata sudah berangkat; rupa-rupanya mereka tergesa-gesa sekali. Kami mengikuti jejak mereka dengan cepat sekali. Dengan teropong kadang-kadang saya dapat melihat mereka. Dalam pada itu saya menjaga agar mereka tidak dapat melihat kami, sehingga mereka tidak dapat membedakan apakah kami orang kulit putih atau kulit merah. Demikianlah lewat satu hari tanpa ada terjadi sesuatu apa yang penting. Menjelang petang bertiuplah angin yang kencang sekali. Angin itu panas; datangnya dari belakang kami. Angin itu mengandung butir-butir pasir yang sangat mengganggu tubuh kami. "Angin keparat!" seru Parker. "Saya hampir tidak dapat melihat dan tidak dapat bernafas." "Kita boleh mengucap syukur bahwa ada angin kencang bertiup, Mr. Parker!" jawab saya. "Tidakkah Anda melihat bahwa angin ini menghapuskan jejak orang-orang Comanche?" "Ya, itu saya lihat, akan tetapi saya tidak mengerti bagaimana kita dapat memungut keuntungan daripadanya." "Jikalau jejak orang-orang Comanche hilang, maka hilang pulalah jejak Winnetou. Tugas Winnetou ialah memancangkan tonggak sampai ke perangkap kita. Dengan demikian ia harus masuk ke dalam teluk di pinggir hutan kaktus. Tetapi ia harus segera berbalik. Jikalau musuh kita nanti akan melihat jejak yang balik itu, maka mereka akan mengetahui bahwa jalan yang sebenarnya tidak menuju ke hutan kaktus; dengan demikian mereka akan menaruh curiga. Setidak-tidaknya mereka niscaya akan meninggalkan hutan kaktus lagi. Ke mana tujuan jejak yang baru itu, Mr. Parker?" "Ke arah kita," jawabnya. "Jadi ada pula kemungkinan bahwa rencana kita akan gagal. Akan tetapi angin ini akan menghapuskan jejak semuanya. Mengertikah Anda bahwa itu sangat menguntungkan kita?" Parker hendak menjawab, akan tetapi dengan sekonyong-konyong ia berdiam diri sambil menunjuk ke depan serta berkata dengan tergesa-gesa: "Orang-orang Comanche itu sudah berbalik! Mereka datang!" Kami melihat ke arah kaki langit di depan kami. Betul kami melihat sosok tubuh beberapa orang. Adakah mereka bergerak atau tidak, itu tidak dapat kami lihat. Segera saya memasang teropong saya. Sebentar kemudian saya dapat menenteramkan hatinya: "Kita tidak usah merasa khawatir, mereka bukan orang Comanche. Itu Winnetou." "Dapatkah Anda mengenalinya dari sejauh itu, Sir," tanya Old Surehand. "Belum." "Jika begitu kita harus hati-hati. Bagaimana kalau mereka itu pasukan belakang orang-orang Comanche?" "Saya kira bukan, sebab mereka berhenti." "Musuh pun mungkin juga berhenti." "Ya, tetapi Winnetou justru berbuat begitu untuk memberi isyarat kepada saya. Ia menyusun pasukannya sedemikian sehingga kita segera dapat mengetahui bahwa itu pasukannya. Ini, lihatlah dengan teropong ini, Mr. Surehand." Dipasangnya teropong itu, lalu ia berkata: "Cerdik benar! Pasukan itu disusun dalam bentuk anak panah." "Dan kemana ujung anak panah itu diarahkan?" "Tidak ke arah kita, melainkan ke arah tenggara." "Anak panah itu menunjukkan kemana kita harus berjalan. Winnetou memberitahukan kepada kita bahwa kita dapat berjalan terus dengan aman. Lagi pula susunan pasukan itu memberi kita kepastian bahwa semua berjalan dengan beres." "Saya kira begitu, sebab kalau tidak, niscaya Winnetou tidak akan berhenti setenang itu. Tetapi masih ada satu soal yang perlu kita indahkan, yaitu air." "Saya mengerti maksud Anda. Jikalau kita ingin menunjukkan orang-orang Comanche dengan kehausan, maka kita sendiri harus menjaga agar persediaan air kita cukup." "Tepat. Persediaan air kita cukup untuk hari ini, akan tetapi mungkin sekali kita besok memerlukan sehari suntuk untuk menundukkan Vupa Umugi dan pasukannya. Sesudah itu kita memerlukan satu hari lagi untuk sampai ke waha. Persediaan air kita tidak cukup untuk tiga hari. Dan apabila kita sudah menawan mereka, maka orang-orang Comanche itu tentu memerlukan air juga." "Ya, tetapi saya dapat menjamin bahwa kita tidak akan kehausan. Air yang kita perlukan akan kita ambil dari waha." "Dengan jalan bagaimana? Waha itu terletak satu hari perjalanan dari sini, jadi sebelum mereka yang mengambil air itu balik kembali, sudah lewat dua hari. Itu membahayakan." "Salah! Mereka yang mengambil air tak usah balik kembali." "Hm! Saya belum mengerti bagaimana Anda hendak mengerjakannya." "Mudah sekali. Kita membuat rantai orang berkuda. Teman-teman kita orang Apache membawa kantong air dalam jumlah banyak. Lagi pula Bloody Fox masih mempunyai sejumlah kantong air juga. Untuk memasang rantai itu kita tidak memerlukan orang banyak-banyak. Hanya kita memerlukan banyak kuda. Setiap orang tidak usah menempuh jalan sampai ke waha, melainkan hanya berjalan dari pos yang satu ke pos yang lain. Itulah maksud saya." "Ya, itu baik sekali. Adakah itu sudah Anda bicarakan lebih dahulu dengan Winnetou?" "Tidak, tetapi saya tahu bahwa ia sudah memikirkannya juga. He! Orang Apache itu tidak membawa kuda. Hanya Winnetou saja yang berkuda. Mengertikah Anda apa maknanya, Mr. Surehand?" "Tidak," jawabnya. Sedang kami bercakap-cakap itu tentu saja kami tidak berhenti, melainkan berjalan terus dan dengan begitu makin dekat pada pasukan Winnetou. Kini mereka sudah membongkar susunan mereka dan berdiri berdekat-dekatan menantikan kedatangan kami. "Winnetou sudah melaksanakan apa yang saya pikirkan tadi. Jalan pikirannya selalu sama dengan saya." "Anda hendak mengatakan bahwa Winnetou telah mengirim kudanya ke waha?" "Ya. Lihatlah, pasukannya tidak lebih daripada tiga puluh orang banyaknya dan Bloody Fox tidak ada di antara mereka. Tentu saja Bloody Fox sudah membawa beberapa orang Apache ke waha untuk mengambil air." Setelah kami sampai ke tempat Winnetou, maka Winnetou menyongsong saya seraya berkata: "Saudara saya Charley tentu mengerti apa yang saya maksud dengan susunan pasukan saya tadi. Saya hendak memberi isyarat, bahwa kami bukan orang Comanche." "Berapa jauh mereka ada di depan kita?" tanya saya. "Mereka berjalan cepat sekali, oleh karena mereka haus. Tetapi sebentar lagi mereka terpaksa berhenti, sebab matahari sudah hampir menyentuh kaki langit." "Ya, seperempat jam lagi hari sudah gelap. Masih berapa jauh hutan kaktus itu?" "Dua jam perjalanan." "Kalau begitu mereka tidak akan sampai ke sana sebelum hari malam. Itu menguntungkan kita, sebab dengan demikian besok siang mereka masuk perangkap kita. Prajurit-prajurit saudara saya orang kulit merah tidak membawa kudanya. Adakah kuda itu Anda suruh bawa ke waha?" "Ya, Bloody Fox, yang mengetahui jalan langsung ke sana, menyertai mereka. Pada jarak-jarak tertentu ia akan memasang pos penjagaan dan jalan itu akan ditunjukkannya dengan tonggak yang masih sisa. Sayang kantong air kami tidak cukup." "Kalau begitu kantong-kantong air kami akan kami susulkan, segera setelah kami menetapkan tempat kami bermalam." "Ya. Jejak kami telah terhapuskan oleh angin. Kini kita dapat memilih tempat bermalam yang sedekat-dekatnya pada tempat perhentian orang Comanche. Jikalau mereka besok masuk ke perangkap kita, maka hendaknya kita selekas-lekasnya menyusul mereka dan sekiranya mereka menaruh curiga, jangan hendaknya mereka kita beri kesempatan untuk berbalik atau lari ke samping." Kami berjalan terus. Prajurit-prajurit Apache mengikuti kami dengan berjalan kaki. Setelah hari menjadi gelap, maka kami masih berjalan terus dari tonggak ke tonggak, sampai pada perkiraan kami sudah dekat sekali pada tempat perhentian orang-orang Comanche. Sementara itu angin sudah reda. Bulan sudah terbit. Winnetou pergi menyelidik dengan beberapa orang Apache untuk mengintai tempat perhentian orang-orang Comanche. Ketika ia kembali, saya sudah tidur. Ketika keesokan harinya saya bangun maka Winnetou sudah sibuk mengatur persiapan. Kami tidak membuang waktu; bahkan makan pagi kami lakukan sambil berjalan. Hanya kami minum dan memberi kuda kami minum dahulu, walaupun sesungguhnya air tidak cukup. Kami berjalan cepat-cepat; mereka yang berjalan kaki kami tinggalkan di belakang. Saya selalu memasang teropong saya. Seperempat jam kemudian kami sudah sampai pada tempat di mana orang-orang Comanche tadi malam berhenti. Sebentar kemudian mereka sudah saya lihat. Winnetou pun memasang teropongnya juga. "Mereka berjalan perlahan-lahan sekali. Adakah saudara saya melihat mereka?" "Ya. Rupa-rupanya kuda mereka sudah letih sekali." "Mereka sendiri pun sudah kehausan. Walaupun begitu saya yakin bahwa mereka tidak akan segera menyerah." "Bagi Vupa Umugi sendiri saya masih mempunyai alat yang dapat saya pergunakan untuk memaksanya menyerah." "Yang Anda maksud jimat ketua suku itu? Untung jimat itu sudah Anda ambil dari Kaam Kulano dan Anda bawa ke mari. Saya tidak sangsi lagi bahwa kita dapat menundukkan mereka dengan mudah, lebih-lebih oleh karena Old Shatterhand sudah menangkap pasukan Nale Masiuv dan menyerahkan mereka kepada tentara kulit putih." Kata-kata itu membuktikan sekali lagi bahwa Winnetou dan saya tidak memerlukan keterangan panjang lebar. Sesungguhnya Winnetou menduga bahwa Nale Masiuv dan tentara kavaleri itu akan datang juga, akan tetapi walaupun ia tidak melihat mereka, sedikitpun ia tidak bertanya. Orang lain akan merasa khawatir dan akan menanyakannya kepada saya. Akan tetapi Winnetou sudah dapat mengambil kesimpulan sendiri. Kini saya memperoleh kesempatan untuk menceriterakan kepadanya bagaimana saya sudah dapat menangkap Nale Masiuv dan bagaimana saya melepaskan orang-orang Comanche itu. Setelah selesai laporan saya, maka ia berkata: "Uf! Tepat sekali apa yang saudara kerjakan. Sekiranya orang-orang kulit merah itu Anda bawa ke mari, maka mereka akan mengganggu saja. Nale Masiuv sudah mendapat hukuman yang selayaknya. Tanpa kuda dan bedil tak dapat ia segera memulai permusuhan lagi. Nanti Winnetou akan mendengar juga adakah komandan tentara kulit putih itu memegang janji atau tidak. Sekiranya ia membunuh orang-orang Comanche itu maka ia harus menebus kejahatan itu dengan nyawanya sendiri. Howgh." Jarak dari hutan kaktus sampai ke perangkap yang sudah disediakan oleh Winnetou kira-kira ada dua jam perjalanan. Akan tetapi orang-orang Naiini memerlukan waktu lebih dari pada tiga jam oleh karena kuda mereka sudah sangat lelah. Kami pun terpaksa berjalan perlahan-lahan pula. Dalam pada itu Winnetou dan saya selalu memasang teropong agar dapat melihat mereka tanpa dapat dilihat kembali. Mereka berjalan berdampingan, sehingga meninggalkan jejak yang lebar. Tiga jam sesudah itu jejak tadi menjadi lebih sempit. "Aha! Saat yang menentukan sudah tiba!" kata saya kepada Winnetou. "Mereka tidak berhenti; jadi rupa-rupanya tidak menaruh syak wasangka." "Ya," jawab Winnetou dengan mengangguk. "Kini mereka telah sampai pada tempat yang sempit di mana mereka masuk perangkap kita." Barangkali mereka mengira bahwa hutan belukar di ujung tempat itu tidak lebat oleh karena rupa-rupanya Schiba Bigk dapat melaluinya. Lain daripada itu mereka niscaya menyangka bahwa mereka sudah dekat pada waha. Karena mereka niscaya haus sekali, maka mereka menjadi lengah. Lain daripada itu Winnetou telah memancangkan tonggak di situ, sehingga Vupa Umugi sedikit pun tidak menaruh curiga. Ketika kami sampai pada tempat masuk itu, kami tidak melihat mereka lagi. Kami berhenti, lalu turun dari kuda kami. Kuda itu kami tambatkan sedemikian jauh di belakang kami sehingga tak mungkin kena tembak sekiranya orang-orang Comanche itu nanti akan memberi perlawanan. Pasukan kami susun sedemikian sehingga kami menguasai seluruh tempat masuk itu. Dengan demikian tidak seorang prajurit Comanche pun akan dapat meloloskan diri. Tempat masuk ke perangkap itu lebarnya kira-kira dua puluh langkah, akan tetapi makin lama makin menjadi sedemikian sempit sehingga hanya cukup untuk empat orang prajurit saja untuk berjalan berdampingan. Sekiranya musuh kami bermaksud hendak menyerang kami, maka tiap-tiap kali mereka hanya dapat maju dengan kelompok sebanyak empat atau lima orang belaka. Dengan begitu maka seluruh pasukan mereka dapat dikuasai oleh dua puluh orang kami saja. Jikalau bagian yang terdepan sudah tertembak maka mereka yang ada di belakang tidak akan dapat maju sedang hutan kaktus di kiri- kanan mereka tidak akan memungkinkan mereka bergerak ke samping. Kini kami menunggu dengan tenang. Lebih daripada dua jam sudah lewat, akan tetapi orang-orang Comanche itu tidak kunjung datang. Rupa-rupanya mereka sudah sampai pada ujung jalan, tetapi tidak segera berbalik, melainkan berhenti untuk berunding. Akhirnya mereka tentu terpaksa akan berbalik; kemungkinan yang lain tidak ada lagi. Semua mata kami arahkan ke jalan sempit itu dengan hati yang berdebar-debar. "Uf!" seru Winnetou sambil menunjuk dengan tangannya. Matanya yang sangat tajam telah melihat mereka lebih dahulu daripada kami. Musuh kami berjalan dengan perlahan-lahan sekali. Teranglah bahwa mereka sudah letih sekali dan merasa kecewa. Mereka belum melihat kami. Akan tetapi sebentar kemudian kami melihat bahwa bagian terbesar sudah berhenti. Kami segera bangkit untuk menampakkan diri. Jikalau mereka tadi mengira bahwa mereka disusul oleh tentara kavaleri maka kini mereka dapat melihat bahwa dugaan mereka salah. Mereka sudah sedemikian dekatnya pada kami sehingga mereka dapat mengetahui bahwa mereka berhadapan dengan pasukan Indian. "Betapa terkejut mereka," kata Old Surehand di sebelah saya. "Terkejut? Belum," jawab saya. "Boleh jadi kita disangka pasukan Nale Masiuv. Akan tetapi mereka tentu akan merasa heran mengapa pasukan Nale Masiuv datang lebih dahulu daripada pasukan kavaleri. Saya tahu apa yang akan diperbuatnya. Mereka akan menyuruh beberapa orang prajurit menyelidiki, siapa kita ini. Lihatlah. penyelidik itu sudah datang!" Dua orang dari mereka berjalan kaki ke arah kami. "Saudara saya mau menemani saya menyongsong mereka?" tanya saya kepada Winnetou. "Ya," jawabnya. Perlahan-lahan sekali kami menyongsong kedua orang Comanche itu. Mereka melihat bahwa kami adalah seorang Indian dan seorang kulit putih. Mereka segera berhenti. Kami melambai-lambaikan tangan kami memberi isyarat agar mereka mendekati kami. Dengan ragu-ragu mereka berjalan terus, akan tetapi sebentar kemudian berhenti lagi. "Saudara saya Shatterhand boleh berbicara!" kata Winnetou. Pada kesempatan serupa itu biasanya Winnetou menyerahkan kepada saya untuk memulai perundingan. Saya berseru kepada kedua orang Naiini tadi: "Prajurit-prajurit Comanche boleh datang ke mari Kami hendak berbicara dengan mereka dan apabila mereka tidak hendak mempergunakan senjatanya, maka mereka tidak akan kami apa-apakan." Mereka saya panggil, oleh karena saya tidak mau mendekat sampai dapat ditembak oleh orang-orang Comanche. Kedua orang Naiini itu datang. Kira- kira sampai jarak sepuluh langkah mereka berhenti lagi. "Vupa Umugi, ketua suku Comanche-Naiini menyuruh Anda ke mari untuk mengetahui siapa kami ini," kata saya. "Kenalkah Anda akan saya?" "Tidak!" jawab yang tertua daripada mereka, sambil memandang kepada Winnetou dengan rasa hormat. "Tidak juga mengenal prajurit kulit merah yang berdiri di samping saya ini?" "Uf! Itu Winnetou, ketua suku Apache!" "Saya Old Shatterhand, orang kulit putih sahabat dan saudara Winnetou." "Uf! Uf!" seru mereka bersama-sama sambil mengamat-amati saya juga. Mereka terkejut sekali mendengar nama saya, walaupun perasaan itu tidak diperlihatkannya. "Tentu Anda mengira bahwa Anda dikejar oleh tentara kulit putih," kata saya lagi. Mereka tidak menjawab. "Dan Anda niscaya mengira bahwa tentara kulit putih itu dikejar oleh pasukan Nale Masiuv!" kata saya selanjutnya. "Bagaimana Old Shatterhand mengetahuinya?" tanya orang yang tertua itu lagi. "Anda bermaksud hendak memikat tentara kulit putih itu ke mari, akan tetapi perangkap itu sudah mengenai Anda sendiri. Lihatlah siapa yang ada di belakang kami! Itu tiga ratus orang prajurit Apache-Mescalero yang sudah menyediakan bedilnya untuk membinasakan Anda semua, sekiranya Anda akan mencoba memberi perlawanan." "Uf! Uf!" "Kecuali ini tidak ada lagi jalan keluar. Anda sudah terjebak. Jikalau pasukan orang-orang Comanche tidak mau binasa, maka sebaiknya mereka menyerah saja." Mereka berpandang-pandangan. Kemudian orang Comanche yang tertua itu berkata lagi: "Di manakah tentara orang kulit putih?" "Anda mengira bahwa kami bersedia mengatakannya?" "Dan di manakah Nale Masiuv?" "Itu pun tidak akan kami katakan juga. Tetapi saya mau bertanya, tahukah Anda di mana Schiba Bigk dengan pasukannya lima puluh orang Comanche." "Uf! Schiba Bigk! Itu tidak kami ketahui." "Kami mengetahuinya. Anda mengira bahwa Anda mengikuti pasukan Schiba Bigk dari belakang, akan tetapi mereka tidak berjalan di depan Anda." "Mengapa tidak?" "Dua hari lamanya Anda mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh tonggak-tonggak yang pada dugaan Anda dipancangkan oleh Schiba Bigk. Tetapi Winnetou telah memindahkan tempat tonggak-tonggak itu, sehingga jalan yang Anda ikuti tadi ialah jalan yang salah, yang dengan sengaja kami arahkan ke perangkap ini." "Uf! Itu tidak benar." "Old Shatterhand selalu berkata benar. Schiba Bigk tidak dapat menunjukkan jalan kepada Anda, oleh karena ia sudah kami tawan. Demikian pula nasib pasukan Nale Masiuv. Mereka sudah jatuh ke tangan kami dan sudah kami serahkan kepada tentara kavaleri." Kini mereka terkejut sekali, lalu berseru: "Vupa Umugi tidak mau mempercayainya!" "Itu bukan urusan kami. Segala yang saya katakan tadi benar belaka." "Kami tahu bahwa Old Shatterhand tidak pernah berbohong, akan tetapi apa yang diucapkan tadi tidak mau masuk ke telinga kami. Maukah ia mengatakannya sendiri kepada ketua suku kami?" "Ya." "Kalau begitu kami akan segera kembali untuk memberitahukannya kepada Vupa Umugi." "Baik. Kami akan menunggu di sini." Ketika kedua orang prajurit Naiini itu sampai ke tempat teman-temannya, maka kami melihat bahwa barisan orang-orang Comanche itu mulai bergerak- gerak. Mereka turun dari kudanya. Sebentar kemudian datanglah seorang Indian kepada kami. Orang itu bukan Vupa Umugi, melainkan orang yang berbicara dengan kami tadi. "Ketua suku Comanche telah mendengar kata-kata kami, akan tetapi tidak mau percaya. Ia hanya mau mendengarnya dari mulut Anda." "Boleh. Mengapa ia tidak datang sendiri?" "Ia boleh membawa teman." "Anda berdua, Old Shatterhand dan Winnetou. Vupa Umugi tidak mau seorang diri saja." "Kami tidak menaruh keberatan sama sekali." "Anda menjamin bahwa mereka boleh balik kembali apabila mereka sudah selesai berbicara dengan Anda?" "Ya, itu saya janjikan." "Kami akan menerimanya apabila Winnetou pun mau menguatkan janji itu juga." "Saya berjanji. Howgh!" jawab Winnetou. Orang Comanche itu pergi. Saya belum pernah bertemu dengan Apanatschka. Nama itu dalam bahasa Comanche berarti orang yang serba cakap dan serba tahu. Saya ingin sekali bertemu muka dengan dia. Tidak lama kemudian kami melihat mereka berdua berjalan dengan perlahan ke arah kami, seakan-akan mereka adalah pihak yang mempunyai segala keuntungan. Dengan sikap itu mereka hendak memberi kesan bahwa mereka tidak takut dan tidak merasa khawatir. Dengan tidak mengucapkan sepatah kata jua pun mereka segera duduk di depan kami sambil meletakkan bedil mereka di atas lututnya. Sementara itu mereka memandang kami dengan pandang yang mengandung kecongkakan. Sikap mereka itu tidak kami hiraukan. "Ia akan ditemani oleh Apanatschka, ketua suku Naiini yang kedua." Saya kira Apanatschka itu adalah orang yang sudah agak tua, akan tetapi kini ternyata bahwa ia masih muda dan paras mukanya sangat menarik hati saya. Badannya tidak berapa tinggi akan tetapi kuat. Bentuk mukanya berlainan sekali dengan bentuk muka orang Indian. Walaupun warna kulitnya merah, akan tetapi saya melihat bahwa bibir atasnya, dagunya dan pipinya agak kebiru-biruan seperti halnya dengan muka orang kulit putih yang setiap hari harus mencukur janggutnya. Saya heran mengapa Apanatschka mempunyai janggut selebat janggut orang kulit putih. Sebagai umum diketahui, orang Indian tidak pernah mencukur janggutnya. Jikalau sekiranya juga dagu mereka berambut, maka rambut itu dicabutnya satu-satu. Pada pandangan pertama saja saya sudah menaruh simpati kepada ketua suku yang masih muda ini. Lagi pula rasa-rasanya muka Apanatschka ini sudah pernah saya jumpai. Rupanya menyerupai rupa orang yang sudah saya kenal baik, akan tetapi tidak dapat saya ingat siapa di antara kenalan saya rupanya menyerupai dia. Jikalau ketua-ketua suku yang bermusuhan hendak mengadakan perundingan, maka bukanlah yang tertinggi kedudukannya yang memulai perundingan. Makin tinggi derajat orang, makin lama ia berdiam diri. Sudahlah diadatkan bahwa yang akan membuka pembicaraan ialah pihak yang mempunyai kepentingan terbesar pada pembicaraan itu. Rupa-rupanya Vupa Umugi hendak memberi kesan seakan-akan ia tidak mempunyai kepentingan sama sekali. Ia berdiam diri saja dan air mukanya menunjukkan bahwa ia tidak mau membuka mulut sebelum kami berbicara. Kami pun berbuat acuh tak acuh juga. Dalam pada itu saya melayangkan pandang ke arah Winnetou. Saudara saya itu menjawab dengan pandang yang mengatakan bahwa ia pun tidak bersedia untuk memulai perundingan. Demikianlah kedua pihak berdiam diri saja beberapa waktu lamanya. Kemudian saya berbaring seakan-akan hendak melepaskan lelah. Siasat saya mengena; Vupa Umugi memberi isyarat kepada Apanatschka. Ketua suku yang muda itu berkata: "Old Shatterhand dan Winnetou hendak berbicara dengan kami?" Saya tidak mengubah sikap saya dan tidak menjawab. Winnetou pun berdiam diri juga. Apanatschka mengulangi perkataannya: "Old Shatterhand dan Winnetou hendak berbicara dengan kami?" Karena tidak mendapat jawab, maka perkataan itu diulanginya beberapa kali. Kini saya membangkitkan badan saja lalu berkata: "Apa yang saya dengar itu sangat mengherankan saya. Kami sama sekali tidak hendak berbicara dengan ketua-ketua suku Comanche, melainkan kami telah diminta menyampaikan sendiri kepada Vupa Umugi apa yang telah kami katakan kepada utusannya. Kami telah mengizinkan kedua ketua suku ini datang ke mari, akan tetapi kini mereka berbuat seakan-akan tidak mau mendengarkan kami. Mengapa Vupa Umugi berdiam diri serta menyuruh Apanatschka berbicara dengan kami? Sudah hilangkah akalnya atau sudah tidak dapatkah ia berbicara? Vupa Umugi sendiri, bukan Apanatschka, yang ingin berbicara dengan kami. Apabila Vupa Umugi tidak mau membuka mulutnya maka janganlah ia mengharapkan bahwa kami akan membuka perundingan. Persediaan air minum dan daging kami lebih daripada cukup. Jikalau demikian juga halnya dengan pasukan Comanche maka boleh ia tetap berdiam diri." Saya membuat gerak seolah-olah hendak berbaring kembali, tetapi Vupa Umugi segera berkata: "Old Shatterhand boleh tetap duduk dan mendengarkan perkataan saya." "Silakan," jawab saya dengan singkat. "Old Shatterhand sudah mengatakan kepada utusan saya bahwa Nale Masiuv dan pasukannya telah tertawan." "Ya, itu sudah saya katakan. Itu benar." "Schiba Bigk sudah tertawan juga?" "Ya." "Saya tidak percaya!" "Kalau tidak mau, jangan Anda percaya." "Bagaimana Anda dapat berturut-turut menjumpai Schiba Bigk, pasukan tentara kulit putih dan Nale Masiuv? Hanya secara kebetulan saja? Itu tidak mungkin." "Bukan secara kebetulan, melainkan akibat perhitungan." "Perhitungan? Itu hanya mungkin apabila Anda mengetahui apa yang sudah diputuskan oleh prajurit-prajurit Comanche!" "Itupun saya ketahui juga." "Dari siapa Anda mengetahuinya?" "Dari Anda sendiri." "Uf!" "Ya. Itu saya dengar dari mulut Anda di Air Biru." "Uf! Anda mengira bahwa Vupa Umugi lekas mempercayai segala perkataan orang." "Tidak, akan tetapi Vupa Umugi sudah bersikap sangat tidak hati-hati. Anda sudah melengahkan segala sesuatu yang perlu untuk membuat rencana Anda berhasil." "Rencana apa?" "Pertanyaan itu hanya dapat membuat saya tertawa!" jawab saya. Kini saya ceriterakan kepadanya segala sesuatu yang sudah terjadi dari saat Winnetou mendengarkan percakapan dua orang Comanche di daerah Utara sampai pada saat saya dapat mengetahui rencana mereka. Selanjutnya saya katakan juga bahwa Winnetou dan saya telah memutuskan untuk membantu Bloody Fox. Seterusnya saya kisahkan juga bagaimana saya dapat menundukkan Nale Masiuv dengan ancaman akan membinasakan jimatnya; kemudian saya berkata kepadanya: "Demikian juga Anda akan terpaksa menyerah kepada saya, sebab jimat Anda akan saya binasakan juga." Vupa Umugi menjawab dengan tertawa: "Anda tidak akan dapat merampas jimat saya, sebab jimat itu tidak ada pada saya. Vupa Umugi bukan hanya mempunyai sebuah jimat saja, melainkan beberapa buah. Lagi pula Vupa Umugi tidak pernah membawa jimatnya apabila ia pergi berperang, sebab dalam peperangan ada kemungkinan bahwa jimat itu akan hilang. Anda tidak akan dapat mengancam saya sebagai Anda mengancam Nale Masiuv." "Anda tahu bahwa Old Shatterhand tidak pernah berbohong Apabila Old Shatterhand mengatakan bahwa dia dapat membinasakan jimat Anda maka itu pun benar juga. Bagaimanapun juga, apa akal Anda untuk meloloskan diri jikalau Anda tidak mau menyerah? Anda hendak memberi perlawanan?" "Ya, tentu saja." "Itu boleh Anda coba. Tetapi sayu tahu bahwa Anda tidak akan mencobanya. Bahkan sekiranya Anda dapat menang, maka Anda dan prajurit-prajurit Anda akan mati semuanya karena kekurangan air minum. Lihatlah kedudukan pasukan Anda dari sini! Anda tak mempunyai cukup ruangan untuk membentuk barisan Anda dan prajurit-prajurit Anda itu sedemikian berjejal-jejal, sehingga setiap peluru kami akan mengenai sasaran. Kami mempunyai air minum, Anda tidak. Kami masih segar, demikian juga kuda kami; Anda haus dan kuda Anda hampir rebah keletihan. Perhatikanlah semua itu!" "Namun begitu kami akan memberi perlawanan juga!" "Tidak. Anda mungkin sekali berbuat kurang hati-hati, akan tetapi tak mungkin Anda berbuat sebagai orang gila." Ia menundukkan kepala lalu berdiam diri. Seketika lamanya ia tidak berkata apa-apa. Akhirnya ia bertanya dengan perlahan-lahan: "Sekiranya kami mau menyerah, apa yang akan Anda putuskan terhadap kami?" "Anda tidak akan kami bunuh." "Selanjutnya kami tidak akan Anda apa-apakan? Tanpa kuda dan bedil, kami akan binasa; karena itu kami tidak dapat menyerahkan kuda dan bedil kami." "Kalau itu kami kehendaki, Anda harus menyerahkannya. Kami sudah cukup bersikap baik hati dengan tidak menuntut nyawa Anda. Sekiranya Anda pihak yang menang, maka Anda tidak akan memberi ampun kepada kami, melainkan kami sekalian akan Anda ikat pada tiang siksaan." Ia mengepalkan tinjunya seraya berseru: "Anda sudah dibawa oleh jiwa jahat ke Air Biru! Sekiranya itu tidak terjadi, maka rencana kami niscaya akan berhasil!" "Itu benar; karena itu saya berpendapat bahwa yang membawa saya ke Air Biru itu bukanlah jiwa yang jahat, melainkan jiwa yang baik. Anda sudah tidak mempunyai pengharapan lagi. Apabila tidak mau menyerah maka Anda semua akan binasa. Itu harus Anda pahami!" "Tidak, saya tidak dapat memahami. Jangan Anda lupa bahwa orang kulit putih yang kami kenal dengan nama pembunuh Indian, ada di tangan kami. Ia dapat kami pergunakan sebagai sandera, dan ia akan kami bunuh apabila Anda atau teman Anda berani berbuat sesuatu yang merugikan kami." "Kalau tidak dapat dielakkan biarlah si tua itu mati. Ia jatuh ke tangan Anda oleh karena ia tidak mematuhi perintah saya. Ia telah meninggalkan barisan kami." "Jadi Anda setuju bahwa ia kami bunuh?" "Sama sekali tidak. Yang saya maksud ialah bahwa saya tidak akan mengorbankan sesuatu untuk menyelamatkannya. Tetapi apabila Anda membunuhnya maka saya akan memberi pembalasan seperti yang belum pernah Anda alami. Dari pihak saya perundingan ini sudah selesai; saya tidak akan mengatakan apa-apa lagi." Saya bangkit, diikuti oleh Winnetou. Kedua orang Comanche itu bangkit juga. Apanatschka memandang kami dengan pandang yang sama sekali tidak mengandung perasaan permusuhan, akan tetapi kami dapat melihat bahwa Vupa Umugi sedang mendidih darahnya. Akhirnya ia berteriak ke arah kami: "Kami pun selesai juga. Kami masih mengetahui beberapa akal untuk menyelamatkan kami semua." "Sekiranya Anda mengira mempunyai seratus akal, maka tidak satu pun akan dapat menyelamatkan Anda sekalian. Jikalau kami terpaksa maka kami akan membakar hutan kaktus ini." "Uf!" katanya dengan terkejut. "Winnetou dan Old Shatterhand hendak menjadi pembakar dan pembunuh?" "Jangan Anda mengucapkan pertanyaan sebodoh itu, lagi! Pergilah Anda berunding dengan prajurit-prajurit Anda dan beritahukanlah dengan segera apa yang akan Anda putuskan." "Anda akan mendengarnya." Kini pergilah mereka berdua, tetapi sikapnya tidak lagi secongkak sikap mereka ketika mereka datang tadi. Kami pun kembali ke tempat teman-teman kami yang kini ingin benar mengetahui apa hasil perundingan kami dengan kedua ketua suku itu. Kami tidak lengah mengamat-amati dengan baik-baik barisan orang-orang Comanche itu. Mungkin sekali mereka akan menjadi mata gelap; berhubung dengan kemungkinan itu maka kami harus bersiap-siap dan waspada. Yang dapat kami lihat hanyalah prajurit-prajurit Comanche yang ada di depan sekali. Apa yang terjadi di belakang mereka tidaklah dapat kami lihat. Saya mengambil kuda saya lalu berjalan sebentar mengelilingi hutan kaktus itu. Saya dapat melihat musuh kami dari sebelah samping. Maka kami melihat bahwa pada tempat di mana padu dugaan kami prajurit-prajurit Comanche itu berkumpul semuanya, hanya ada paling banyak tiga puluh orang Comanche. Yang lain rupa-rupanya telah masuk lebih jauh lagi ke hutan kaktus. Saya kembali untuk melaporkannya kepada Winnetou. "Mereka hendak merintis jalan di antara pohon-pohon kaktus itu dengan tomahawk mereka," kata Winnetou. "Saya rasa begitu, akan tetapi usaha, itu tidak akan berhasil." "Ya, pohon-pohon kaktus yang sudah kering itu keras sebagai batu sehingga tidak akan terpancung oleh pisau mereka." "Walaupun begitu kami tidak boleh lengah. Saya akan pergi sekali lagi untuk mengintai mereka." "Boleh, akan tetapi saya rasa tidak perlu." "Bolehkah saya ikuti, Mr. Shatterhand?" tanya Parker. "Silakan." "Saya juga?" tanya Hawley. "Boleh, akan tetapi tidak lebih daripada Anda berdua saja. Ambillah kuda Anda." Kami berjalan ke arah selatan sampai suatu tempat di mana hutan kaktus itu membelok ke arah timur. Kemudian kami menuju ke arah timur sampai kira-kira satu jam lamanya. Maka sampailah kami kepada sebuah teluk yang menjorok jauh sekali ke arah hutan belukar. Kami masuk ke dalam teluk itu sampai pada ujungnya. Dengan teropong saya, dapat melihat orang-orang Comanche. Apa yang mereka kerjakan tidak dapatlah saya lihat dengan saksama, akan tetapi saya dapat melihat bahwa prajurit-prajurit itu sedang memegang pohon kaktus dengan tomahawknya. Kini kami balik kembali melalui jalan yang kami tempuh tadi. SI JENDERAL Kini kami sampai kembali ke tempat di mana pinggir hutan itu membelok ke arah barat, maka tampaklah pada saya seakan-akan jauh sekali di sebelah selatan ada sesuatu bergerak di padang Llano. Saya angkat teropong saya; maka kelihatan sekarang bahwa dugaan saya itu tidak salah. Mereka itu ialah orang berkuda. Jumlah mereka belum dapat saya hitung, akan tetapi setelah menunggu beberapa lama, maka dapatlah saya ketahui bahwa mereka itu delapan orang jumlahnya serta membawa empat ekor kuda beban. Mereka bergerak ke arah timur-laut sehingga mereka nanti akan melalui pinggir hutan kaktus ini. Sekiranya mereka itu orang Comanche maka mungkin juga mereka akan dapat menolong prajurit-prajurit Comanche yang sudah terkurung di dalam hutan kaktus. Kemungkinan itu hanya kecil sekali, akan tetapi sudah sering sekali saya mengalami bahwa kemungkinan yang kecil pun dapat membawa akibat yang besar. Karena itu maka mereka tidak dapat saya biarkan lalu. melainkan mereka harus saya paksa dengan segala usaha untuk mengikuti saya ke tempat teman-teman saya prajurit Apache, lebih-lebih setelah saya melihat bahwa di antara mereka itu ada empat orang Indian. Indian suku manakah mereka? Itu perlu saya ketahui. Kami berjalan ke arah Selatan, sedemikian jauhnya sehingga mereka nanti harus melalui tempat kami. Di sana kami menunggu. Kini mereka melihat kami juga. Mereka berhenti untuk berunding, lalu meneruskan perjalanan ke arah kami. Di depan sekali berjalan seorang kulit putih dan seorang kulit merah. Orang Indian itu memakai bulu burung rajawali di rambutnya, jadi ia seorang ketua suku. Orang kulit putih itu kurus badannya; usia saya taksir antara lima puluh dan enam puluh tahun. Pakaiannya ganjil sekali, setengah pakaian sipil setengah pakaian militer Lagi pula ia membawa pedang. Demi mereka sudah dekat pada kami maka saya dapat melihat bahwa muka orang kulit putih itu agak mencurigakan, artinya tidak menimbulkan kepercayaan. Orang kulit putih itu tidak mengangkat topinya, melainkan menggerakkan tangan ke arah kami belaka sambil berkata: "Good day, boys! Apa kerja Anda di tengah-tengah padang pasir yang kering ini, he?" "Ah, kami berjalan-jalan begitu saja," jawab saya. "Berjalan-jalan? Aneh benar! Jikalau sekiranya saya tidak terpaksa mengarungi padang Llano ini, maka sedikit pun tidak akan terpikir oleh saya untuk datang ke mari. Siapakah Anda ini?" "Boys! Anda menyebut kami demikian, jadi tentu kami tak lain daripada boys." "Omong kosong. Saya tidak hendak mendengarkan olok-olok. Anda tahu apabila orang di padang pasir ini bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya, orang harus mengetahui dengan jelas siapa yang dijumpainya itu." "Itu tepat." "Saya menjumpai Anda di sini, jadi.... " "Kami pun menjumpai Anda di sini, jadi.... " "Rupa-rupanya Anda gemar sekali berolok-olok. Biasanya tidak saya perkenankan orang berolok-olok terhadap saya, akan tetapi sekali ini saya mau memberi ampun. Tidakkah Anda melihat bahwa saya seorang opsir? Tidakkah pernah Anda mendengar nama Douglas, jenderal Douglas?" "Tidak." "Kalau begitu Anda tidak mengetahui sedikit juga sejarah Amerika Serikat. Jenderal Douglas yang masyhur itu ialah saya." Ia mengangkat dadanya untuk memperlihatkan betapa tinggi kedudukannya. Kini saya yakin bahwa ia sama sekali bukan jenderal. "Saya senang bertemu dengan Anda, Sir!" "Saya sudah berperang di Bull-Run!" "Bagus sekali." "Dan di Gettysburg, di Harpers-Ferry, di pegunungan Chatta dan saya menyertai dua puluh buah pertempuran yang lain lagi. Selalu saya menang. Anda percaya?" Sementara itu ia menggerak-gerakkan pedangnya. "Mengapa tidak?" jawab saya. "Kini saya sedang menjelajah padang Llano. Orang-orang kulit putih ini adalah bujang saya dan orang Indian ini penunjuk jalan. Pemimpin orang kulit merah itu ialah Mba, ketua suku Chickasaw." Saya mengetahui bahwa jari ketua suku itu lebih berharga daripada seluruh badan orang yang menyebut dirinya jenderal itu. Saya bertanya kepada ketua suku orang Indian itu: "Adakah prajurit-prajurit Chickasaw menggali kapak peperangan terhadap suku kulit merah yang lain?" "Tidak," jawabnya. "Tidak terhadap suku Apache dan tidak juga terhadap suku Comanche?" "Tidak." "Kalau begitu maka Mba, ketua suku orang Indian yang suka damai itu dapat saya perkenalkan kepada Winnetou ketua suku Apache. Prajurit-prajurit Apache ada di balik hutan kaktus ini Mereka sedang mengepung orang-orang Comanche yang dipimpin oleh Vupa Umugi. Maukah Anda mengikuti kami?" "Dengan segala senang hati!" jawabnya dengan mata yang berseri-seri. "Winnetou?" tanya si Jenderal. "Saya ingin sekali bertemu dengan dia. Tentu saja kami pun ingin ikut. Siapakah Anda, Sir?" "Saya ketua suku orang Apache. Mereka menyebut saya Old Shatterhand." Jawab saya itu rupa-rupanya sedikit pun tidak diharapkannya, karena itu sikapnya segera berubah, lalu ia berkata: "Saya sudah sering sekali mendengar nama Anda, Sir. Saya bersenang hati bertemu dan berkenalan dengan Anda. Maukah Anda berjabatan tangan dengan seorang jenderal yang selalu ada pada pihak yang menang?" Maka saya jabat tangannya; saya merasa puas bahwa mereka dengan sukarela mau mengikuti kami. Mba berdiam diri saja, akan tetapi saya melihat bahwa ia memandang pertemuan dengan saya itu sebagai suatu kehormatan. Lain benar sikap Douglas. Ia tak henti-henti bertanya, lebih-lebih tentang asal mula permusuhan orang-orang Apache dengan orang-orang Comanche. Pertanyaan-pertanyaan itu saya jawab sekedar saya pandang perlu supaya saya tidak dianggapnya orang yang tidak sopan. Sedikit pun saya tidak menaruh simpati kepada orang kulit putih ini; mukanya menunjukkan segala sifat orang jahat. Demi saya menyebut nama Old Surehand maka tampaklah dengan nyata bahwa ia terkejut. Antara dia dan Old Surehand pasti terjadi sesuatu. Ketika kami sampai ke tempat teman-teman kami, maka orang-orang Apache itu heran sekali bahwa saya membawa rombongan yang membawa perlengkapan cukup untuk mengarungi padang pasir. Mereka itu saya perkenalkan kepada teman-teman saya. Winnetou menyambut Mba dengan ramah- tamah, tetapi si jenderal disambutnya dengan sikap yang dingin. Old Surehand memandang jenderal itu dengan keheran-heranan, ia memperhatikan pakaiannya yang ganjil itu, akan tetapi selanjutnya tidak menunjukkan bahwa ia kenal akan orang itu. Sebaliknya opsir tinggi itu memandang Old Surehand dengan pandang yang mengandung ketakutan, akan tetapi demi ia melihat bahwa Old Surehand rupa-rupanya tidak mengenal dia, maka ia menjadi tenang kembali. Karena itu maka saya lebih yakin lagi bahwa saya harus bersikap waspada terhadap orang ini. Kesempatan yang pertama saya pergunakan untuk bertanya kepada Old Surehand: "Kenalkah Anda pada orang yang menyebut dirinya jenderal itu?" "Anda belum pernah bertemu dengan dia?" "Belum. Baru sekali ini saya melihat mukanya." "Cobalah Anda ingat-ingat, betulkah Anda belum pernah berjumpa dengan dia!" "Betul! Akan tetapi, apa maksud Anda dengan pertanyaan yang Anda beri tekanan itu, Sir?" "Oleh karena saya yakin bahwa ia mempunyai sangkut paut dengan Anda. Ia terkejut sekali ketika saya menyebut nama Anda." "Ah, barangkali Anda salah lihat." "Tidak. Saya melihatnya dengan jelas. Lagi pula, baru ini ia melihat Anda dengan pandang yang mengandung ketakutan. Nyata pada saya bahwa ia sedang memperhatikan adakah Anda mengenali dia." "Hm! Saya tahu bahwa mata Anda tajam sekali, Mr. Shatterhand, akan tetapi dalam hal ini saya yakin bahwa Anda salah sangka. Saya tidak mempunyai urusan sama sekali dengan Douglas ini." "Akan tetapi ia rupa-rupanya mempunyai urusan dengan Anda. Baiklah, selanjutnya ia akan saya amat-amati." "Itu baik, Sir! Anda nanti akan melihat bahwa Anda salah sangka." Matahari memancarkan sinarnya yang panas. Tengah hari sudah lewat, akan tetapi orang-orang Comanche tidak memberi jawab. Kemudian saya melihat barisan mereka sedang bergerak-gerak, suatu tanda bahwa mereka semuanya sudah berkumpul kembali. Rupa-rupanya Vupa Umugi kini menginsafi bahwa mereka tidak mungkin dapat merintis jalan di hutan kaktus. Saya yakin pula bahwa ia segera akan berusaha mengadakan perundingan kedua. Ya, saya melihat seorang prajurit Comanche berjalan ke arah kami. Dari jauh ia sudah berseru bahwa kedua ketua sukunya ingin mengadakan perundingan lagi dengan kami. Kami menyatakan kesediaan kami, lalu pergi ke tempat di mana kami mengadakan perundingan yang pertama. Sekali ini saya membawa jimat-jimat Vupa Umugi yang sudah saya ambil dari Kaam Kulano. Jimat-jimat itu saya masukkan di bawah baju saya sehingga tidak dapat dilihat orang. B aru saja kami duduk, maka Vupa Umugi dan Apanatschka sudah datang. Masing-masing mengambil tempat duduk mereka semula. Dalam pada itu mereka berusaha berbual seolah-olah mereka sama sekali tidak merasa khawatir. Sekali ini Vupa Umugi tidak menunggu-nunggu lagi. Serta ia sudah duduk, maka ia segera berkata: "Belum berubahkah pendapat Old Shatterhand?" "Pendapat saya tidak akan berubah," jawab saya. "Saya sudah berunding dengan prajurit-prajurit saya dan saya datang ke mari untuk mengajukan sebuah usul. Kami akan menghentikan permusuhan dan kami bersedia mengisap pipa perdamaian dengan Anda." "Bagus! Kini Anda berbicara dengan akal sehat. Akal sehat itu akan mengatakan pula kepada Anda bahwa usul Anda itu hanya dapat kami terima dengan beberapa syarat tertentu." "Uf! Anda hendak menuntut syarat? Syarat itu tidak ada!" "Syarat itu justru ada! Anda bukan kanak-kanak. Saya yakin bahwa Anda pun insaf bahwa, setelah Anda memerangi kami, tiada dapatlah Anda datang menawarkan perdamaian belaka supaya Anda dapat pulang sebagai pihak yang menang." Kata-kata itu saya ucapkan dengan suara yang keras, sehingga ketua suku itu menundukkan kepala kemalu-maluan. Akhirnya ia berkata lagi dengan suara yang tidak mengandung kecongkakan sama sekali: "Syarat apakah yang Anda kehendaki?" "Anda semua akan kami bebaskan, akan tetapi kuda dan bedil Anda akan kami rampas. Senjata-senjata yang lain kami biarkan pada Anda." "Syarat itu tak mungkin dapat kami terima." "Kalau begitu tak perlu kita berunding; perselisihan ini akan kita selesaikan dengan senjata." Saya berbuat seakan-akan hendak bangkit, akan tetapi Vupa Umugi cepat-cepat berkata: "Sebentar! Sungguh-sungguhkah Anda yakin bahwa Anda dapat menaklukkan Vupa Umugi sebagai Anda menaklukkan Nale Masiuv?" "Ya, saya yakin." "Nale Masiuv membawa jimatnya; karena itu Anda dapat mengalahkan dia." "Tiadakah saya katakan bahwa saya dapat juga mengambil senjata Anda?" "Ya, itu Anda katakan, akan tetapi Anda tidak akan dapat mengambilnya." "Pshaw! Itu mudah sekali. Saya tahu di mana jimat-jimat itu Anda tinggalkan, yakni di Kaam Kulano." "Uf!" "Ya, jimat-jimat itu Anda gantungkan pada dua tombak yang terpancang di depan kemah Anda." "Uf! Dari siapa Old Shatterhand mengetahuinya." "Saya sudah melihatnya dengan mata saya sendiri. Perhatikanlah apa yang akan saya perbuat." Saya bangkit, memotong beberapa ranting kaktus, lalu saya timbun. Kemudian saya berpaling kepada Vupa Umugi: "Saya pergi ke Kaam Kulano dari Altschese Tschi dan dari perkemahan suku Anda saya ada membawa tiga hal: tawanan Anda orang Negro.... " "Bohong!" "Kuda kesayangan Anda.... " "Bohong juga!" "Dan jimat-jimat Anda.... " "Itu bohong... bohong sekali." "Old Shatterhand tidak pernah berbohong. Lihatlah ini!" Saya buka baju saya, lalu saya keluarkan jimat-jimat Vupa Umugi. Benda-benda itu saya letakkan di atas timbunan ranting kaktus yang kering. Demi ketua suku itu melihat perbuatan saya, maka saya melihat matanya berkilat-kilat dan seketika kemudian ia melompat bangkit untuk menjangkau jimat- jimatnya. Dalam pada itu saya telah mencabut pistol saya dan sambil membidikkan pistol ke arah mukanya maka saya mengancam: "Jangan bergerak! Saya sudah menjanjikan akan membebaskan Anda dan janji itu akan saya tepati; akan tetapi jimat-jimat ini adalah milik saya dan apabila Anda hendak menyentuhnya maka Anda akan saya tembak." Vupa Umugi duduk kembali dengan putus asa sambil mengeluh: "Itu... jimat-jimat... saya... betul-betul... jimat-jimat saya!" "Ya, itu jimat-jimat Anda. Kini Anda telah mengakui bahwa Old Shatterhand selalu tahu apa yang dikatakannya. Saya mau berjanji bahwa Anda akan saya perlakukan sebagai saya memperlakukan Nale Masiuv. Katakanlah sekarang dengan segera, maukah Anda menyerah atas dasar syarat-syarat saya?" "Tidak... tidak mau!" "Kalau begitu maka lebih dahulu jimat-jimat Anda akan saya bakar. Kemudian akan saya ambil scalp Anda dan Anda akan saya gantung. Howgh!" Saya mengambil korek api, saya goreskan sebuah, lalu saya bawa ke dekat timbunan ranting kaktus yang segera mulai menyala. "Jangan! Aduh, jimat saya!" seru ketua suku itu dengan ketakutan. "Kami menyerah! Kami menyerah!" Oleh karena pistol saya masih selalu saya bidikkan ke arahnya, maka ia tidak berani meninggalkan tempat duduknya. Api yang sudah mulai menyala itu saya padamkan dan sambil memegang batang korek api, saya berkata dengan suara yang bersungguh-sungguh: "Dengarlah perkataan saya selanjutnya. Api itu sudah saya padamkan karena Anda berjanji akan menyerah. Jangan Anda bertingkah dan hendak mengingkari janji itu. Apabila ada alasan bagi saya untuk menyangka bahwa Anda mungkin mengingkari janji Anda maka jimat-jimat ini akan saya bakar." "Kami menyerah!" katanya dengan gemetar. "Dapatkah saya memperoleh kembali jimat-jimat saya?" "Ya, pada saat Anda kami bebaskan. Jimat-jimat itu akan saya simpan baik-baik untuk Anda, akan tetapi akan segera saya binasakan demi Anda berusaha untuk meloloskan diri. Kini ada beberapa hal yang saya kehendaki dari Anda: Anda segera menyerahkan segala senjata yang Anda bawa, lalu Anda kami ikat. Anda setuju?" "Ya, saya tidak dapat berbuat lain. sebab Anda membawa jimat-jimat saya!" "H endaknya Apanatschka balik ke tempat prajurit-prajurit Anda untuk memberitahukan apa yang telah Anda putuskan. Di tempatnya masing-masing mereka harus menanggalkan segala senjata, lalu datang kemari seorang demi seorang untuk diikat. Maukah mereka berbuat begitu?" "Tentu mereka mau, sebab jimat ketua sukunya bagi mereka adalah sama suci dengan jimat mereka sendiri." "Baiklah! Sesudah itu mereka akan segera kami beri air minum dan kuda mereka akan kami beri minum pula. Dari sini mereka akan kami bawa ke suatu tempat di mana ada air lebih banyak lagi. Apabila Anda mematuhi segala perintah kami dan tinggal tenang saja, maka boleh jadi kami tidak akan bersikap terlalu keras, sehingga Anda akan kami perkenankan juga menahan beberapa ekor kuda dan beberapa pucuk bedil. Anda tahu bahwa saya lebih bersikap lunak terhadap Anda daripada terhadap Nale Masiuv. Anda setuju?" "Ya. Saya tak dapat berbuat lain supaya dapat menyelamatkan jimat dan jiwa saya." "Kini Apanatschka boleh pergi. Ia saya beri waktu seperempat jam. Apabila prajurit-prajurit Comanche tidak datang kepada kami berturut-turut tanpa membawa senjata, maka jimat-jimat Anda akan kami bakar!" Ketua suku Comanche yang masih muda itu bangkit, lalu maju selangkah seraya berkata: "Saya sudah banyak sekali mendengar tentang Old Shatterhand. Tidak seorang dapat membandingi kekuatannya atau kecerdikannya. Itu kami alami hari ini. Apanatschka adalah musuhnya, akan tetapi ia bergirang hati dapat berkenalan dengan ketua suku orang kulit putih ini dan sekiranya Apanatschka masih diberi umur panjang, maka sejak saat ini ia akan tetap menjadi sahabat dan saudaranya." "Diberi umur panjang? Anda tidak akan kami bunuh." Ia menegakkan badannya dengan bangga, lalu menjawab: "Apanatschka bukanlah kanak-kanak dan bukan perempuan tua, melainkan seorang prajurit. Ia tidak mau menerima jiwanya kembali sebagai hadiah!" "Apa yang Anda maksud dengan kata-kata itu? Anda hendak memberi perlawanan?" "Tidak. Saya adalah tawanan Anda, sebagai halnya dengan segenap prajurit Comanche Saya tidak akan melawan dan tidak pula akan mencoba melarikan diri. Akan tetapi saya tidak menghendaki Old Shatterhand dan Winnetou akan mengatakan bahwa nyawa saya telah diselamatkan oleh ketakutan ketua suku akan kehilangan jimatnya. Apanatschka tahu kewajiban apa yang telah diletakkan di atas bahunya oleh namanya sendiri." Ia berpaling lalu pergi. "Uf!" seru Winnetou. Winnetou mengagumi sikap ketua suku Comanche yang gagah berani itu. Apabila Winnetou, yang biasanya selalu berdiam diri, kini sampai mengucapkan seruan serupa itu, maka saya harus percaya bahwa ucapannya itu mempunyai alasan yang luarbiasa. Saya pun memandang ke arah prajurit muda yang berani itu, yang dengan sikapnya membuktikan bahwa jiwanya lebih unggul daripada jiwa sesama sukunya. Winnetou dan saya sama-sama mempunyai dugaan bahwa anak muda itu mempunyai rencana tertentu. Kini Vupa Umugi pun bangkit, akan tetapi dengan perlahan-lahan dan seakan-akan memikul beban yang berat. Rupa-rupanya berat benar baginya akan memikul rasa sesal untuk selama-lamanya bahwa dia, seorang ketua suku Comanche Naiini, telah terpaksa menyerah kepada musuhnya tanpa memberi perlawanan. Saya memungut kembali jimat-jimat Vupa Umugi, lalu ketua suku itu kami bawa berjalan di antara kami berdua ke tempat di mana teman-teman kami menunggu. Sesampai di sana dengan sukarela ia membiarkan dirinya kami ikat dan kami baringkan di tanah. Old Surehand segera kami beritahu apa hasil perundingan kami. Kemudian si jenderal meminta perhatian saya dengan membanjiri saya dengan kata- kata yang mengandung pujian yang berlebih-lebihan. Dalam pada itu ia melihat ke arah kedua bedil saya dengan pandangan yang menunjukkan kelobaan. Sayang sekali pada saat itu sikapnya itu tidak seberapa saya perhatikan. Kelak sikap itu akan teringat oleh saya dengan cara yang sangat tidak menyenangkan bagi saya. Kemudian jenderal itu mendekati saya serta berkata dengan perlahan-lahan sekali: "Saya menaruh minat yang besar sekali pada segenap teman Anda, jadi terhadap Mr. Surehand juga. Siapakah namanya yang sebenarnya?" "Saya tidak tahu," jawab saya. "Akan tetapi Anda tentu tahu apa kerjanya sehari-hari?" "Tidak." "Anda tidak tahu juga dari mana datangnya?" "Tidak. Kalau Anda ingin mengetahui semuanya, maka dapatlah saya memberi nasihat Anda yang baik: tanyakanlah kepadanya sendiri! Barangkali mau ia mengatakannya kepada Anda. Saya tidak pernah diberitahunya dan saya pun tidak ingin mengetahuinya." Setelah mengucapkan kata-kata itu maka saya berbalik, lalu meninggalkan dia. Kini kami menunggu kedatangan orang-orang Comanche. Yang datang pertama-tama sekali bukanlah seorang kulit merah, melainkan seorang kulit putih, yaitu Old Wabble. Ia datang berkuda. Sampai ke dekat saya ia melompat dari atas kuda lalu mengulurkan tangannya ke arah saya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Maka dengan hati yang riang ia berseru kepada saya: "Welcome, Sir! Saya harus menjabat tangan Anda, oleh karena Anda datang ke mari. Sebenarnya saya agak merasa cemas tentang kesudahan urusan ini. Akan tetapi sebagai biasa kini ternyata pula bahwa semua sudah menjadi beres, it's clear!" "Tidak, itu sama sekali tidak clear," jawab saya. "Saya tidak mempunyai urusan apa-apa lagi dengan Anda." "Ho, ho! Sebab apa?" "Oleh karena, walaupun Anda sudah berusia lanjut, Anda masih bersikap lancang sebagai seorang kanak-kanak. Setiap orang yang berakal dan bersikap hati-hati tentu akan selalu merasa cemas mempunyai teman seperti Anda." Ia saya tinggalkan begitu saja seperti saya meninggalkan jenderal tadi. Kemudian cowboy tua itu pergi ke Old Surehand, Parker dan Hawley, akan tetapi mereka pun semua berpaling tanpa menjawab. Akhirnya ia berdiri seorang diri saja. Untung kemudian si jenderal datang kepadanya. Kini orang-orang Comanche itu datang seorang demi seorang seperti yang saya syaratkan. Setiap orang yang datang kami periksa, lalu kami ikat. Tidak seorang pun membawa senjata. Apa-apa yang dapat dipergunakannya untuk melawan telah ditinggalkannya pada kudanya. Setelah semua terikat dan kami baringkan di tanah, maka barulah kami sadar betapa besar bahaya yang mengancam kami dari pihak seratus lima puluh orang Indian yang, walaupun berani, namun sangat bengis bahkan tidak mengenal ampun. Jikalau saya katakan bahwa prajurit-prajurit Comanche itu telah terikat dan berbaring semua, maka sesungguhnya ada seorang yang saya kecualikan, yaitu Apanatschka, yang datang paling kemudian sekali dan yang atas permintaan saya tidak kami ikat. Ia datang kepada saya lalu berkata: "Old Shatterhand akan menyuruh teman-temannya mengikat saya?" "Tidak," jawab saya. "Dengan segala senang hati Anda kami kecualikan, oleh karena Anda saya percayai sekali. Anda tak usah menanggalkan senjata Anda dan Anda boleh mengikuti kami dengan bebas, apabila Anda mau berjanji tidak akan mencoba melarikan diri." Winnetou dan Old Surehand berdiri di dekat saya. Muka Apanatschka berseri-seri kegirangan, akan tetapi ia tidak berbicara. "Maukah Anda berjanji?" tanya saya. "Tidak," jawabnya. "Jadi Anda bermaksud hendak melarikan diri?" "Tidak." "Mengapa Anda menolak memberi janji itu?" "Oleh karena saya tidak usah melarikan diri, sebab saya harus mati atau saya akan bebas, apabila Old Shatterhand dan Winnetou betul-betul prajurit- prajurit ulung yang saya sangka." "Barangkali saya mengerti apa yang Anda maksud, akan tetapi namun begitu saya minta Anda menjelaskan maksud Anda." "Baik. Apanatschka bukanlah pengecut yang menyerah mentah-mentah tanpa memberi perlawanan. Biar Vupa Umugi telah menyerah tanpa syarat oleh karena ia takut akan kehilangan jimat-jimatnya, akan tetapi tidak seorang pun akan dapat mengatakan bahwa saya penakut. Saya menuruti kehendak Anda, karena saya harus mengindahkan kepentingan Vupa Umugi dan prajurit-prajurit saya, akan tetapi di dalam batin saya tidak menyerahkan diri saya. Apanatschka tidak mau menerima kebebasan atau jiwanya sebagai hadiah. Apa yang dimilikinya harus diperolehnya sendiri. Saya hendak berkelahi!" Itu sudah kami duga, artinya oleh Winnetou dan saya. Oleh karena kami tidak segera memberi jawab, maka Apanatschka berkata lagi: "Apabila kata- kata saya itu tertangkap oleh pengecut, maka permintaan saya niscaya akan ditolaknya, akan tetapi saya berhadapan dengan prajurit-prajurit yang masyhur dan gagah berani, yang tak dapat tidak tentu akan mendengarkan perkataan saya." "Ya, ucapan Anda kami perhatikan," jawab saya. "Jadi Anda memberi izin?" "Ya. Apanatschka boleh mengatakan bagaimana, boleh menetapkan sendiri senjata apa yang akan dipakai." "Itu kami serahkan kepada Anda. Kami adalah pihak yang menang dan kami mengenal segenap teman kami. Kami tidak mau memilih seseorang yang kami ketahui sebagai prajurit yang lebih kuat atau lebih cakap daripada Anda." "Apanatschka belum pernah bertemu dengan seorang musuh yang perlu dihindarinya." "Itu bagus sekali. Tetapi pilihan senjata kami serahkan kepada Anda. Pilihlah!" "Pisau. Kedua pihak harus berjabatan tangan kanan dan tangan itu hendaknya diikat sehingga tidak dapat dipergunakan, tangan kiri akan dipergunakan untuk memegang pisau. Kami akan menyabung nyawa. Dapatkah itu disetujui oleh Old Shatterhand?" "Ya. Siapa yang Anda pilih?" "Akan Anda setujukah pilihan saya?" "Ya." "Bagaimana Winnetou?" "Saya begitu juga," jawab ketua suku Apache itu. Orang Comanche itu merasa puas, lalu berkata: "Apanatschka merasa bangga bahwa dua orang prajurit yang paling masyhur di daerah barat ini bersedia berjuang dengan dia. Adakah Anda berdua akan memandang saya pengecut sekiranya saya tidak memilih salah seorang dari Anda?" "Tidak," jawab saya. "Winnetou dan Old Shatterhand dipandang orang sebagai manusia yang tak dapat dikalahkan dan apabila saya tidak memilih salah seorang di antara mereka, maka dapatlah orang mengira bahwa saya takut. Sebaliknya mereka itu saya pandang sebagai sahabat dari segenap orang kulit merah dan orang kulit putih. Lagi pula mereka itu menjadi teladan bagi segenap penduduk Wild West ini. Mereka tidak boleh saya lukai. Sekiranya salah seorang dari mereka akan jatuh oleh tikaman saya, maka itu merupakan suatu kerugian yang tidak dapat dipugar kembali. Itulah sebabnya maka saya tidak memilih ketua suku Mescalero, baik yang berkulit merah maupun yang berkulit putih." "Kalau begitu pilihlah seorang lain!" Apanatschka melayangkan pandangannya ke arah prajurit-prajurit Apache lain dan teman-teman saya orang kulit putih. Akhirnya pandangnya berhenti pada Old Surehand. "Apanatschka ialah seorang ketua suku. Ia tidak mau berkelahi dengan seorang prajurit biasa," katanya. "Siapakah orang kulit putih yang berdiri di sebelah Anda itu?" "Namanya Old Surehand," jawab saya. "Old Surehand? Namanya sudah acapkali saya dengar. Badannya kuat, ia cekatan dan gagah berani. Saya dapat memilih dia sebagai lawan saya tanpa akan didakwa bahwa saya hanya mementingkan keuntungan saya saja. Maukah ia menerima pilihan saya?" "Saya terima?" jawab Old Surehand tanpa sedetik pun merasa ragu-ragu. "Apanatschka boleh mengatakan bilamana kita akan berjuang." "Segera! Setujukah Old Surehand?" "Ya," jawab saya. "Saya mempunyai suatu permintaan. Sampai sekarang saya boleh memilih segala-galanya. Karena itu saya harus memberi lawan saya suatu keuntungan. Ia boleh menikam paling dahulu. Ia tidak akan merasakan tikaman saya sebelum saya merasakan tikamannya." Old Surehand menolak: "Permintaan itu saya tolak! Saya bukan kanak-kanak yang harus dikasihani. Tidak seorang pun akan mempunyai hak istimewa. Old Shatterhand boleh memberi tanda bahwa perkelahian itu dimulai dan sejak tanda itu diberikan maka setiap pihak boleh mulai menikam." "Itu baik," demikian saya menyela. "Kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Apanatschka boleh mengambil pisau." Ketua suku Comanche itu meninggalkan senjatanya pada kudanya seperti yang dilakukan oleh prajurit-prajurit Comanche lainnya. Karena itu ia pergi mengambil pisaunya. "Orang yang tangkas!" kata Old Surehand. "Sikapnya saya hormati, dan saya harus mengakui bahwa saya menaruh simpati benar kepada dia. Sekiranya ia akan memaksa saya menikamnya, maka itu akan saya sesalkan." "Hm! Adakah Anda merasa pasti benar bahwa Anda akan menang?" "Saya kira begitu, walaupun saya tahu bahwa nasib seseorang tidak dapat diramalkan sebelumnya. Oleh karena itu maka saya mempunyai suatu permintaan sekiranya terjadi apa yang tidak saya harapkan. Sekiranya saya tewas, pergilah Anda ke Jefferson City di tepi sungai Missouri. Pergilah Anda ke kantor bank Wallace & Co di Fire Street. Katakanlah nama Anda kepada Mr. Wallace dan ceriterakanlah, dengan cara bagaimana saya mengakhiri riwayat saya. Kemudian tanyakanlah apa yang menyebabkan saya mengembara di daerah Wild West ini." "Anda mengira bahwa Mr. Wallace akan mau mengatakannya kepada saya?" "Ya, apabila saya sudah tidak ada dan apabila Anda mengatakan kepadanya bahwa dalam urusan ini Anda adalah ahliwaris saya. Selama saya masih hidup, tidak akan mau ia membuka rahasia saya kepada siapa pun." "Kalau saya sudah mengetahuinya, apakah yang harus saya perbuat?" "Terserah kepada Anda." "Lebih senang bagi saya sekiranya Anda mau memberi keterangan yang saksama sekarang juga." "Saya tidak boleh berbuat begitu, Sir, Soal itu adalah urusan yang luarbiasa sekali dan sekiranya Anda bermaksud akan menginjak jejak saya, maka Anda terlibat dalam pelbagai kesukaran dan bahaya yang besar." "Anda mengira bahwa saya takut" "Tidak, saya kenal Anda. Akan tetapi saya tidak menuntut dari Anda bahwa Anda akan menyabung nyawa Anda untuk sesuatu urusan yang bukan urusan Anda. Bahkan sekiranya Anda dapat menyelesaikan urusan itu dengan baik, maka Anda tidak akan memperoleh manfaat sedikit jua pun." "Itu tidak saya pedulikan jikalau dengan berbuat demikian saya dapat berjasa kepada seorang sahabat." "Ya, itu pun saya tahu. Akan tetapi saya tidak menghendaki Anda akan berkorban. Biarlah Mr. Wallace mengatakan kepada Anda apa urusan itu. Kemudian dapat Anda melakukan apa yang menjadi dorongan hati Anda." Pada saat itu Apanatschka sudah balik kembali. Perkelahian kedua orang itu dapat dimulai. Pembaca tentu saja dapat membayangkan sendiri betapa gempar sekalian orang yang hadir di tempat itu, ketika mereka mendengar bahwa Old Surehand dan Apanatschka akan mengadakan perang tanding dengan pisau. Orang-orang Apache membuat setengah lingkaran mengelilingi kami, sedemikian sehingga orang-orang Comanche yang berbaring pun akan dapat menyaksikan perkelahian itu. Old Surehand menanggalkan senjata kecuali pisaunya. Kemudian ia mengulurkan tangan ke arah Apanatschka seraya berkata dengan suara yang ramah: "Saya adalah lawan pilihan ketua suku Comanche yang masih muda ini. Kita akan menyabung nyawa, akan tetapi sebelum saya menggerakkan tangan saya untuk menikam dia, saya ingin menetapkan bahwa saya akan merasa gembira sekiranya saya boleh menyebut dia sahabat dan saudara saya. Nasib akan menentukan siapa yang akan tewas, akan tetapi setiap orang akan menyaksikan bahwa kita berdua akan dihormati setiap orang sekiranya kita tidak akan dipisahkan oleh maut." "Old Surehand ialah seorang kulit putih yang masyhur," jawab Apanatschka. "Hati saya sangat tertarik kepadanya dan sekiranya tewas maka namanya akan selalu terkandung di dalam hati saya." "Terimakasih. Kini masih ada satu hal yang harus ditetapkan lebih dahulu. Apabila salah seorang dari kita kehilangan pisaunya, haruskah ia memperoleh kembali?" "Tidak. Apabila pisaunya terlepas dari tangan, maka itu adalah salahnya sendiri. Howgh!" Mereka berjabatan tangan. Ketika mereka pandang-memandang, maka dengan tiba-tiba mengertilah saya apa sebab maka wajah orang Comanche itu mengingatkan saya kepada muka seorang sahabat saya. Kini ternyata bahwa rautan muka Apanatschka sama benar dengan muka Old Surehand. Saya tidak mengerti apa sebab itu tidak segera saya ketahui. Kini Winnetou mengambil tali dari kantongnya lalu berkata: "Saudara-saudara saya boleh memberikan tangan kanan mereka kepada saya agar dapat saya ikat." Tali itu dibelitkannya empat kali, lalu diikatnya erat-erat. Kemudian kami melangkah mundur untuk memberi kedua orang lawan itu cukup ruang untuk bergerak. Sembilan ratus mata memandang kepada mereka dengan nafas yang tertahan. Kemudian kedua lawan itu menoleh ke arah saya, menunggu saya memberi tanda. "Ya... , go on!" seru saya. Segera mereka itu pandang-memandang. Sekiranya saya yang berhadapan dengan Apanatschka, maka hati saya akan tenang saja, akan tetapi kini hati saya berdebar-debar, seolah-olah saya dapat mendengar denyutnya. Old Surehand sangat saya sayangi, akan tetapi nasib anak muda Comanche ini pun menarik perhatian saya juga. Siapakah yang akan menang? Beberapa menit lamanya mereka tidak bergerak. Kedua-duanya menggenggam pisau masing-masing ke arah bawah. Siapakah yang akan mengangkat pisau lebih dahulu? Tiba-tiba... Old Surehand mengangkat tangannya dan pada saat itu juga segera menyusul tangan orang Comanche dengan cepat sekali. Kami mendengar bunyi dua buah logam berlanggar, dua buah tangan bertemu dan... pada saat itu melayanglah dua buah pisau keluar kalangan. Dua buah tangan turun ke bawah. Tidak seorang pun luka. Itu ialah suatu gerak tipu Old Surehand yang ahli sekali. Ia tidak hendak melukai Apanatschka. Gerak tangannya tadi hanyalah tipu belaka untuk membuat agar lawannya mulai menikam. "Uf! Uf! Uf!" demikian orang-orang Apache dan orang-orang Comanche berseru. "Ayo, berilah mereka pisaunya kembali!" seru Old Wabble. "Darah harus mengalir!" Kedua orang yang berkelahi itu tidak melepaskan lawannya dari pandangannya. Apanatschka berkata: "Adakah Old Surehand menghendaki agar kita memperoleh pisau kita kembali?" "Tidak," jawabnya. "Itu berlawanan dengan perjanjian kita. Marilah kita berkelahi terus dengan mempergunakan tangan kita!" Kedua lawan itu seketika lamanya tidak bergerak-gerak. Tiba-tiba orang Comanche itu meninju lawannya pada kepalanya. Pada saat itu juga kepala Apanatschka dijatuhi tinju pula oleh Old Surehand. Tidak seorang pun terhuyung. "Uf," kata Winnetou dengan berbisik. "Tidak seorang pun dari mereka tinjunya sekuat tinju Old Shatterhand!" Kini keduanya mengetahui bahwa tinju mereka tidak akan memberi hasil yang memuaskan. Karena itu maka mereka mempergunakan tangan mereka untuk mencekik leher lawannya. Sudah sering sekali saya menyaksikan adu tanding, akan tetapi seperti sekarang ini belum pernah saya lihat. Mereka berdua masih berdiri tepat pada tempat mereka masing-masing; dengan tangan mereka yang terikat diangkatnya tinggi-tinggi; dengan tangan mereka yang bebas mereka mencekik leher lawannya. Tidak seorang pun dapat melepaskan diri dari cengkeraman tangan. Mereka tidak bergerak sama sekali. Masing-masing mencoba menutup lubang pernafasan lawannya. Yang paling kuat lehernya, dialah yang akan menang. Muka Old Surehand makin lama makin menjadi merah, akhirnya berubah menjadi biru. Apanatschka pun kelihatan pula bahwa warna kulit mukanya sudah agak kehitam-hitaman walaupun tidak tampak dengan jelas oleh karena ia bukan orang kulit putih. Kemudian kami mendengar mereka berdua mendeham-deham, mengerang-ngerang, serta membelalak. Keduanya mulai terhuyung-huyung, mereka mendepak-depakkan kaki; bersama-sama mereka membungkukkan badan. Akhirnya keduanya rebah, badannya kaku sebagai mayat. Mereka berbaring tanpa bergerak lagi, akan tetapi tidak ada yang melepaskan cengkeraman tangannya. Para penonton menjadi diam; tak seorang pun mengucapkan sepatah kata jua. Winnetou dan saya berlutut untuk menyaksikan bagaimana keadaan kedua jago itu. Kami harus mempergunakan segala tenaga untuk melepaskan leher mereka dari cengkeraman timbal-balik. Setelah lepas maka kami raba dada mereka untuk mengetahui adakah jantung mereka masih berdenyut. "Uf!" kata Winnetou. "Apanatschka masih hidup." "Urat nadi Old Surehand pun masih berdenyut," kata saya. "Keduanya sudah pingsan. Marilah kita tunggu sampai mereka siuman kembali." Tali yang mengikat tangan mereka kami lepaskan. Kemudian Old Wabble maju ke arah kami, lalu bertanya: "Sudah matikah mereka?" Kami tidak menjawab. "Jikalau mereka hanya pingsan belaka, maka perkelahian ini belum selesai. Mereka harus mulai dengan mempergunakan pisau, it's clear!" Seketika itu juga Winnetou bangkit, merentangkan tangan lalu berseru: "Nyah!" Dalam saat-saat seperti itu ia bersikap seratus persen sebagai ketua suku, sebagai orang yang tidak akan membiarkan perintahnya disangkal. Tidak seorang pun berani menentang perintahnya. Demikian juga halnya dengan cowboy tua itu. Ia tidak menjawab, melainkan berpaling, lalu pergi sambil menggerutu. Beberapa saat kemudian kedua orang yang pingsan itu mulai menggerakkan badannya. Mereka meraba-raba lehernya. Old Surehand ialah yang mula- mula sekali membuka matanya. Mula-mula pandangannya rupa-rupanya masih kabur, akan tetapi sebentar kemudian ia sudah sadar sama sekali, lalu mencoba berdiri, tetapi masih terhuyung-huyung. Apanatschka pun masih harus kami tolong bangkit. Mula-mula matanya masih remang juga seperti halnya dengan lawannya. Baru beberapa lama kemudian keduanya sadar kembali serta dapat menguasai dirinya, Apanatschka segera bertanya: "Siapakah yang menang?" "Tidak ada. Anda berdua rebah bersama-sama." "Kalau begitu kami harus mulai kembali, ikat kembali tangan kami dan berikan pisau kami." Ia hendak memungut pisaunya, akan tetapi saya pegang lengannya lalu saya menerangkan dengan suara yang memutuskan: "Cukup! Pertandingan ini sudah selesai dan tidak boleh dimulai lagi." "Tidak, belum ada yang mati!" "Adakah ditentukan bahwa salah seorang dari Anda harus mati?" "Tidak, akan tetapi salah seorang harus menjadi pihak yang menang!" "Anda berdua adalah yang menang atau yang kalah. Bagaimana juga Anda telah menyabung nyawa Anda dan dengan demikian membuktikan bahwa Anda tidak mau menerima kebebasan sebagai hadiah." "Uf! Bersungguh-sungguhkah Anda? Dan bagaimana pendapat Winnetou?" "Sama dengan pendapat saudara saya Old Shatterhand," jawab ketua suku Apache itu. "Apanatschka, ketua Naiini tidak jatuh ke tangan kami tanpa memberi perlawanan. Tidak seorang prajurit Apache pun akan mempunyai pendapat yang berlainan dengan pendapat saya!" "Kalau begitu saya akan menurut. Kini saya tawanan Anda, akan tetapi saya tidak perlu menyesali diri saya. Ini tangan saya. Ikatlah saya seperti Anda mengikat segenap prajurit Comanche." Saya memandang Winnetou dengan pandang yang mengandung pertanyaan. Ia menjawab dengan pandang yang segera saya pahami. Maka saya tolak kedua belah tangan Apanatschka yang telah diulurkan itu lalu berkata: "Tadi saya sudah berkata bahwa Anda tidak akan kami ikat. Bahkan Anda akan memperoleh kembali senjata-senjata Anda apabila Anda mau berjanji tidak akan melarikan diri. Maukah Anda mengucapkan janji itu?" "Saya berjanji." "Ambillah bedil dan kuda Anda." Ia sudah bergerak akan pergi, akan tetapi segera ia bertanya dengan keheran-heranan: "Benarkah apa yang saya dengar? B olehkah saya mengambil kembali bedil saya? Bagaimana apabila saya menipu Anda dan hendak membebaskan prajurit-prajurit saya?" "Anda bukan penipu. Anda tidak akan berbuat begitu." "Uf! Kalau begitu Old Shatterhand dan Winnetou akan melihat sendiri bahwa Apanatschka patut diberi kepercayaan." "Kepercayaan kami kepada Anda jauh lebih besar daripada itu. Dengarkanlah apa yang akan saya katakan lagi. Ambil bedil Anda dan segala milik Anda. Anda boleh menaiki kuda Anda serta pergi sesuka hati Anda. Anda sudah bebas." "Bebas sama sekali?" serunya dengan tercengang-cengang. "Ya. Kami tidak akan memberi perintah apa juga kepada Anda. Anda boleh berbuat sekehendak hati Anda." "Tetapi... tetapi... mengapa?" tanyanya. "Oleh karena kami tahu bahwa hati Anda jujur dan oleh karena kami adalah sahabat dan saudara daripada sekalian orang yang berhati jujur." Kini mukanya berseri-seri, lalu ia menjawab: "Perkenankanlah saya menyambut perkataan Old Shatterhand. Saya merasa bangga mendapat kepercayaan Old Shatterhand dan Winnetou dan saya merasa berbahagia sekali bahwa Anda berdua menganggap saya sebagai orang yang jujur Saya sudah Anda nyatakan bebas, saya boleh pergi kemana saya sukai, akan tetapi saya akan tetap menemani Anda. Saya tidak akan mencoba membebaskan anak buah saya, bahkan saya akan ikut menjaga agar mereka jangan melarikan diri." "Saudara kami Apanatschka, marilah kita mengisap calumet persahabatan dan persaudaraan." "Tidak ada seorang kulit merah yang tidak akan merasa bangga apabila diperkenankan mengisap calumet dengan Anda berdua." "Tetapi, bagaimana pendapat Vupa Umugi dan tawanan-tawanan kami yang lain?" "Vupa Umugi? Bukankah saya ketua suku juga? Adakah saya berkewajiban minta izin lebih dahulu dari prajurit-prajurit saya tentang apa yang harus dan apa yang boleh saya perbuat? Siapakah di antara mereka berhak minta tanggungjawab dari saya? Bahkan saya tidak perlu minta izin lebih dahulu dari Ne Ahpuk." Ne Ahpuk artinya: ayah saya. "Ayah Anda? Adakah ia di sini?" "Ya. Ia berbaring di sebelah Vupa Umugi." "Aha! Pakaiannya dan rambutnya sudah menunjukkan bahwa ia adalah dukun orang Comanche." "Ya, itulah dia." "Ia ada beristeri?" "Ya, ibu saya." "Anda akan menjadi sahabat dan saudara kami; karena itu Anda tak usah merasa heran bahwa kami menanyakan ibu Anda. Bagi orang Kristen sudahlah teradatkan bahwa orang tidak hanya menanyakan ayahnya belaka, melainkan menanyakan ibunya juga. Sehat-sehat saja ibu Anda?" "Badannya sehat, akan tetapi ia sudah ditinggalkan jiwanya, jiwa itu sudah kembali ke haribaan Manitou yang Maha Agung." D engan ucapan itu ia hendak mengatakan bahwa ibunya gila. Ibunya ialah wanita dengan siapa saya berbicara di Kaam Kulano. Sebenarnya ingin sekali saya mendengar keterangan lebih banyak tentang perempuan itu, akan tetapi saya tidak ingin menarik perhatian orang. Lagi pula tidak sempat lagi saya memperpanjang percakapan saya dengan Apanatschka, sebab jauh di sebelah Utara saya melihat ada orang berkuda datang. Mereka membimbing beberapa ekor kuda beban. Mereka itu ialah orang-orang Apache yang kembali membawa air. Sejak saat itu kami tidak akan kekurangan air lagi. Kami haus juga, akan tetapi tawanan-tawanan kami lebih haus lagi. Karena itu maka mereka kami beri minum lebih dahulu. Persediaan air yang baru tiba itu masih jauh daripada cukup, akan tetapi sebentar kemudian datanglah kelompok yang kedua membawa kantong air dan begitu seterusnya datanglah beberapa kelompok berturut-turut. Akhirnya semua kuda mendapat giliran untuk mendapat air minum. Setelah semua segar kembali, maka dapatlah kami berangkat. Si jenderal menggabungkan diri dengan kami bersama-sama dengan teman-temannya orang kulit putih dan orang kulit merah. Itu tidak dapat kami tolak walaupun sesungguhnya kami akan lebih senang apabila mereka meninggalkan kami. Pekerjaan menjaga tawanan tidaklah seberapa sukar, oleh karena jumlah prajurit-prajurit Apache besar sekali, sehingga setiap prajurit Comanche dapat diapit oleh dua orang prajurit Apache. Perjalanan malam itu berlangsung dengan baik. Hanya sekali-kali saja kami berhenti apabila kami menjumpai kelompok orang Apache yang membawa air. Sebagai pembaca barangkali masih ingat, maka sejak pertemuan di Kaam Kulano dengan wanita yang otaknya tidak sehat itu, maka saya sudah membulatkan hati hendak memperoleh keterangan lebih lanjut tentang dia, apabila suaminya jatuh ke tangan saya. Kini maksud itu dapat saya sampaikan. Saya berjalan di sebelahnya, lalu bertanya: "Saudara saya orang kulit merah ialah dukun orang Naiini?" "Ya," jawabnya. "Anda dilahirkan di perkampungan orang Naiini juga?" "Ya." "Saya mendengar bahwa Anda ialah ayah Apanatschka ketua suku Naiini yang masih muda itu. Anda mempunyai anak laki-laki yang lain?" "Tidak." "Masih hidupkah isteri Anda?" "Ya." "Bolehkah saya mengetahui namanya?" Ia terkejut, menjadi bimbang seketika, lalu menjawab: "Old Shatterhand ialah ketua suku yang masyhur. Adakah sesuai dengan adat ketua suku bertanya-tanya tentang isteri orang lain?" "Mengapa tidak?" "Bagi seorang prajurit kulit merah, apalagi seorang ketua suku, tiadalah pantas memikirkan isteri orang lain." Kata-kata itu menjelaskan kepada saya bahwa saya tidak akan memperoleh jawab langsung. Betulkah adat itu saja yang menjadi alasan baginya tidak mau bercakap-cakap tentang isterinya dengan orang asing, atau adakah barangkali alasan-alasan lain yang membuat mulutnya bungkam tentang wanita yang sakit otaknya itu? Haruslah saya berdiam diri juga? Tidak! Saya menatap mukanya, lalu berkata dengan perlahan-lahan akan tetapi dengan tekanan: "Anda ialah Tibo Taka?" Ia terkejut sekali, akan tetapi berdiam diri saja. "Dan isteri Anda ialah Tibo Wete?" Ia tidak menjawab, akan tetapi melihat ke arah saya dengan pandang yang mengandung arti. "Adakah Anda mengenal Wawa Derrick?" kata saya selanjutnya. Itu ialah pertanyaan yang ditujukan kepada saya tempo hari oleh wanita yang sakit otaknya itu. "Uf!" seru dukun itu. "Itu ialah myrtle-wreath saya!" demikian saya mengutip kata-kata wanita yang saya maksud tadi. "Uf! Uf!" seru dukun itu beberapa kali. "Pertanyaan-pertanyaan apakah itu? Di mana Anda mendengar kata-kata itu? Dan dari siapa?" "Pshaw!" "Mengapa Anda tidak menjawab? Adakah Anda mendengarnya dari Apanatschka?" "Tidak." "Dari siapakah?" Kini ia menjadi marah sekali. "Sekiranya saya tidak tertawan dan tidak terikat, maka Anda akan saya paksa menjawab pertanyaan saya!" Kemarahan itu membuktikan kepada saya bahwa apa-apa yang saya dengar dari mulut isterinya itu adalah penting sekali. "Hai, Anda berani mengancam saya! Anda lupa bahwa Anda tawanan saya? Kalau saya mau, dapat saya binasakan Anda! Anda boleh berjalan terus, akan tetapi kelak akan saya katakan kepada Anda sejak bilamana Anda bernama Tibo Taka." Saya menghentikan kuda saya untuk membiarkan pasukan itu lalu. Akhirnya tersusullah saya oleh dua orang yang berjalan berdampingan serta bercakap-cakap dengan asyiknya, yakni Old Wabble dan si jenderal. Demi cowboy tua itu melihat saya, maka ia berjalan ke arah saya serta berkata: "Anda masih marah kepada saya, atau sudah berubah barangkali pendapat Anda, Sir?" "Pendapat saya masih tetap seperti siang tadi. Anda ialah orang tua yang mempunyai perangai seorang anak-anak yang belum tahu sikap hati-hati. Dengan demikian maka saya tidak sudi lagi berdekatan dengan Anda." "Itu berarti bahwa Anda tidak mau berurusan lagi dengan saya?" "Ya." "Kalau begitu... selamat tinggal." Ia berjalan terus, akan tetapi sebentar kemudian ia berpaling ke arah saya lagi, lalu berkata: "Tahukah Anda mengapa Anda mengusir saya?" "Tentu saja!" "Saya pun tahu juga. Bukan oleh karena saya sudah bersikap lancang, melainkan karena ada alasan lain. Anda tidak menyukai saya lagi oleh karena saya tidak membiarkan Anda berperanan sebagai gembala terhadap saya, oleh karena saya tidak mau menjadi biri-biri Anda." Kini ia cepat-cepat meneruskan perjalanannya. Kini sudah putuslah tali persahabatan antara cowboy tua itu dengan saya. Kini saya mundur ke belakang lagi, ke arah Winnetou dan Old Surehand, yang berjalan di belakang sekali. Apanatschka berjalan tanpa teman; kadang- kadang ia berjalan kemari, kadang-kadang berjalan ke sana. Menjelang pagi ia datang kepada kami, lalu memberi isyarat kepada saya agar saya mau berjalan di sisinya. Setelah ia menyangka bahwa orang lain tak akan dapat mendengar percakapan kami, maka ia berkata: "Tadi saya berjalan di sebelah ayah saya. Katanya Old Shatterhand sudah bercakap-cakap dengan dia. Anda ada bertanya tentang isterinya?" "Ya." "Itu menimbulkan amarahnya." "Sayang, akan tetapi peristiwa itu tidak dapat saya ubah." "Anda tahu bahwa isterinya menyebut dia Tibo Taka dan menyebut dirinya sendiri Tibo Wete?" "Ia menyebut isterinya Tibo Wete Elen." "Ya. Anda tahu juga perihal Wawa Derrick dan myrtle-wreath? Dukun orang Comanche itu bukan main marahnya." "Sebab apa? Tidak bolehkah kata-kata itu diketahui orang?" "Tidak boleh. Kata-kata itu ialah kata-kata mantera. Itu termasuk rahasia dukun." "Betulkah? Tahukah Anda artinya?" "Tidak." "Hm! Aneh benar!" kata saya. "Anda sudah mengisap pipa persaudaraan dengan saya. Tiadakah Anda percaya bahwa saya bermaksud baik terhadap Anda? Tidak maukah Anda berterus terang dengan saya?" "Saya mau." "Apakah Anda menyayangi ayah Anda, dukun orang Comanche itu?" "Tidak." "Apakah Anda menyayangi ibu Anda, isteri dukun itu?" "Ya, saya sayang sekali." "Apakah wanita itu menyayangi ayah Anda?" "Itu saya tidak tahu. Ia selalu menghindari suaminya, sebab jiwanya telah meninggalkan badannya." "Sudah pernahkah Anda melihat jiwa wanita itu?" "Tidak. Jiwanya sudah hilang ketika saya masih kecil." "Adakah dukun itu seorang Naiini" "Bukan." "Kalau begitu ia sudah berdusta terhadap saya!" "Adakah ia mengatakan bahwa ia dan suku kami?" "Ya." "Ia berasal dari suku lain; baru kemudian ia datang ke suku Comanche Naiini." "Apakah ia bergaul dengan orang-orang kulit putih." "Hanya apabila ia menjumpainya secara kebetulan." "Apakah ia mempunyai sahabat di antara orang kulit putih?" "Tidak." "Perhatikan baik-baik apa yang akan saya tanyakan kini!" "Ya." "Apakah ia menghindari orang kulit putih?" "Maksud saya ialah: apakah ia menghindari mereka lebih daripada orang-orang lain." "Itu tidak saya ketahui." "Coba, ingat-ingatlah!" "Ia tidak takut akan mereka." "Sangka saya bahkan sebaliknya." "Sebab apa?" "Oleh karena ia saya curigai. Anda adalah anaknya; karena itu Anda saya minta jangan Anda menanyakannya. Barangkali kelak akan tiba saatnya untuk mengatakannya kepada Anda." Ia menggelengkan kepala lalu berkata: "Saya tidak mengerti mengapa Old Shatterhand menaruh minat terhadap ayah dan ibu saya. Tetapi perlu saya memberi dia peringatan terhadap dukun Comanche itu, sebab ia benci sekali apabila orang mencampuri urusannya. Ia pandai sekali dalam urusan sihir dan ia dapat membinasakan musuh dari jarak yang jauh, bahkan dengan tiada melihatnya. Hati-hatilah Anda! Perkenankanlah saya memberi Anda suatu nasihat yang baik; janganlah Anda sampaikan kata-kata rahasia tadi kepada orang lain." "Nasihat Anda itu akan saya perhatikan. Masih ada satu pertanyaan lagi: adakah Anda hidup dengan damai dengan prajurit-prajurit Chickasaw?" "Ya." "Tahukah Anda di mana padang perburuannya?" "Ya, di Red River sebelah hulu, di mana Peace River bermuara. Mereka hanya mempunyai beberapa ratus prajurit saja dan ketua suku mereka hanya seorang." "Ketua suku itu ialah Mba yang kini di tengah-tengah kita. Orang apakah itu?" "Orang yang suka damai. Itu tidak mengherankan, sebab prajuritnya hanya sedikit saja jumlahnya. Saya belum pernah mendengar bahwa ia sudah pernah merampok, membunuh atau melakukan tindakan yang menyatakan sikap tidak setia." "Saya mendapat kesan yang baik sekali dari dia. Coba, bercakap-cakaplah Anda dengan dia. Saya ingin mengetahui siapa orang kulit putih yang menyebut dirinya jenderal itu, apa tujuannya dan bagaimana ia bertemu dengan Mba. Tetapi kerjakanlah sedemikian sehingga ia tidak akan menaruh syak. Si jenderal itu pun tidak boleh mengetahui bahwa kami mencari keterangan tentang dia." "Saya akan berikhtiar agar ketua suku itu mengatakannya kepada saya tanpa saya tanyai." Ia memacu kudanya dan kira-kira setengah jam kemudian ia sudah balik kembali. "Apakah Anda sudah memperoleh keterangan?" tanya saya. "Ya. Siapa jenderal itu dan apa tujuannya, tidak diketahui oleh Mba. Ia bersua dengan jenderal dan ketiga orang kulit putih itu di Wild Cherry. Ia sudah menyatakan kesediaannya untuk menjadi penunjuk jalan bagi orang-orang kulit putih itu dalam perjalanan mereka mengarungi Llano Estacado menuju ke Peace River, di mana mereka hendak berhenti melepaskan lelah di perkampungan orang Chickasaw. Dari sana ia akan melanjutkan perjalanannya." "Ke mana?" "Ketua suku itu tidak tahu." "Tentu saja si jenderal itu menjanjikan upah yang lumayan?" "Ya, tiga pucuk bedil beserta mesiu." "Selanjutnya Anda tidak mendengar keterangan-keterangan yang lain?" "Tidak. Saya tidak dapat bertanya terus, sebab saya takut kalau-kalau ia akan menaruh syak wasangka. Adakah saudara saya Shatterhand mempunyai alasan yang penting maka ia mencari keterangan seluas itu tentang si jenderal?" "Sebenarnya tidak, akan tetapi orang itu tidak saya percayai. Dan apabila saya berjalan bersama-sama dengan orang yang tidak saya percayai, maka biasanya selalu saya mencari keterangan tentang maksud mereka. Biasanya sikap saya yang demikian itu memberi manfaat yang besar. Sekiranya saya boleh memberi nasihat, hendaknya Anda selalu berbuat demikian juga." H ari sudah pagi. Winnetou dan saya berjalan di belakang sekali. Di depan kami berjalan Old Surehand bersama-sama dengan Apanatschka. Matahari baru saja terbit dan sinarnya yang pertama menerangi muka kedua orang yang berjalan di muka kami itu. "Uf!" seru Winnetou setengah keras sambil menunjuk dengan tangannya ke arah mereka. Saya tidak usah bertanya apa yang dimaksudkannya, sebab saya telah mengetahuinya juga: kedua orang itu rupanya sama benar! Orang yang melihat mereka berjalan berdampingan seperti itu, niscaya akan mengira bahwa mereka itu adalah dua bersaudara. Tidak lama kemudian kami berjumpa lagi dengan kelompok orang Apache yang membawa air; mereka ialah kelompok terakhir. Kami berhenti lebih lama untuk membagi-bagikan air serta memberi kesempatan kepada kuda untuk melepaskan lelah. Kemudian kami berjalan lagi. Jarak dari sini ke waha masih kira-kira satu jam perjalanan. Maka timbullah pertanyaan siapa boleh ikut masuk ke waha, sebab sesungguhnya waha itu masih harus dirahasiakan. Maka saya menghampiri si jenderal yang berjalan di sebelah Old Wabble, lalu berkata: "Kita sudah dekat ke tujuan kita, Mr. Douglas!" "Pardon! Jenderal! Saya jenderal, Tuan!" "Bagi saya itu tidak penting." "Boleh jadi, tetapi bagi saya penting sekali. Biasanya seorang militer dipanggil dengan gelar yang menunjukkan kedudukannya. Anda hendaknya mengetahui bahwa dalam pertempuran di Bull-Run saya.... " "Saya tahu, saya tahu!" seru saya. "Itu sudah pernah Anda ceriterakan dan segala sesuatu yang sudah pernah saya dengar biasanya saya ingat juga. Kita sudah dekat kepada tujuan kita, Mr. Douglas dan sudah tiba saatnya bagi kita untuk berpisah." "Berpisah? Mengapa?" "Oleh karena tujuan kita berlainan." "Sama sekali tidak. Saya hendak pergi ke Pohon Seratus dan saya mendengar dari Mr. Cutter bahwa Anda barangkali akan pergi ke sana juga." Sesungguhnya ia bermaksud pergi ke Peace River, akan tetapi dengan tiba-tiba sekali dikatakannya bahwa tujuan perjalanannya ialah Pohon Seratus. Itu agak mengherankan saya, akan tetapi perubahan rencana perjalanan tidak usah mempunyai alasan yang tepat. Apa sebab saya akan merasa heran bahwa ia sudah mengubah rencana perjalanannya? "Anda tahu bahwa tujuan kita adalah sama," katanya. "Walaupun tidak begitu halnya, saya akan terpaksa juga mengikuti Anda ke waha, sebab saya tidak mempunyai persediaan air lagi." "Kemarin kantong Anda masih penuh." "Akan tetapi sekarang sudah kosong. Jangan Anda mengira bahwa kami tidak mempunyai perasaan peri kemanusiaan. Air kami sudah kami berikan kepada orang-orang Comanche." Kemudian baru saya mengetahui bahwa itu adalah tipu muslihat belaka untuk mempunyai alasan mengikuti kami ke waha. Saya berkata: "Waha yang Anda maksud itu bukanlah tempat yang boleh didatangi oleh setiap orang. Pemiliknya biasa hanya mau menerima mereka yang diundangnya." "Saya pun diundang juga. Diundang oleh Mr. Cutter ini yang menjadi tamu Bloody Fox juga." "Adakah ia boleh memandang dirinya sebagai demikian, itu masih merupakan pertanyaan. Ia harus mengetahui bahwa tidak setiap orang boleh datang ke sana." "Karena jalan masuk yang sempit itu? Itu sudah dikatakan Mr. Cutter kepada saya dengan sangat saksama. Tetapi apa sebab sekalian orang kulit putih ini boleh datang ke sana, akan tetapi saya tidak?" Itu benar dan apabila Old Wabble sudah membuka rahasia jalan masuk ke waha, maka sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi kami untuk menolak si jenderal ini. Karena itu maka saya terpaksa berkata: "Kalau begitu saya tidak menaruh keberatan bahwa Anda akan mengambil air ke waha, akan tetapi teman-teman Anda tidak saya perkenankan ikut." TIDAK TERSANGKA-SANGKA Seperti telah saya katakan di muka, maka letak waha itu kira-kira satu hari perjalanan dari hutan kaktus di mana kami menangkap orang-orang Comanche, akan tetapi oleh karena kuda kami sudah lelah, maka kami terpaksa berjalan agak perlahan-lahan. Baru kira-kira pukul dua siang sampailah kami ke pulau hijau di tengah-tengah padang pasir itu. Setiba kami di sana maka pertama-tama kami mengurus tawanan kami. Mereka kami bawa ke tempat prajurit-prajurit Schiba Bigk serta kami suruh jaga oleh orang-orang Apache yang duduk mengelilingi tawanan-tawanan itu. Baru sesudah itu kami mengurus kuda kami. Pekerjaan itu kami serahkan kepada Entschar Ko. Ia menyuruh beberapa prajurit Apache membimbing tunggangan-tunggangan kami ke kolam untuk memberi mereka minum. Pekerjaan itu memakan waktu beberapa jam. Persediaan makan orang-orang Comanche ternyata kurang sekali, sehingga orang-orang Apache terpaksa menyerahkan sebagian dari perbekalan mereka kepada para tawanan. Oleh karena persediaan makan tidak seberapa banyak jumlahnya, maka kami tidak boleh tinggal terlalu lama di situ. Keesokan harinya kami harus pergi ke Pohon Seratus. Setelah para tawanan maupun para prajurit Apache mendapat bagian makan dan minum, maka barulah Winnetou dan saya mendapat kesempatan untuk melepaskan lapar dan dahaga. Kuda kami diurus oleh Bloody Fox sendiri. Ketika kami masuk ke dalam waha, kami melihat bahwa orang sudah memasang dua buah api unggun. Parker, Hawley, Old Surehand, Apanatschka, Old Wabble dan jenderal duduk di atas bangku. Bekas cowboy dan jenderal itu rupa-rupanya kini sudah menjadi sahabat yang karib benar. Orang-orang yang duduk di bangku itu sedang asyik bercakap-cakap. Ketika kami berdua duduk, maka si jenderal sedang berkata: "Ya, di sana kami menjumpai sekelompok orang yang dua hari sebelumnya datang dari perburuan mereka. Saya mendengar bahwa mereka akan tinggal di situ beberapa hari lagi. Jumlah mereka ada limabelas orang dan di antara mereka ada seorang pemburu yang menarik minat saya. Ia banyak sekali berbicara; rupa-rupanya banyak sekali pengalamannya. Kalau saya tidak salah, ia menyebut dirinya Saddler, akan tetapi salah seorang temannya mengatakan kepada saya bahwa nama sesungguhnya ialah Etters, Dan Etters, tetapi ia banyak mempergunakan nama samaran yang lain. Itu tidak saya hiraukan, sebab di daerah Barat ini banyak orang mempunyai alasan untuk mengubah namanya dan apabila orang yang menyebut dirinya Saddler itu sesungguhnya bernama Dan Etters, maka..." Di sini ia disela orang. Demi Old Surehand mendengar nama Etters itu, maka ia bangkit lalu bertanya: "Etters? Betul-betulkah Anda menyebut nama Etters? Betulkah nama itu yang Anda dengar?" "Saya kira telinga saya masih baik!" "Dan tidak salah Anda mengingat nama itu?" "Ingatan saya pun masih baik sekali, terutama terhadap nama orang." "Nama kecilnya Dan, singkatan daripada Daniel?" "Namanya Dan Etters, lain daripada itu tidak saya ketahui." Dalam pada itu saya mendapat kesan seakan-akan si jenderal mengamat-amati muka Old Surehand dengan seksama. Old Surehand menjadi gugup dan ia tidak kuasa menyembunyikan kegugupan itu. "Kalau begitu ia tak lain daripada Daniel Etters!" katanya dengan mengeluh. "Anda pernah mengamat-amati mukanya? Bagaimana rupanya?" "Hm! Dan Etters itu Anda kenal! Adakah sangkut-pautnya dengan Anda, Mr. Surehand?" "Ya. Saya ingin sekali mengetahui adakah orang yang Anda ceriterakan tadi betul-betul orang yang saya maksud. Karena itulah ingin sekali Anda melukiskan mukanya kepada saya." "Dengan segala senang hati, akan tetapi ia tidak mempunyai ciri-ciri yang khas. Besar badannya kira-kira sama dengan badan saya; usianya kira-kira sebaya juga dengan saya. Dan rupanya biasa saja seperti beratus-ratus orang lain, sehingga saya tidak tahu ciri-ciri mana yang harus saya ceriterakan." "Betul-betulkah ia tidak mempunyai ciri sama sekali? Anda tidak memperhatikan giginya?" "Giginya? Ya, kini saya ingat bahwa dua buah giginya sudah hilang." "Gigi yang sebelah mana?" "Satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan." "Sebelah atas atau bawah?" "Tentu saja di sebelah atas, sebab apabila di sebelah bawah tentu saja tidak akan dapat saya lihat dengan mudah. Dan kini teringat juga oleh saya bahwa suaranya agak berdesir apabila ia mengucapkan bunyi s." "Ya, itulah dia! Itulah orang yang saya cari!" seru Old Surehand. "He? Anda mencari orang itu?" "Ya. Sudah sejak bertahun-tahun. Saya mencari dia di mana-mana, di seluruh negara bagian Amerika Serikat, di daerah savanna, di hutan-hutan, di canyon, di pegunungan dan di lembah-lembah pegunungan Rocky Mountains! Ia saya kejar-kejar melalui dataran-dataran sungai Missouri." "Anda kejar? Jadi ia musuh Anda?" "Musuh saya yang terbesar!" "Maafkanlah saya sekiranya saya merasa heran. Etters yang saya sebut tadi rupanya tidak seperti orang jahat." "Tidak seperti orang jahat? Ia bangsat yang sebesar-besarnya, syaitan! Neraka pun belum merupakan tempat hukuman yang selayaknya bagi dia! Beberapa tahun yang lalu ia... " "Sabar, Mr. Surehand!" demikian saya cepat-cepat menyela. "Anda sedang gugup. Tiadakah mungkin bahwa Anda salah sangka." "Tidak, tidak, tidak mungkin! Ia... " Old Surehand tidak dapat menangkap maksud saya. Ia berbicara terus, akan tetapi kini saya memberi peringatan kepadanya dengan pandang yang tajam. Segera ia berhenti, lalu berkata terus dengan tenang: "Ah, sesungguhnya semuanya itu bukan urusan Anda. Semuanya itu merupakan riwayat lama yang tidak selayaknya saya bangkitkan kembali." "Boleh juga Anda ceriterakan, Mr. Surehand!" kata jenderal itu. "Boleh jadi riwayat itu menarik perhatian kita. Mengapa tidak Anda teruskan ceritera itu?" "Itu tidak perlu. Tetapi, di mana Anda bersua dengan Etters? Di Fort Terret? Dan ia akan tinggal di sana beberapa hari lagi?" "Katanya begitu." "Berapa lama?" "Saya kira seminggu." "Bilamana Anda berbicara dengan dia?" "Empat hari yang lalu." "Empat hari! Jadi ia masih akan tinggal tiga hari lagi!" "Anda hendak pergi ke sana?" "Ya." "Barangkali ia sudah pergi." "Kalau begitu ia akan saya kejar. Saya ikuti jejaknya, tidak peduli ke mana tujuan jejak itu!" Kini saya memberi isyarat lagi. Old Surehand duduk kembali, mengusap-usap peluhnya dari dahinya, lalu berkata lagi: "Pshaw! Kini saya ragu-ragu, masih adakah gunanya saya mengejar dia. Ia sudah berbuat jahat terhadap saya, akan tetapi sesungguhnya tak tahulah saya apa yang akan saya perbuat sekiranya ia dapat saya tangkap. Urusan itu sudah kadaluwarsa dan tidak ada seorang hakim pun yang akan dapat mengadili perkara itu. Ah, janganlah kita percakapkan lagi!" Sebentar kemudian saya masuk ke dalam rumah. Ia menyusul saya dan ketika kami berdua saja, maka ia bertanya: "Bukankah maksud Anda agar saya datang ke mari, Sir? Apa maksud Anda memberi saya isyarat?" "Oleh karena Anda harus menguasai duri. Si Jenderal itu tidak saya percayai. Ia terus-menerus mengamat-amati Anda dan nama Etters itu diberinya tekanan sedemikian sehingga saya mendapat kesan bahwa itu disengajanya dan bahwa segala ucapannya itu tertuju kepada Anda. B agi saya sudahlah jelas bahwa ia mempunyai maksud tertentu." "Orang itu tidak mengenal saya, jadi tidak ada alasan sama sekali baginya untuk mempunyai sesuatu maksud terhadap saya!" "Saya yakin bahwa ia mengenal Anda, Sir." Pada saat itu Apanatschka masuk. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Demi dilihatnya bahwa kami berdua saja, maka ia bertanya: "Saudara-saudara saya sedang mempercakapkan orang yang menyebut dirinya jenderal itu? Saya kenal orang yang mempunyai ketana itu (lubang gigi)." "Di mana?" "Di Kaam Kulano, ketika saya masih kecil. Ia disebut orang Etters." "Betul? Anda masih ingat?" "Ya, nama itu saya ingat benar, sebab saya benci dia. Ia menertawakan ibu saya." "Apa maksudnya datang kepada Anda?" "Itu tidak saya ketahui. Dia menumpang di kemah dukun kami dan apabila orang itu ada pada kami, maka ibu saya selalu kemasukan jiwa jahat, sehingga seluruh tubuhnya gemetar." "Masih ingatkah Anda bagaimana rupa ibu Anda ketika itu?" "Masih muda dan cantik." "Dan warna kulitnya berlainan daripada sekarang?" "Warna kulitnya merah, seperti wanita-wanita lainnya." "Kalau begitu dugaan saya tidak benar, akan tetapi saya memperoleh dugaan yang lain, yang barangkali benar. Etters ini telah mengusir Anda dari dunia orang kulit putih, Mr. Surehand. Ada sangkut-pautnya dengan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan Anda kehilangan kepercayaan Anda kepada Tuhan." "Ya," jawabnya. "Anda sudah dapat menerkanya." "Dan Anda percaya bahwa ia sekarang ada di Fort Terret?" "Saya yakini" "Tentu saja Anda hendak pergi ke sana?" "Saya harus! Malam ini juga. Tidak boleh saya tunda barang sedetik jua pun. Sudah beratus-ratus kali saya mengejar bangsat itu, kadang-kadang sampai beberapa pekan berturut-turut, akan tetapi tiada pernah berhasil. Kini dengan sekonyong-konyong saya mengetahui tempatnya. Mungkin Anda dapat membayangkan perasaan saya. Saya harus segera pergi!" "Mudah-mudahan si jenderal itu tidak membohongi Anda. Sesungguhnya saya tidak percaya akan perkataannya." "Tetapi saya percaya. Saya akan pergi ke Fort Terret." "Seorang diri saja?" "Ya, seorang diri. Saya tidak berteman." "Anda akan mempunyai teman: saya." "Anda?" tanyanya dengan heran bercampur keg irangan. "Anda mau ikut?" "Ya, itu pun kalau Anda mau saya temani." "Mau? Jangan Anda tanyakan! Sekiranya mungkin, tak mau saya berpisah dari Anda. Kalau Anda menyertai saya, maka tak sangsi lagi saya bahwa kita dapat menangkap Etters. Sekali Old Shatterhand mengikuti jejak, maka buruan itu tidak akan dapat meloloskan diri." Kini Apanatschka meletakkan tangan di atas bahu Old Surehand seraya berkata: "Masih ada seorang lagi yang ingin menemani Anda: Apanatschka ketua suku Comanche Naiini. Jangan saya Anda tolak! Saya sayang akan Anda dan saya ingin mengikuti Anda. Saya mengerti bahasa orang kulit putih. Saya tahu bagaimana saya harus mengikuti jejak yang tersembunyi dan saya tidak takut pada musuh. Tiada dapatkah semuanya itu saya pergunakan untuk membantu Anda? Saya sudah mengisap calumet dengan Anda, dengan Winnetou dan Old Shatterhand; jadi saya adakah saudara Anda. Anda mengejai musuh Anda yang terbesar, Anda akan menghadapi bahaya besar. Tidak selayaknyakah Anda ditemani oleh saudara Anda? Saya bukan saudara Anda, sekiranya saya membiarkan Anda seorang diri saja melakukan pekerjaan yang berat itu!" "Baik, Anda akan menemani kami. Marilah kita berangkat besok pagi. Ketinggalan beberapa jam tidak ada artinya. Kuda kita harus beristirahat dahulu supaya dapat berjalan lebih cepat lagi." demikian saya menyela. "Bagaimana kalau Etters sudah pergi?" kata Old Surehand dengan rasa khawatir. "Ia akan meninggalkan jejak yang dapat kita ikuti. Jangan cemas! Yang paling perlu ialah bahwa kuda kita segar Kuda saya dapat saya andalkan apabila saya beri istirahat sampai besok pagi; kuda Apanatschka kuat juga. Bagaimana kuda Anda, Mr. Surehand?" "Kuda saya baik juga, walaupun tidak dapat dibandingkan dengan kuda Anda. Hanya pada waktu akhir-akhir ini saya sudah terlalu banyak memeras tenaga; boleh jadi tidak seberapa kuat untuk berjalan terlalu cepat dalam beberapa hari yang akan datang." "Kalau begitu, lebih baik Anda menunggang kuda Vupa Umugi yang kita bawa dari Kaam Kulano." "Anda mau meminjamkan kuda itu kepada saya?" "Bukan meminjamkan, melainkan menghadiahkan!" "Menghadiahkan kuda sebagus itu!" "Ambillah kuda itu. Apa guna bagi saya? Kuda itu tidak akan saya kembalikan kepada Vupa Umugi, jadi saya tidak memerlukannya." Old Surehand menjabat tangan saya, lalu berseru kegirangan: "Hadiah Anda saya terima dengan ucapan terimakasih. Hadiah dari tangan Anda tidak akan saya tolak, sebab saya tahu bahwa Anda akan mau memperkenankan saya kelak membalas kebaikan itu. Ya. kita akan berangkat besok pagi. Marilah kita pergi keluar; saya hendak segera memeriksa kuda saya." "Akan tetapi jangan hendaknya teman-teman kita mengetahui maksud kita. Sebaiknya janganlah Anda bercakap-cakap lagi dengan jenderal." Ketika kami keluar, maka saya melihat bahwa Winnetou sudah tidak ada lagi. Ia pergi memeriksa keadaan para tawanan. Bedil peraknya ditinggalkannya di atas meja di dekat kedua buah bedil saya. Si jenderal sedang mengamat-amati ketiga bedil itu dan kini ia mencoba membuka kunci bedil saya. "Sir, bukankah ini bedil pembunuh-beruang Anda?" tanyanya demi ia melihat saya datang. "Ya," jawab saya dengan singkat. "Dan yang lain ini bedil Henry yang banyak dipercakapkan orang?" "Ya, tetapi hendak Anda apakan bedil-bedil itu?" "Saya mencoba membuka kunci bedil Anda, tetapi tidak berhasil. Maukah Anda mengatakan, bagaimana.... " "Ya, saya ingin menceriterakan kepada Anda," demikian saya menyela. "Artinya, saya mengatakan bahwa tidak patut Anda memegang bedil saya tanpa mendapat izin saya lebih dahulu. Bedil itu bukanlah alat permainan bagi seorang jenderal, yang selama hidupnya belum pernah melihat Bull-Run." "Apa? Belum melihat? Dengarkanlah...." "Tidak! Anda tak usah membohongi saya. Kemarikan bedil saya!" Saya rampas kedua bedil saya dari tangannya. Pada saat itu Winnetou datang. Si jenderal sedang memegang bedil perak. Dengan segera ketua suku Apache itu memahami keadaan, lalu dirampasnya bedil perak itu dari tangan jenderal dan... berlainan sekali dari kebiasaannya, ia bersedu dengan marah sekali: "Orang kulit putih yang mulutnya penuh dengan dusta itu sudah berani menyentuh bedil ketua suku Apache? Bedil ini belum pernah disentuh oleh tangan penjahat orang kulit putih!" "Penjahat?" seru si jenderal. "Winnetou harus menarik kembali kata-kata itu, kalau tidak.... " "Kalau tidak?" tanya orang Apache itu. Douglas lekas-lekas menelan perkataannya, lalu menjawab dengan ketakutan: "Mengapa saya tidak boleh melihat-lihat bedil Anda?" "Tetapi tidak boleh menyentuh! Winnetou tidak mau menyentuh bedil ini pada tempat yang sudah dikotorkan oleh tangan Anda!" Dengan selimut santillo yang dipergunakannya sebagai ikat pinggang diusap-usapnya bedil itu seakan-akan bedil itu sudah menjadi kotor. Kemudian diserahkannya kepada saya: "Saudara saya Old Shatterhand hendaknya menyimpan bedil kita di dalam kamar. Gantungkanlah bedil-bedil itu di dinding, supaya tidak dicemarkan lagi oleh tangan orang." Sesudah itu ia berbalik lalu pergi ke kudanya. Saya melihat, bahwa si jenderal bertukar pandang dengan Old Wabble. Demikian saya ambil ketiga bedil itu, lalu saya bawa ke tempat yang aman. Itu pun, ke tempat yang kami pandang aman. Setelah Bob menyiapkan tempat tidur bagi kami, maka ia pergi ke kamar ibunya di mana ia hendak tidur. Kami pun pergi tidur juga. Bloody Fox biasa tidur di dalam kamar, akan tetapi sekali ini ia lebih suka menemani kami tidur di luar, oleh karena hari sangat panas. Sebentar kemudian api unggun telah padam dan kami pun tertidur. Ketika saya bangun, maka teman-teman saya masih tidur semua. Mereka saya bangunkan. Dalam pada itu saya tidak mengetahui bahwa si jenderal dan Old Wabble tidak ada. Winnetou dan saya pergi menengok tawanan-tawanan kami. Semua kami dapati beres, akan tetapi orang-orang Chickasaw tidak ada lagi. Ketika saya tanyakan kepada Entschar Ko, maka ia menjawab: "Tidak tahukah saudara-saudara saya bahwa mereka sudah pergi? Orang kulit putih yang menyebut dirinya jenderal mengatakan bahwa ia tidak sudi tinggal lebih lama lagi, oleh karena ia sudah dihina oleh Winnetou dan Old Shatterhand. Demikian ia pergi dengan orang-orang Chickasaw dan teman-temannya ketiga orang kulit putih." "Dan Old Wabble?" "Ia pergi juga dengan mereka." "Kalau begitu lekas sekali ia mengikat tali persahabatan dengan kelompok si jenderal. Biarkanlah mereka pergi, begitu juga Old Wabble! Itu tidak kami sayangkan. Tetapi niscaya mereka berangkat ketika hari masih gelap, sebab matahari haru saja terbit." "Ketika hari masih gelap?" tanya Entschar Ko dengan heran. "Mereka sudah kemarin malam berangkat, ketika malam masih terang bulan." "Jadi rupa-rupanya mereka tergesa-gesa sekali." "Ya, sebab si jenderal telah saya hina," kata Winnetou. "Karena marahnya maka ia lekas-lekas pergi." Kami kembali ke kolam air di mana telah disediakan makan, sarapan kami. Dalam pada itu kami memberi kesempatan kepada kuda kami untuk minum. Bob sedang menyediakan bekal perjalanan kami serta mengisi beberapa kantong air. Setelah ia selesai, maka saya minta dia mengambil bedil-bedil kami. "Bedil?" tanyanya. "Di mana bedil Anda?" "Di dalam kamar. Saya gantungkan pada dinding di sebelah pintu." Ia masuk, akan tetapi sebentar kemudian ia kembali lagi dengan tangan hampa seraya berkata: "Di dalam tidak ada bedil. Masser Bob tidak melihat bedil." "Anda salah lihat. Ketika Anda kemarin malam pergi tidur, tiadakah Anda melihat bedil kami tergantung pada dinding?" "Masser Bob tidak melihat ke arah dinding. Tetapi sekarang terang tidak ada bedil di kamar." "Ajaib sekali!" Saya segera masuk diikuti oleh Winnetou. Betul, bedil-bedil kami sudah tidak ada lagi. Mula-mula kami heran, akan tetapi sebentar kemudian keheranan kami berubah menjadi terkejut, setelah teman-teman kami, kami tanya dan mereka menjawab bahwa tidak seorang pun dari mereka masuk ke dalam kamar. "Mungkinkah...?" tanya Winnetou. Dugaannya itu tidak diucapkannya. Namun begitu saya melihat bahwa mukanya menjadi pucat. "Yang Anda maksud si jenderal?" tanya saya. Ia hanya menganggukkan kepalanya. "Bangsat! Bukan orang lain yang mencuri bedil kita. Kemarin ia sudah memegang-megang bedil kita! Marilah kita selidiki Bob! Adakah orang masuk ke dalam rumah, ketika engkau pergi tidur?" "Ya, Masser Jenderal." "Tiadakah pintu itu Anda kunci?" "Pintu itu tidak pernah terkunci; di rumah ini tidak ada pencuri." "Untuk apa jenderal itu masuk?" "Ia masuk, lalu memanggil Masser Bob untuk memberi persen satu dollar karena sudah saya layani dengan baik." "Lampu masih menyala?" "Sudah padam." "Berapa lama jenderal itu ada di kamar?" "Masser Jenderal masuk, memanggil Bob, memberi Bob satu dollar, akan tetapi tidak segera keluar lagi oleh karena ia tidak dapat segera menemukan kembali pintu kamar." "Or, itu diketahuinya benar. Ia hanya berbuat pura-pura tidak tahu, tetapi sebenarnya ia mencari tempat bedil-bedil kami tergantung." Pembaca dapat membayangkan bahwa kehilangan bedil kami itu sangat disayangkan juga oleh para teman kami. Bahkan mereka lebih gugup lagi daripada kami. Old Surehand berkata dengan suara yang gemetar: "Pencurian ini mengenai saya juga, Mr. Shatterhand. Tentu saja Anda harus mengejar pencuri itu, sehingga Anda tiada dapat menemani saya pergi ke Fort Terret." "Ya, itu betul." "Sayang sekali saya tidak dapat menemani Anda mengejar pencuri itu, bahkan saya tidak dapat menunggu kedatangan Anda kembali, sebab saya harus segera pergi. Saya tidak boleh membuang-buang waktu." "Saya khawatir kalau-kalau perjalanan Anda itu nanti akan terbukti tidak ada gunanya sama sekali." "Boleh jadi, akan tetapi saya harus juga pergi, agar jangan saya kelak menyesali diri saya. Mudah-mudahan Anda dapat memahaminya." "Tentu saja saya dapat memahaminya dan saya sedikit pun tidak bermaksud hendak membujuk Anda agar Anda jangan pergi. Untung Anda tidak akan berjalan seorang diri, sebab Apanatschka akan menemani Anda." "Ya," demikian ketua suku Comanche itu menyela. "Saya akan pergi bersama-sama dengan saudara saya Surehand, sebab itu sudah saya janjikan dan janji saya selalu saya tepati. Apalagi karena Old Shatterhand kini tidak dapat ikut." Sebenarnya kami dapat mengambil bedil yang lain, sebab Bloody Fox mempunyai beberapa buah yang segera ditawarkannya kepada kami, akan tetapi kami tidak mau, sebab kami yakin bahwa bedil-bedil kami tentu akan dapat kami rebut kembali. Apa gunanya kami nanti membawa bedil lebih banyak lagi! Kami masih mempunyai pisau, pistol, lasso dan tomahawk; itu sudah cukup. Kami minta diri dari teman-teman kami. Old Surehand membawa saya ke samping lalu berkata: "Kemarin malam saya bergirang hati sekali bahwa Anda mau menemani saya ke Fort Terret, akan tetapi kini sudah berlainan sekali keadaannya. Anda tahu bahwa saya ingin sekali tinggal pada Anda. Tetapi dengan tiba-tiba kita harus berpisah. Adakah Anda yakin benar bahwa Anda akan dapat memperoleh kembali bedil-bedil Anda?" "Ya." "Saya ikut mendoakan. Lagi pula saya berharap mudah-mudahan kita akan segera bertemu lagi." "Itu harapan saya juga Mr. Surehand." "Tiadakah Anda dapat menentukan tempat pertemuan itu?" "Sayang tidak. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dan apa yang akan kita alami masing-masing nanti. Anda pergi ke arah Selatan untuk mencari Dan Etters. Siapa tahu berapa lama Anda harus mengejar musuh Anda itu dan ke mana jejaknya. Saya pergi ke arah Utara dan saya pun tidak dapat mengatakan bilamana dan di mana kami akan menyusul si jenderal." "Jadi Anda tidak balik kembali ke mari?" "Saya mau juga, akan tetapi tak dapatlah saya mengatakan adakah itu mungkin bagi saya. Pendeknya saya tidak dapat menentukan tempat dan waktu bertemu dan Anda pun barangkali tidak dapat berbuat begitu juga." "Itu betul." "Kalau begitu tempat dan waktu pertemuan kita kelak hendaknya kita serahkan kepada nasib belaka." "Hm, ya! Tetapi masih ada satu jalan bagaimana kita dapat mengetahui tempat kita. Bukankah saya sudah pernah menyebut nama seseorang yang dapat Anda jumpai, kalau Anda ingin bertemu dengan saya. Masih ingatkah Anda nama itu?" "Tentu saja!" "Biarlah tempat itu kita tentukan sebagai tempat pertemuan kita masa depan. Jikalau Anda kebetulan ada di Jefferson City di tepi sungai Missouri, pergilah Anda ke kantor bank Wallace & Co. Di sana Anda dapat mengetahui di mana saya pada suatu saat yang tertentu." "Ya, kesempatan itu tidak akan saya sia-siakan." "Terima kasih, Sir! Selamat jalan! Mudah-mudahan Anda akan segera menyusui si jenderal." "Dan saya akan sangat bergirang hati sekiranya saya kelak mendengar bahwa Anda telah dapat menangkap Dan Etters." Sesudah itu saya minta diri kepada Bloody Fox, Winnetou memberi Bloody Fox dan Entschar Ko beberapa petunjuk yang perlu, kemudian dengan singkat ia minta diri. Maka kami berdua meninggalkan waha di mana kami menyaksikan beberapa peristiwa yang membahayakan, akan tetapi sudah berakhir dengan selamat. Jejak yang ditinggalkan oleh kelompok jenderal dapat kami lihat dengan jelas. Jejak itu menuju ke sebelah Barat, jadi ke arah Pohon Seratus, akan tetapi sejam kemudian jejak itu membelok ke arah Utara. Kami berjalan cepat-cepat dan hanya sekali-sekali kami berjalan agak perlahan-lahan, hanya untuk memberi kuda kami kesempatan melepaskan lelah sedikit. Rembang tengah hari, ketika hari sepanas-panasnya, kami berhenti untuk beristirahat kira-kira satu jam dan untuk memberi kuda kami minum. Sesudah itu kami melanjutkan perjalanan dengan cepat sampai hari menjadi gelap. Kini kami harus berhenti. Dengan demikian musuh-musuh mendapat keuntungan, sebab mereka dapat berjalan terus pada malam hari. Kami terpaksa menunggu, oleh karena pada malam hari kami tidak dapat melihat jejak mereka. B etul kami dapat pula berjalan terus oleh karena kami dapat menduga ke mana mereka pergi, akan tetapi itu mengandung risiko juga, sebab di tengah jalan dapat juga mereka berganti arah. Maka kami menunggu sampai bulan terbit. Cahaya bulan itu tidak seberapa terang akan tetapi bagi pemburu prairi sebagai kami tidaklah terlalu sukar untuk mengikuti jejak dengan cahaya yang tidak seberapa terang. Maka kami pun berangkat dan berkat pengalaman dan ketajaman mata maka dapatlah kami berjalan dengan cepat. Sesudah tengah malam berhenti lagi, sebab kuda kami harus beristirahat. Mereka kami beri minum sedikit, lalu kami tambatkan. Kami mengambil selimut untuk tidur. Baru saja fajar menyingsing maka kami sudah duduk di atas pelana lagi dan dua jam kemudian sampailah kami ke tempat di mana musuh tadi malam bermalam. Dengan demikian maka kami sudah memperoleh keuntungan dua jam, itu pun apabila mereka baru pagi hari berangkat lagi. Belum ada setengah jam kami meninggalkan tempat musuh bermalam itu, maka terpaksalah kami berhenti lagi, sebab di tempat itu kami melihat dari bentuk jejak mereka bahwa mereka mengadakan perundingan. Mereka tidak berhenti, melainkan kuda mereka berjalan kian kemari. Itu menimbulkan dugaan pada kami, bahwa mereka bertengkar Bertengkar karena apa? Barangkali berselisih paham tentang arah yang harus mereka tempuh. Dugaan itu diperkuat oleh fakta, bahwa sebentar kemudian jejak mereka berpisah. Itu tidak menguntungkan bagi kami. Sebagian dari jejak itu membelok ke kanan, sebagian membelok ke kiri. Kini kami pun harus berunding juga apa yang harus kami kerjakan. "Uf!" kata Winnetou dengan kecewa. "Sayang!" "Ya," kata saya. "Rupa-rupanya di sini orang-orang kulit merah berpisah dari orang-orang kulit putih. Tetapi yang manakah jejak orang kulit merah dan yang mana jejak orang kulit putih?" "Marilah kita selidiki!" Ia turun untuk menyelidiki jejak itu. "Saya sangsikan adakah itu dapat kita libat," kata saya sambil turun juga. "Saya tahu bahwa kuda orang-orang kulit putih tidak berladam. Dengan demikian sukarlah bagi kita untuk membedakan kuda orang kulit putih dari kuda orang kulit merah." Segera terbukti bahwa pendapat saya benar. Bentuk jejak kuda itu sedikit pun tidak memberi kepastian, sehingga kami hanya dapat menduga belaka. "Sebaiknya kita mengikuti jejak-jejak itu beberapa lama lagi," kata Winnetou. "Barangkali kita akan melihat sesuatu yang dapat memberi petunjuk. Saudara saya mengikuti jejak yang menuju ke kanan, saya mengikuti jejak yang menuju ke kiri." Itu segera kami kerjakan. Saya hanya dapat mengetahui berapa banyak kuda yang meninggalkan jejak yang saya ikuti. Winnetou pun tidak memperoleh hasil yang lebih baik. Lagi pula kami tidak dapat mengambil kesimpulan yang lebih tepat mengenai jumlah penunggang kuda, oleh karena mereka ada membawa kuda beban juga. Maka kami pun hanya berpandang-pandangan saja. "Uf!" kata Winnetou. Ia tersenyum walaupun merasa kecewa. "Sudah pernahkah saudara Shatterhand melihat saya bersikap ragu-ragu seperti sekarang?" "Tidak." "Saya pun belum pernah, melihat saudara ragu-ragu seperti ini. Uf!" "Ya, belum pernah kami mengalami keadaan seperti ini. Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang harus kita kerjakan." "Ya, betul-betul belum pernah! Akan tetapi baiklah kita berpikir. Betul-betulkah tidak mungkin Old Shatterhand dan Winnetou bersama-sama mencari akal yang jitu?" "Ya, sesungguhnya saya harus merasa malu. B aiklah kita rundingkan lagi. Jikalau orang hendak meninggalkan padang pasir ini selekas-lekasnya, maka ia harus pergi ke arah Utara di mana ia akan sampai ke Helmer's Home. Mba, ketua suku Chickasaw tentu mengetahuinya. Apabila ia membelok ke kiri atau ke kanan, tentu ia memerlukan setengah hari lagi untuk dapat meninggalkan Llano ini. Itu harus diketahuinya. Saya tidak percaya bahwa ia akan mengambil jalan yang mengeliling. Jikalau ia berpisah dengan orang-orang kulit putih, maka pada hemat saya, ia bertengkar dengan mereka. Ia tentu tahu ke mana orang-orang kulit putih itu pergi. Ia sudah menipu mereka tentang arah yang diambilnya, akan tetapi kemudian setelah ia tidak dapat dilihat oleh orang-orang kulit putih lagi, ia akan kembali ke arah yang baik. Jadi sekiranya kita tidak mengikuti kedua jejak itu, melainkan berjalan terus lurus-lurus, maka saya yakin bahwa kita akan dapat menjumpai kembali jejak ketua suku Chickasaw." "Uf! Itu benar!" "Kalau begitu maka tahulah kita bahwa kita harus mengikuti jejak yang lain. Dengan demikian maka kita dapat mengejar si jenderal. Saya kira saudara saya Winnetou dapat membenarkan jalan pikiran saya." "Saya setuju sekali. Marilah kita berangkat." Kami naik lagi, lalu berjalan terus, lurus-lurus, sehingga sebentar kemudian kami tidak dapat melihat kedua jejak itu lagi. Saya sudah yakin benar bahwa dugaan saya benar. Sebentar kemudian itu sudah terbukti. Setengah jam setelah kami berangkat maka kami melihat jejak dari sebelah kanan. Setelah sampai ke sana maka jejak itu menuju ke arah Utara. "Uf!" seru Winnetou dengan kegirangan. "Inilah jejak orang-orang Chickasaw dan jejak itu menuju lurus-lurus ke Helmer's Home." "Jadi kita harus mencari kembali jejak yang lain. Jejak itu terang adalah jejak orang-orang kulit putih." "Ya, marilah kita membelok ke kiri menuju ke arah jejak yang lain itu. Jikalau kita berbuat demikian maka kita tidak akan salah dan kita...." Tiba-tiba ia memutuskan perkataannya. Sedang ia berbicara tadi ia melihat sekeliling dan dalam pada itu rupa-rupanya ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Ia mencabut teropongnya, lalu melihat ke arah Utara. Saya pun mencabut teropong juga dan saya melihat beberapa ekor kuda dan beberapa orang sedang berhenti. "Siapakah mereka itu" tanya saya. "Orang-orang Chickasaw," jawab saya. "Mengapa mereka tidak berjalan terus?" "Uf! Mereka menunggu kedatangan kita!" "Rupa-rupanya begitu," kata saya. "Mba ialah orang yang jujur. Barangkali di tengah jalan ia mengetahui, bahwa si jenderal telah mencuri bedil-bedil kita dan iapun akan insaf bahwa kita akan mengejar pencuri itu. Karena itulah maka ia berpisah. Jikalau itu tidak dilakukannya karena kejujuran hati, maka pasti ia berbuat begitu karena ia bersikap hati-hati. Ia tidak ingin disangka mempunyai hubungan atau urusan dengan pencuri itu. Ia tak mau juga disangka bahwa ia melindungi pencuri." "Ya, saya rasa begitu. Marilah kita mendapatkan mereka." Kami pacu kuda kami dan tidak lama kemudian kami sudah dapat mengenali mereka. Ya, betul itu Mba dengan dua orang Indian. Tetapi di manakah orang Chickasaw yang keempat? Demi orang-orang kulit merah itu mengenali kami, maka mereka bangkit serta meletakkan senjata mereka di atas pasir, lalu menyongsong kami. Itu adalah sikap yang menunjukkan perdamaian, akan tetapi walaupun begitu saya sudah memegang pistol saya. Ketika kami sudah dekat, maka Mba berkata: "Old Shatterhand boleh menurunkan pistolnya, sebab kami adalah sahabatnya. Kami tahu bahwa ia akan datang. Karena itu kami menunggu kedatangannya di sini. Kami yakin bahwa Winnetou dan Old Shatterhand bukanlah prajurit yang membiarkan begitu saja bedil mereka dicuri orang, tanpa berusaha untuk memperolehnya kembali." "Itu betul. Bilamana Mba mengetahui bahwa bedil kami dicuri orang" "Baru tadi pagi ketika fajar menyingsing. Sekiranya saya hendak menipu Anda atau sekiranya saya ikut membantu para pencuri itu, niscaya saya tidak akan menunggu kedatangan Anda di sini, bukankah begitu?" "Ya. Sejak saat saya bertemu dengan Anda, saya sudah mengetahui bahwa Anda adalah orang yang jujur. Ceriterakanlah bagaimana asalnya maka Anda berurusan dengan mereka." "Kami bertemu dengan mereka di sebelah selatan Llano. Saya menjanjikan kesediaan saya untuk menjadi penunjuk jalan mereka mengarungi padang pasir ini. Kemudian kami bertemu dengan Anda. Girang hati saya bertemu dengan Old Shatterhand, Winnetou dan Old Surehand, akan tetapi saya tidak menyangka bahwa si jenderal itu mempunyai maksud jahat terhadap Anda. Kami mengikuti Anda ke rumah Bloody Fox dan bermaksud hendak bermalam di sana. Kemudian jenderal datang kepada saya serta mengatakan bahwa kami harus lekas-lekas pergi oleh karena ia sudah bertengkar dengan Anda. Permintaannya kami turuti dan kami berjalan siang malam." "Anda tidak merasa curiga?" tanya saya. "Ya, sejak kami berangkat; sebab jenderal itu berjalan ke arah Barat padahal bukan itulah arah yang harus kami tempuh. Kemudian siang hari saya melihat suatu bungkusan yang mula-mula tidak dibawanya. Lagi pula menarik perhatian saya juga bahwa ia sangat tergesa-gesa. Ketika kami kemarin malam berhenti, maka saya sudah mengambil siasat sedemikian sehingga saya dapat memegang bungkusan itu. Jenderal itu segera merebutnya kembali, akan tetapi saya mengetahui bahwa bungkusan itu berisi benda yang berat dan tangan saya telah merasa bahwa isinya itu bedil." "Bagaimana bentuk bungkusan itu?" "Bedil-bedil itu terbungkus di dalam selimut yang terikat dengan tali. Saya ingin benar mengetahui bedil-bedil apakah itu, akan tetapi mereka itu baru tertidur menjelang pagi hari. Demikian nyenyaknya mereka tidur sehingga saya dapat membuka bungkusan itu. Demi saya melihat apa isinya, maka saya terkejut sekali, sebab saya tahu bahwa Anda akan mengejar kami." "Apa sebab maka Anda tidak menahan bungkusan itu untuk Anda kembalikan kepada kami?" "Karena kami hanya berempat dan mereka berlima. Lagi pula dengan berbuat demikian maka Anda tidak akan dapat menangkap mereka. Saya mempunyai siasat yang lebih baik. Demi kami berjalan beberapa lama, maka saya berhenti dan saya berkata bahwa saya sudah melihat bahwa bungkusan itu berisi senjata. Oleh sebab itu saya tidak mau menemani mereka oleh karena saya yakin bahwa Anda segera akan menyusul kami. Mereka menjadi marah, akan tetapi saya tetap berpegang pada maksud saya. Kemudian mereka menghendaki agar seorang daripada prajurit kami mau menjadi penunjuk jalan mereka, oleh karena mereka tidak mengetahui jalan keluar padang pasir ini. Permintaan mereka itu saya luluskan, akan tetapi prajurit kami yang akan menjadi penunjuk jalan itu saya beri pesan bagaimana ia harus bertindak. Ia akan menyerahkan pencuri-pencuri itu kepada Anda." "Dengan cara bagaimana?" "Saya membelok ke arah kanan, akan tetapi tidak berjalan jauh. Sebentar kemudian kami menunggu sebab saya hendak mengantarkan Anda ke tempat di mana Anda dapat menangkap mereka." "Tempat manakah itu?" "Di sebelah Utara Llano Estacado ini ada kediaman seorang kulit putih...." "Helmer's Home?" tanya saya. "Uf! Old Shatterhand tahu juga tempat itu." "Ya, Helmer ialah sahabat kami." "Bagus, sebab prajurit saya itu akan membawa orang-orang kulit putih itu ke sana." "Mengapa ia berjalan mengeliling?" "Agar kita lebih dahulu sampai ke Helmer's Home, di mana kita dapat menangkap penjahat-penjahat itu dengan tak usah menumpahkan darah." "Bagus sekali! Mba, ketua suku Chickasaw. ialah seorang prajurit yang cerdik." Orang-orang Chickasaw itu naik ke atas kuda dan bersama-sama kami berjalan terus. Oleh karena kuda mereka tidak sebagus kuda kami, maka kami berjalan lebih perlahan-lahan, akan tetapi namun begitu menjelang asar kami sudah dapat melihat batas Llano Estacado di kaki langit. Di atas kami, kami melihat beberapa ekor burung beterbangan dan di sana-sini kami melihat beberapa tumbuh-tumbuhan. Kemudian kami menjumpai rumput dan tak lama lagi kami melihat semak-semak dan pohon-pohonan. Demi kami melihat kebun jagung yang pertama, maka tahulah kami bahwa kami sudah keluar dari daerah padang pasir. Kami disambut dengan segala kegirangan. Segenap penghuni Helmer's Home berlari-lari menyongsong kami. Dalam pada itu mereka berteriak-teriak dan berseru-seru. Maka segera saya berseru dengan perlahan-lahan: "Jangan berbuat bising, tuan-tuan! Kedatangan kami untuk sementara harus dirahasiakan." "Dirahasiakan? Mengapa?" tanya Helmer. "Oleh karena kami harus menangkap beberapa orang penjahat dan mereka tidak boleh mengetahui bahwa kami ada di sini. Saya berharap mudah- mudahan Anda mau membantu kami Mr. Helmer." "Itu tak usah Anda sangsikan. Saya mempunyai kewajiban untuk membersihkan rumah dan daerah ini dari penjahat. Siapakah mereka itu, Mr. Shatterhand?" "Itu akan saya katakan nanti kalau kita sudah ada di dalam. Kami harus lekas-lekas bersembunyi. Suruhlah Hercules membawa kuda kami ke kandang serta memberinya minum dan makan. Sesudah itu kandang harus segera ditutup, sebab mereka tak boleh melihat kuda kami." "Saya ingin benar mengetahui seluk-beluknya. Sir! He, Anda tidak membawa bedil!" "Itulah inti perkara ini. Bedil kami dicuri orang dan pencuri-pencuri itu akan datang kemari." "Thunderstorm! Itu ialah.... " "Jangan di sini! Di dalam kita dapat berbicara dengan leluasa." "Ya. Masuklah! He, Barber, pergilah lekas-lekas ke dapur dan sediakan makan!" Para pelayan segera saya beri petunjuk bagaimana hendaknya mereka bersikap, apabila nanti datang tamu yang saya harapkan. Kemudian kami masuk. Ibu Barbara berusaha sekeras-kerasnya untuk menjamu kami sebaik-baiknya. Sedang kami makan dan minum saya ceriterakan kepada Helmer apa yang sudah terjadi. Baru saja saya selesai berbicara, maka ia bangkit lalu ia keluar. Setelah ia kembali maka ia menerangkan apa sebab maka ia berbuat begitu: "Saya menyuruh budak saya yang paling baik pergi mengintai kedatangan penjahat-penjahat itu. Ia harus mengamat-amati gerak mereka, sebab ada juga kemungkinan bahwa mereka menaruh curiga dan melarikan diri." Helmer bukan saja mengenal Bloody Fox, melainkan ketika Fox masih kecil ia dipelihara oleh Helmer sebagai anaknya sendiri. Maka tak usahlah mengherankan bahwa ia Sangat bersukacita demi mendengar bahwa kami sudah dapat menggagalkan maksud orang-orang Comanche. Segala sesuatu saya ceriterakan dengan panjang lebar, oleh karena kami mempunyai waktu yang lapang. Ketiga orang Chickasaw duduk menemani kami juga. Kami memilih tempat duduk sedemikian sehingga kami tidak dapat dilihat orang dari luar, bahkan sekalipun orang itu berdiri di dekat jendela kecil yang setengah terbuka. B elum selesai kami bercakap-cakap, maka kami mendengar bunyi depak kuda. Kami segera mengintai dan melihat enam orang turun dari kudanya. Mereka itu ialah tamu yang kami harap-harapkan, Helmer pergi keluar. "Good day, Sir!" demikian jenderal memberi salam. "Anda sudah mempunyai tamu?" "Tamu?" jawab Helmer. "Siapakah yang akan datang ke tempat yang terpencil ini?" "Nah, berilah kuda kami makan dan minum dan siapkanlah untuk kami makanan yang seenak-enaknya serta sebuah botol brandy." "Baik, Sir. Anda hendak bermalam di sini?" "Mengapa itu Anda tanyakan?" "Kalau perlu saya dapat menyiapkan tempat tidur." "Peduli apa?" "Kami hanya hendak berhenti untuk makan dan minum. Sesudah itu kami akan berjalan terus." "Tetapi sebentar lagi hari akan malam!" "Anda datang dari Estacado, Sir?" "Jangan banyak bertanya! Lakukanlah apa yang saya perintahkan!" "Sabar, Sir. Anda akan kami layani cepat-cepat, lebih cepat daripada Anda sangka. B olehkah saya mengetahui ke mana Anda hendak pergi? Bukan oleh karena saya hanya ingin mengetahui saja, melainkan oleh karena saya hendak memberi peringatan." "Peringatan apa?" tanya si jenderal. "Di daerah ini berkeliaran beberapa orang penjahat kulit putih." "Penjahat? Orang apakah mereka itu?" "Penjahat yang suka mencuri bedil." "Siapa? Apa?" "Ya, pencuri bedil!" "Ajaib!" "Tetapi benar. Dua hari yang lalu sudah ada orang kecurian bedilnya." "Dua hari yang lalu? Di mana?" "Di padang Llano. Di sana mereka mencuri tiga buah bedil yang paling masyhur." Saya mencabut kedua buah pistol saya, sebab kini sudah tibalah saatnya untuk menyergap mereka. Winnetou pun sudah menyiapkan rupa-rupanya mereka sudah agak gelisah, sebab si jenderal berkata dengan suara yang mengandung ketakutan: "Bedil apakah itu?" "Bedil perak milik Winnetou dan bedil Henry serta bedil pembunuh-beruang milik Old Shatterhand." "Astaga! Betulkah itu? Dari siapa Anda mengetahuinya?" "Dari orang-orang yang kecurian!" "Jadi dari Winnetou?" "Ya!" "Dan dari Old Shatterhand?" "Ya!" "Kalau begitu Anda sudah bertemu dan berbicara dengan kedua orang itu?" "Kami segera meninggalkan tempat kami dan dengan beberapa langkah saja kami sudah sampai ke depan si jenderal. Sesaat kemudian para pembantu Helmer sudah mengelilingi kelompok jenderal itu." "Tentu saja Mr. Helmer sudah bertemu dan berbicara dengan kami," kata saya. "Jangan Anda bergerak! Senjata kami sudah dibidikkan kepada Anda dan pistol itu akan meletus demi Anda bergerak." Bukan main terkejut mereka. Mereka memandang kami seakan-akan kami hantu. Dalam pada itu mereka tidak bergerak. "Hercules! Anda sudah saya suruh menyiapkan tali. Sudah Anda bawa?" tanya saya kepada seorang Negro pelayan Mr. Helmer. "Sudah saya pegang," jawabnya. "Ikatlah mereka." "Apa? Ikat?" seru Douglas. "Anda menyuruh ikat seorang jenderal, yang.... " "Diam!" demikian saya menggertak. "Anda akan diikat paling pertama dan apabila Anda melawan, maka Anda segera saya tembak!" Ia segera diikat, demikian juga orang-orang yang lain. Kini saya berpaling kepada Old Wabble: "Anda sudah mencari teman yang ajaib. Sesungguhnya ada sesuatu yang hendak saya percakapkan satu pertanyaan. Anda mencampuri urusan pencurian ini?" "Tidak," jawabnya sambil memandang saya dengan pandang yang mengandung kebencian. "Jadi Anda tidak masuk ke kamar pada saat bedil-bedil itu dicuri?" "Saya tidak mau menjawab!" katanya. "Siapa berani menanyai seorang jenderal?" "Kalau begitu untuk sementara urusan kami dengan Anda sudah selesai, tetapi hanya untuk sementara saja. Anda tidak akan saya tanyai, sebab kesalahan Anda sudah terbukti. Kami tinggal menentukan hukuman apa yang akan kami jatuhkan kepada Anda." "Hukuman? Cobalah kalau Anda berani! Saya akan membalas, membalas dengan hebat, sehingga... selanjutnya tidak saya dengar, sebab saya, telah memberi isyarat kepada Winnetou, Helmer dan Mba untuk mengikuti saya. Di belakang rumah kami mengadakan perundingan tentang hukuman yang akan kami jatuhkan. Perundingan itu berlangsung dengan cepat sekali. Winnetou dan saya tidak mau mencampuri pelaksanaan keputusan itu. Itu kami serahkan kepada pemilik rumah. Mr. Helmer menyampaikan keputusan perundingan kepada si jenderal dengan kata-kata berikut: Anda telah tertangkap di pekarangan saya. Sebab itu saya akan mengatakan kepada Anda apa yang telah kami putuskan. Anda tinggal di sini sampai besok pagi. Sesudah itu Anda akan kami usir keluar batas-batas daerah saya. Barangsiapa menampakkan dirinya lagi di tempat ini akan ditembak mati. Orang yang menyebut dirinya jenderal itu ialah pencurinya. Menurut undang-undang prairi pencuri serupa itu dihukum dengan hukuman mati, akan tetapi kami tak hendak bersikap sekeras itu. Anda akan diberi hukuman lima puluh kali dera dengan tongkat, sebab.... " "Awas!" seru Douglas, "saya akan.... " "Kamu tidak akan apa-apa, bangsat! Justru karena Anda mengaku seorang opsir, maka Anda akan kami suruh pukul. Oleh karena di sini hanya ada gentlemen saja, yang tidak mau melaksanakan hukuman itu, maka yang akan memukul Anda ialah Old Wabble." "Saya tidak mau!" kata bekas raja cowboy itu. "Anda tentu mau, cowboy tua! Kalau Anda menolak, maka Anda akan kami beri pukulan juga, sesudah itu kami beri peluru. Saya tidak berolok-olok!" "Ia harus memukul saya?" seru Douglas. "Ia ikut bersalah juga. Saya tidak mengetahui jalan di rumah itu. Ia yang membawa saya masuk." "Tidak peduli!" kata Helmer. "Jikalau itu Anda katakan lebih dahulu, maka barangkali mau kami mengubah keputusan kami, akan tetapi Anda tidak mau kami tanyai. Sekarang sudah terlambat! Teman-teman Anda yang lain akan kami usir besok apabila matahari sudah terbit, jadi kami dapat melihat bahwa mereka sungguh-sungguh sudah pergi. Upah bagi orang-orang Chickasaw akan kami bayar dengan uang yang ada pada Anda semua. Nah, ikatlah jenderal itu pada pohon. Lepaskan ikatan Wabble sehingga ia dapat memotong tongkat serta melaksanakan keputusan kita." Winnetou dan saya pergi supaya jangan menyaksikan pelaksanaan hukuman itu. Ketika keesokan harinya kedua orang tawanan itu kami lepaskan, maka muka si jenderal dan Old Wabble penuh dengan darah. Walaupun mereka terikat, masih dapat juga mereka berkelahi. Douglas marah sekali oleh karena cowboy tua itu mau dipaksa orang memberi dia pukulan lima puluh kali. Demi jenderal itu kami lepaskan, maka dengan segera ia hendak menyergap Old Wabble. Ketika ia ditahan oleh Mr. Helmer, maka ia berseru kepada Old Wabble: "Awas engkau! Kalau saya bertemu lagi dengan engkau maka penghinaan ini harus kautebus dengan nyawamu. Itu sumpahku!" Sumpah itu diucapkannya dengan sungguh-sungguh. Old Wabble maklum bahwa ancaman itu bukan olok-olok. Maka ia minta kepada Helmer agar ia diperkenankan pergi lebih dahulu daripada jenderal. Ia tidak berani menyampaikan permintaan itu kepada Winnetou atau kepada saya. Lagi pula kami berdua berdiri agak menyendiri. Permintaan itu dikabulkan. Hercules, Negro pelayan Mr. Helmer, mengantarkan Old Wabble sampai luar pekarangan Helmer's Home dan baru sejam kemudian Douglas dan ketiga temannya dilepaskan. Jenderal itu bukan main marahnya oleh karena senjata-senjatanya kami rampas semua serta kami berikan kepada orang- orang Chickasaw sebagai upah mereka. Winnetou dan saya merasa puas; kami sudah memperoleh kembali bedil-bedil kami. Ketika kami pagi-pagi makan sarapan di ruang depan, maka tiba-tiba Helmer bangkit!. "He, saya melihat benda gemerlapan." Ia pergi ke pohon di mana si jenderal kemarin diikat, lalu memungut barang sesuatu dari tanah. Ketika ia kembali, ia berkata: "Benda itu ialah cincin emas, barangkali cincin kawin. Lihatlah!" Cincin itu beredar dari tangan ke tangan. Ya, itu cincin kawin dan di sebelah dalamnya bertuliskan dua buah huruf dan tanggal. "Bagaimana maka cincin itu ada di sana?" tanya ibu Barbara. "Cincin siapakah itu?" "Milik si jenderal," jawab Helmer. "Ketika ia kemarin didera maka ia menggeliat-geliatkan badannya sehingga cincin itu lepas dari jarinya." Kami berpendapat bahwa Helmer harus menahan cincin itu sebagai kenang-kenangan. Akan tetapi cincin itu diserahkannya kepada saya dan iapun berkata: "Apa guna cincin ini bagi saya? Saya tidak pernah meninggalkan tempat ini, jadi barangkali tidak akan bersua kembali dengan Douglas. Anda. Mr. Shatterhand, barangkali masih akan bertemu dengan dia. Ambillah cincin ini!" Saya tidak dapat menolak permintaannya. Cincin itu saya kenakan pada jari saya di mana ia lebih aman daripada di dalam saku saya. Sebelumnya benda itu saya amat-amati dengan saksama. Tulisan di sebelah dalam itu bunyinya: E.B. 5.8. 1842. Pada saat itu sedikit pun saya tidak menduga betapa penting cincin itu kelak bagi saya dan bagi Old Surehand. Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net Jikalau pembaca ingin mengikuti penjelajahan dan petualangan Old Shatterhand dan Winnetou berikutnya, maka bacalah Kisah Pengembaraan Dr. Karl May: Gunung Setan di Rocky Mountains yang sudah diterbitkan oleh PENERBIT PRADNYA PARAMITA Jakarta.